By Socrates – Tahun 1980 sampai 2000-an Batam rawan kejahatan. Orang-orang dari berbagai daerah terus berdatangan. Tidak ada yang bisa memastikan, apakah mereka investor, pencari kerja pengangguran atau penjahat tanpa belas kasihan.Copet, jambret dan peram-pokan silih berganti. Wajah beringas preman di Jodoh dan Nagoya membuat kota ini jadi makin tak bersahabat.
Ibu-ibu dan karyawati pabrik takut ke pasar. Dolar turis asing jadi incaran preman brutal. Sekolah, kantor dan pabrik dibobol maling. Penyeludup melenggang kangkung di pelabuhan. Pil ekstasi diproduksi. Judi berkedok ketangkasan. Calo-calo berkeliaran. Orang harus menyetor uang keama-nan. Pemeras, penipu dan penghipnotis mencari mangsa di sudut-sudut kota. Penjahat menunggu di pintu bank dan money changer. Dan mereka bersenjata api. Korban bergelimpangan dan mandi darah.
Warga Batam gampang marah. Soal sepele bisa menjadi pemicu bentrokan massal. Kemanakah hukum berpihak? Penghuni pulau ini tidak men-dapat ke-pastian hukum. Warga makin sensitif. Teriakan minta tolong membuat panik. Darah menggelegak. Bakar! Bunuh! Hajar! Mayat penjahat bergelim-pangan dalam pengadilan jalanan.
Penjahat tak bermuka makin banyak saja. Tak terhitung sudah berapa korban yang menggelepar takluk di bawah keganasan penjahat. Kota ini bikin stres. Istri ketakutan, para suami khawatir keluarganya tak aman. Pulau ini seperti seorang janda, terhina karena kehilangan suami.
Batam adalah pulau impian banyak orang. Warga berharap, polisi kuat dan menjadi pelindung warga kota. Seperti mottonya, fight crime, love humanity. Anak-anak bermimpi, punya polisi laksana satria baja hitam atau robocop yang bisa membuat penjahat gemetar dan jera.
Apa akar masalah keamanan di Batam? Pada tahun 1999-2000, Polres Kepri Barat berganti nama Poltabes Barelang. Kapoltabes Barelang dipimpin Supertendent Nicolaus Eko. Sejak 1 Juni 2000, pangkat kolonel diganti menjadi Senior Superintendent. Menurut Kapoltabes Barelang Niclaus Eko, masalah utama pulau ini adalah lantaran membludaknya pendatang Rumah liar mencapai 45.000 unit. Kalau saja rata-rata ruli dihuni 3 orang, artinya sepertiga warga Batam tinggal di rumah liar.
’’Selisih antara orang yang keluar masuk ke Batam jumlahnya 166.720 yang dicatat petugas KPPP di setiap pelabuhan. Ini berarti, dari bulan Mei sampai Oktober, sebanyak 60.000 sampai 90.000 orang yang masuk ke Batam,” kata Kapolresta. Mobilitas orang masuk ke Batam memang sangat besar.
Kalau sebelumnya disebutkan jumlah pulau di Batam 186 buah, ternyata polisi ‘menemukan’ pulau-pulau baru yang masih kosong dan total jumlahnya 232 pulau. ‘’Pulau-pulau ini kami pantau dari helikopter,” kata Eko. Dengan disambungkannya tujuh pulau besar dengan jembatan Barelang, akan menambah tugas polisi untuk memantaunya.
Perekonomian Batam kini dan yang akan datang mengandalkan investor. ‘’Tapi belakangan yang masuk lebih banyak pendatang dari investornya,” kata Eko. Lantaran bertetangga dengan Singapura, perdagangan dipengaruhi nilai tukar Dolar Singapura. Itu sebabnya, pedagang dilengkapi kalkulator menghitung nilai tukar dan terjadi negosiasi nilai tukar yang setiap saat berubah.
