By Socrates – Apa itu wawancara? Jawaban paling umum adalah, percakapan antara satu orang yang bertanya dan yang lain memberi jawaban, untuk menggali informasi. Lalu, apa bedanya wawancara orang biasa dengan wawancara yang dilakukan seorang reporter? Apakah pertanyaannya cerdas, biasa saja atau bodoh?
Reporter melakukan wawancara untuk menggali opini seseorang atau menyerap latar belakang masalah dari pakar maupun tokoh kunci dalam suatu peristiwa atau suatu masalah. Namun, untuk menghasilkan karya jurnalistik yang bermutu, wawancara saja tidak cukup. Ia juga bisa menggali informasi dengan laporan pandangan mata serta merekam suasana. Selain itu, melakukan riset, data pendukung, dokumen resmi, laporan statistik dan dokumen sejarah.
Bagaimanapun, wawancara adalah cara penggalian bahan yang paling penting. Wawancara merupakan jalan pintas untuk memperoleh informasi. Sebab, reporter tidak selalu bisa memperoleh semua berita secara langsung sekalipun peristiwanya terjadi di sekitarnya.
Disinilah perlunya dia melakukan rekonstruksi peristiwa atau masalah melalui saksi mata atau mereka yang terlibat. Dan karena wartawan juga bukan pakar, seringkali dia perlu mewawancarai seseorang yang mempunyai pengetahuan dan minat terhadap sesuatu masalah secara mendalam.
Umumnya, wartawan membuat perjanjian terlebih dahulu untuk suatu wawancara. Lalu, menjelaskan jati dirinya, media apa yang diwakili dan tujuan wawancara tersebut. Dengan begitu sumber bisa mempersiapkan informasi yang diminta. Kecuali wawancara mendadak dengan cara mencegat narasumber.
Mengapa wartawan lebih suka mewawancarai orang – orang penting, seperti direktur, wali kota, gubernur atau presiden daripada sekretaris atau humas? Tentu saja yang dipilih orang pertama yang tahu persis tentang masalah, atau pakar yang bisa dengan cepat menjawab semua pertanyaan. Sebab, pembaca atau pemirsa, lebih respek pada jawaban yang diperoleh dari sumber top atau tokoh yang terdekat dengan cerita.
Wawancara mendalam (indept interview) biasanya lebih lama. Bisa satu sampai tiga jam. Wartawan biasanya menawarkan diri untuk mendatangi rumah atau kantor si sumber. Sebab, jika sumber berada pada lingkungan yang akrab dan tanpa gangguan dia akan merasa lebih sreg sehingga bisa menjawab dengan bebas.
Pertanyaan Cerdas
Pertanyaan yang cerdas, menghasilkan jawaban yang bernas. Sebaliknya, pertanyaan yang bodoh, juga akan menghasilkan jawaban yang ala kadarnya dan tidak bermutu. Mempersiapkan pertanyaan bagus adalah langkah terpenting dalam suatu wawancara. Sumber jarang memberikan informasi yang benar – benar baru, kalau tidak ada dorongan, mereka juga tidak terlalu berminat mendiskusikan isu atau malu untuk berbicara jujur pada wartawan yang belum dikenalnya. Jadi wartawan mesti berupaya dengan berbagai cara agar sumber tergerak untuk bicara.
Dalam mempersiapkan subuah wawancara mendalam, wartawan harus cukup waktu untuk memperoleh semua keterangan tentang sumber dan tentu saja masalah yang akan didiskusikan. Wartawan harus siap untuk menanyakan pertanyaan yang tepat, cerdas dan dapat mengerti pertanyaan sumber.
Jika persiapan matang, wartawan tidak akan memboroskan waktu untuk menanyakan hal-hal yang tidak penting yang sudah dipublikasikan luas. Pertanyaan konyol bisa membosankan dan mematikan minat sumber untuk bicara. Sebaliknya, jika wartawan mengetahui isu secara baik, sumber juga akan lebih percaya sehingga akan lebih bebas bicara. Tak banyak sumber yang mau diwawancarai oleh wartawa yang bodoh, salah – salah si wartawan justru diusirnya.
Dengan persiapan yang matang, wartawan akan lebih tangkas mengajukan pertanyaan follow-up. Terjadilah ping-pong yang lebih lancar, hidup dan spontan. Wartawan yang kurang persiapan sering kehilangan informasi baru yang menarik dan penting. Mereka sangat tergantung pada penjelasan sumber dan mungkin tidak bisa mendeteksi bias yang ditimbulkan sumbernya. Wartawan tidak tahu apa yang mesti ditanyakannya atau apa yang baru, penting dan kontroversial.