Hampir dari seluruh penjuru negara ini, kini ada di Batam sehingga pen-duduknya sangat heterogen. Maka tidak heran, ada fenomena terbentuknya ke-lompok masyarakat berdasarkan daerah asal. Jumlah organisasi pemuda juga terus bertambah. ‘’Ada pula, satu orang punya berbagai macam organisasi,”kata Kapolresta. Aksi kejahatan yang terjadi di Batam, umumnya berlatar belakang ekonomi. Lalu, dengan kondisi seperti ini, kerawanan apa yang timbul di Batam?
Masalah-masalah tekanan ekonomi dan membludaknya pen-datang itu tadi, kerawanan yang timbul antara lain, biaya hidup tinggi dan kesejahteraan buruh memunculkan protes berkepanjangan dalam bentuk unjuk rasa, mere-baknya rumah liar dan berujung pada tuntutan ganti rugi, unjuk rasa dan tindak kekerasan, partisipasi makin tak terkendali dengan adanya peng-hakiman massa dan keresahan meningkat.
Akibatnya, bentrokan kelompok makin menjadi-jadi. ‘’Pernah kami coba menghitung, dalam enam bulan saja, terjadi 56 kali bentrokan antar kelompok. Kini, sudah tidak terhitung lagi,”kata Kapolresta Barelang saat itu Nicolaus Eko seraya menyebutkan, apabila kerawanan itu tidak ditangani secara cermat, akan menimbulkan gangguan kamtibmas.
Muaranya adalah tindak kekerasan. Datang ke Batam, stress, mabuk lalu melakukan pemukulan. Partisipasi masyarakat yang meningkat sehingga membuat penjahat pikir-pikir dua kali bisa bernilai positif. Tapi partisipasi itu akan berubah menjadi negatif kalau terjadi penghakiman massa. ‘’Tadinya ingin melawan kejahatan, justru timbul kejahatan baru, dia melakukan kejahatan dan menghakimi penjahat,”kata Eko.
Preman Kian Brutal
Kekerasan makin menjadi-jadi dan seolah-olah menjadi santapan berita warga Batam sehari-hari. Dalam sebulan saja, sedikitnya pernah terjadi 15 kali tindak kekerasan dan beberapa kali pe-nganiayaan yang dilakukan preman.
Gara-gara membela adik yang melamar kerja, sesama aparat keamanan pun bentrok. Masih antar aparat, polisi dan Bea Cukai pun berseteru buntut dari penangkapan empat unit mobil yang akan direekspor dan kasusnya bergulir ke pengadilan. Seorang pengusaha mobil yang merasa ditekan melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kongkalikong bisnis mobil di Batam. Namun, polisi bergerak cepat. Beberapa pegawai Samsat ditangkap dengan tuduhan menyelewengkan dokumen mobil. Warga yang tahu masalah di balik itu, menyebutnya sebagai kasus ”jeruk makan jeruk” lantaran Samsat merupakan kantor bersama beberapa instansi, termasuk kepolisian.
Tengoklah tindak kekerasan yang terjadi. Seorang warga Tiban dirampok, pasangan suami istri di Bengkong dibacok sehingga u-susnya terburai, seorang pemuda asal Nias leher dan urat nadinya digorok dan nyaris putus. Malah, sepasang insan yang sedang indehoi di Nagoya Newton digasak perampok. Mengerikan.
Seorang pengojek kepalanya nyaris terbelah dibacok samurai. Untunglah helm yang dikenakan menyelamatkan nyawanya. Seorang pembantu dan mertua pemilik rumah, disandera perampok bertopeng. Ada pula warga yang jem-polnya putus diparang teman sendiri dan kakak beradik yang ditodong dalam taksi. Dua warga Singapura juga jadi korban perampokan dan ditikam.
Selain pembunuhan dan perampokan, tindak kekerasan preman juga tak terkendali. Betapa takutnya tamu-tamu di sebuah diskotek dan karaoke ketika didatangi oleh sejumlah preman dan mengusir mereka. Tak lama kemudian, manejer diskotek, dihajar preman sampai babak belur. Preman kian brutal dan seolah tak bisa dicegah. Seorang buruh yang bekerja di Mukakuning, juga dihajar di pasar Jodoh. Padahal, masalahnya sepele setelah buruh malang ini menatap dan preman itu. Siapa yang bisa mencegah kebrutalan dan tindak kekerasan itu?
Utang kasus polisi makin bertumpuk. Dalam sebulan saja, terjadi 18 kali kasus kekerasan. Sementara, polisi membekuk tujuh kali penjahat. Adalah wajar ketika warga bersuara meminta penjahat seperti pencopet dan penjambret ditembak saja! Pasalnya, mereka selalu dicekam rasa takut.
Bukannya berkurang, tindak kejahatan makin merajalela saja. Berbagai kasus kejahatan terjadi silih berganti. Polisi seolah kalah dengan penjahat. Rampok bersenjata api, makin menjadi-jadi. Berbagai kejadian tragis dan memilukan hati, menyebabkan kita seolah kehilangan hati nurani dan rasa kemanusiaan.
Memburu Penjahat, Amankan Demo
Statistik kejahatan yang dikemukakan polisi, mestilah dilihat dan dibaca secara kritis sebagai petunjuk tingkat kejahatan yang sebenarnya. Yang jelas, kasus demi kasus terjadi secara beruntun dan utang polisi kian menumpuk. Tidak jarang, polisi sengaja menyembunyikan statistik kejaha-tan untuk menunjukkan angka kriminalitas menurun sehingga warga tidak menjadi gelisah dan ketakutan. Atau sebaliknya menunjukkan angka kejahatan meningkat ketika jajaran kepolisian memerlukan tambahan personil.
Masalah lain tidak jelasnya angka kejahatan yang sebenarnya lantaran banyak warga yang enggan melapor ke polisi sehingga tidak mudah bagi polisi menumpas kejahatan. Maka, tidak heran polisi selalu dan selalu mengharapkan partisipasi masyarakat.
Selain disibukkan dengan tugas memburu penjahat, polisi juga repot menghadapi gelombang demonstrasi yang terjadi. Pasukan pengendalian masyarakat (Dalmas) diturunkan untuk menjaga jangan sampai terjadi kerusuhan. Berturut-turut, aksi demo tolak PPN digelar.
Saat terjadi demo besar-besaran yang berkonvoi keliling kota, pistol gas ikut menyalak dan terakhir, terjadi kerusuhan dan penjarahan dalam aksi demo menolak PPN di Batam. Polisi pun sibuk sehingga bantuan pasukan didatangkan dari Pekanbaru. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi di kota perbatasan ini sehingga orang makin kehilangan rasa aman?
Batam sebagai daerah urban dengan pertumbuhan penduduk dan arus migrasi yang tinggi, berkorelasi dengan terus meningkatnya angka kejahatan. Kawasan kumuh dan rumah liar, rumah kosong jadi sarang penjahat dan berbagai masalah sosial ke-masyarakatan, membuat tugas polisi terasa lebih berat.
Dalam teori kepolisian, faktor utama terjadinya tindak kejahatan berasal dari masyarakat itu sendiri yang disebut faktor korelatif kriminologen, yakni semua faktor ideologi, politik, sosial dan budaya dalam masyarakat tersebut. Na-mun faktor yang paling menonjol antara lain, masalah ketenagakerjaan, biaya hidup tinggi, migrasi penduduk yang tidak terkendali. Berkembangnya tempat-tempat pemukiman kumuh (slum area). Semua ini berpotensi untuk rusuh dan tindakan kriminal.
Penataan kota yang amburadul, lemahnya pengawasan oleh instansi ter-kait yang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, jalan-jalan yang gelap, banyak rumah kosong yang mungkin dijadikan sarang penjahat. Banyak taksi liar yang mungkin sulit kita identifikasi kalau mereka melakukan kejahatan.
Akibatnya, tugas polisi terasa lebih berat. Sebab, heterogenitas masya-rakat dengan migrasi yang tidak terkendali sulit bagi polisi untuk mengenali o-rang. Faktanya, pelaku kejahatan yang ditang-kap, kerap tak punya identitas yang jelas. Belum lagi kesulitan dalam penyidikan. Saksi dipanggil ternyata dia sudah pindah karena tergusur.
Polisi Bukan Superman
Seiring dengan meningkatnya angka kriminalitas, harapan masyarakat terhadap polisi juga bertambah besar. Apalagi, terhadap kasus-kasus yang menonjol dan menarik perhatian masyarakat luas. Orang tetap butuh dan ingat polisi kalau ada tindak kejahatan.
Jajaran kepolisian yang terbatas personilnya, sudah berusaha keras me-respon dan mencoba membangun daya tangkal dan daya kebal masyarakat terhadap kejahatan. Polisi mau tak mau harus kembali kepada jati diri Polri dengan Tri Brata yakni sebagai pengabdi, pengayom dan pelindung.
Sebagai masyarakat perkotaan yang sedang mengalami transisi dari tra-disional ke modern, warga Batam terkesan individualis dan cuek terhadap ling-kungannya. Termasuk keengganan mereka membantu polisi seperti melapor dan membantu korban. Alasannya, warga sibuk bekerja mempertahankan hidup di kota yang makin keras ini.
Daya tangkal terhadap lingkungannya seperti wajib lapor ke Ketua Rukun Tetangga (RT) pun tak jalan. Padahal, sudah dipasang pengumuman wajib lapor satu kali 24 jam. Kalau penangkal ini jalan, maka warga bisa mengenal siapa orang yang masuk ke daerahnya, apakah orang baik-baik atau penjahat.
Selama ini, kasus kejahatan yang cukup menonjol di Batam antara lain kejahatan dengan kekerasan yang menyangkut nyawa manusia. Nyawa manusia seolah tidak ada harganya lagi. Polisi sebagai aparat keamanan, kesulitan meng-ungkap kasus-kasus itu. Sementara, di satu sisi masyarakat berharap, kasus itu akan terungkap dengan cepat.
Kesulitannya, antara lain identitas korban tidak dikena, warga enggan melapor dan dengan gampang menyusup ke rumah liar dan berpindah-pindah. Selain itu, Batam merupakan daerah terbuka, setelah berbuat jahat di sini, penja-hat kabur ke luar Batam. ‘’Polisi memang bukan Superman. Kalau kita punya Robocop, mungkin Batam akan aman,” kata seorang warga yang terobsesi pada tontonan film tentang polisi super.
Titik-titik rawan kejahatan di Batam cukup banyak. Apalagi, arus dan per-tumbuhan penduduk Batam tak terkendali sehingga ma-syarakat dan identitas warga sulit dikenali. Fakta menunjukkan, pelaku kejahatan berasal dari daerah kumuh (slum area) seperti rumah liar yang terus tumbuh bak cendawan di musim hujan.
Masalah bertambah lagi dengan makin besarnya singgungan antar etnis di Batam dalam bentuk perkelahian antar kelompok. Menghadapi kasus seperti ini, polisi harus ekstra hati-hati. Sebab, ketika ada yang bertikai, mereka segera membawa-bawa nama suku sebagai bentuk ikatan primordial.
Tak jarang, polisi menggunakan pendekatan budaya, yang menguta-makan kebersamaan dan mengatasi masalah bersama ketua-ketua suku yang diharapkan masih dihormati oleh warga yang sangat majemuk ini. Disitu dite-kankan, sebagai pendatang dan kita semua punya kepentingan untuk menjaga keamanan Batam.
Polisi pun terus berbenah. Misalnya, merestrukturisasi kembali organisasi satuan reserse, memberikan pelatihan tentang taktik dan teknis, mengadakan kegiatan operasi, upaya pencegahan, operasi-operasi khusus sajam, patroli dan sebagainya.
Namun akar masalahnya, tetap kembali ke masyarakatnya. Masalah so-sial yang tumpang tindih, angka pengangguran yang terus membengkak, penda-tang yang terus berdatangan dari berbagai penjuru tanah air, hukum yang diang-gap angin lalu sehingga tak heran Batam jadi amburadul.
Dalam ilmu kepolisian, kerap disebut-sebut kejahatan terjadi lantaran ada niat dan kesempatan. Kalau niatnya sudah tak baik, kalau tak ada kesempatan, tindak kriminal bisa dihindari. Lalu, apa kata pakar kriminologi?
Ketimpangan antara tujuan dan sarana (goal mean gap) seperti yang dikemukakan seorang sosiolog Robert Merton, menghasilkan prilaku menyim-pang. Ia berpendapat, masyarakatlah yang merupakan penyebab prilaku me-nyimpang atau tindak kriminal lantaran adanya kesenjangan antara tujuan dan sarana yang tersedia.
Batam sebagai daerah urban dengan pertumbuhan penduduk dan arus migrasi yang tinggi, berkorelasi dengan terus meningkatnya angka kejahatan. Para pendatang ini berharap, akan menuai keberhasilan dengan hijrah ke Batam.
Berbagai masalah sosial di Batam, di mata seorang antropog Johan Lindquist yang menulis disertasinya tentang Batam, dinilai sudah kronis sehingga tidak tahu darimana harus memulai mem-benahinya. Menurut dia, masalah utama adalah soal perumahan. Tidak ada rumah-rumah murah untuk orang miskin. Biaya kos di ruko-ruko di Jodoh dan Nagoya mahal. Siapa yang bisa tahan tinggal tiga orang dalam satu kamar. ‘’Anehnya, banyak rumah bagus di Batam tapi tidak ada orang tinggal disitu dan di belakangnya banyak rumah liar,”katanya.
Menurut Johan Lindquist, membatasi arus pendatang juga hal yang mustahak. Sebab, ke Malaysia saja bisa masuk satu juta orang, tentu mereka ju-ga bisa masuk ke Batam. Pertumbuhan penduduk yang pernah mencapai 36 persen itu memang luar biasa dan dampak dari krisis.
‘’Tidak perlu memikirkan membatasi pendatang, tetapi mulai saja mem-buat rumah sewa murah untuk orang miskin. Kan masih banyak tanah yang ko-song di Batam. Batam yang dikembangkan menjadi sebuah kota dan tempat investasi asing, tetapi kenapa orang tidak memikirkan masalah sosial yang tim-bul. Mungkin mereka yang membangun Batam tidak melihat hal ini karena ha-rapannya terlalu tinggi,” tutur pria bule ini.
Pernah ada penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa rumah liar di Batam harus diresmikan. Mungkin ini salah satu cara mengatasi masalah sosial. Orang miskin harus diperhatikan dan bukan soal investasi saja serta membentuk struktur sosial yang lebih kuat. Jangan lihat semua masalah, tetapi pecahkan satu persatu.
Dampak berbagai masalah sosial itu menyebabkan warga Batam gampang frustrasi. Sebab, keberhasilan yang diidam-idamkan ternyata tak kunjung datang. Lantaran merasa malu balik ke kampung, akhirnya mereka memilih bertahan dengan segala resikonya.
Akar kejahatan pun kerap dari masalah tekanan ekonomi seperti berebut pekerjaan, lalu berkembang menjadi masalah antar etnis. Kawasan kumuh dan rumah liar, rumah kosong jadi sarang penjahat dan berbagai masalah sosial kemasyarakatan lainnya.
Batam menyandang julukan kota industri terbesar di Indonesia yang berkembang dengan cepat, dan termasuk sepuluh besar kota paling maju di Indonesia. Namun, Batam tidak termasuk dalam peringkat sepuluh besar kota paling aman di republik ini. Catatan kelam kriminalitas ini, diharapkan menjadi cermin bagi warga Batam hari ini dan di masa depan. ***