Kadang-kadang, sumber akan mencari keuntungan dari ketololan si wartawan. Sumber menolak memberi jawaban masalah yang kompleks karena takut si penanya tidak akan mengerti. Atau sumber akan mencoba menggunakan itu sebagai alat untuk melindungi diri dari kasalahan yang dilakukan.
Dengan mempersiapkan diri secara baik, wartawan akan lebih gampang mengetahui kalau sumbernya enggan menyinggung topik yang dibicarakan. Pewawancara yang baik akan menyusun daftar pertanyaan berdasar urutan logis agar sumber bisa menjawab secara berurutan pula. Pada saat wawancara, wartawan bisa mengecek pertanyaan mana yang belum terjawab .
Pada saat Anda mempersiapkan wawancara, tanyakan pada diri kita sendiri, apakah mungkin pembaca dan pemirsa juga akan menanyakan pertanyaan serupa ? Mana fakta – fakta yang baru, penting dan manakah yang kiranya paling disukai dan banyak diminati pembaca pada umumnya?
Melontarkan Amunisi
Pertanyaan adalah amunisi seorang pewawancara. Wartawan umumnya mengajukan pertanyaan penting terlebih dahulu, sehingga apabila kehabisan waktu yang tersisa hanya pertanyaan kurang penting atau pertanyaan paling peka yang mungkin menyebabkan sumber mengakhiri wawancara atau bahkan mengusir si wartawan.
Pertanyaan yang paling baik adalah pertanyaan yang cenderung pendek, singkat dan relevan. Disamping itu juga harus sangat khusus. Pertanyaan umum akan menghasilkan jawaban yang umum, generalisasi yang abstrak. Sementara pertanyaan yang khusus akan mendatangkan jawaban yang khusus, fakta – fakta yang kongkret dana detail. Seberapa luas? – dua hektar? Seberapa tinggi? – lima meter? Seberapa mahal – dua milyar dolar?
Sebaliknya, reporter menghindari pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh sumber dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Reporter lebih mengingingkan tanggapan, kutipan yang berjiwa dan detail – detail yang penting dan konsekuensinya harus mengajukan pertanyaan yang mendorong sumber untuk memberi jawaban yang rinci. Reporter mungkin bisa meminta sumber untuk “mendiskripsikan” atau “menjelaskan” yakni dengan menanyakan “bagaimana” atau “mengapa” sebuah kejadian itu terjadi.
Jika perlu, reporter juga bisa meminta sumber runtuk menunjukan dokumen atau angka statistik yang mendukung argumentasinya. Atau meminta sumber menggambarkan suatu bagan atau bahkan memperagakan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi.
Mengemudikan Wawancara
Sesudah merencanakan wawancara, reporter dapat datang tepat pada waktunya dengan menggunakan pakaian yang pantas. Keterlambatan dan penampilan yang kumuh atau tidak sopan menyebabkan sumber enggan menyediakan cukup waktu, informasi, mempercayai dan menghormatinya.
Reporter bisa memulai wawancara dengan ngobrol – ngobrol ringan untuk menjalin keakraban. Misalnya, tentang susuatu yang menarik secara umum atau menanyakan sesuatu hal yang menarik atau menanyakan hal – hal yang khusus di kantor atau di rumah sumber. Reporter sebaiknya menempatkan sumber dalam hubungan yang lebih akrab sehingga sumber lebih enak menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Hal ini akan menjadi sangat penting manakala sumber tidak biasa menjawab pertanyaan wartawan.
Reporter harus bisa mengontrol wawancara. Mereka harus dapat menentukan mana hal – hal yang penting, sehingga dapat menarik sumber untuk mendiskusikan lebih lanjut. Jika sumber larut pada hal-hal yang bersifat umum saja, reporter harus menariknya dengan mengajukan pertanyaan yang khusus. Jika sumber keluar dari jaur topik, reporter dapat mengulangi pertanyaan lagi untuk mengembalikan pembicaraan pada topik semula.
Pewawancara yang baik juga harus menjadi pendengar yang baik. Mereka harus mendengarkan dengan seksama untuk meyakinkan bahwa sumber teah menjawab pertanyaan yang diajukan dan untuk meyakinkan bahwa dia telah memahami jawaban yang diberikan. Reporter perlu meminta kepada sumber untuk mengulangi atau menjelaskan kembali jawaban yang kurang jelas. Jika sumber tidak berhasil memberikan jawaban yang penting, reporter harus mengajukan pertanyaan lanjutan.
Reporter mesti tanggap setiap si sumber mengemukakan suatu fakta–fakta baru yang relevan dengan cerita. Reporter mesti mengejarnya untuk mendapatkan detil yang penting kendati itu berada di luar penugasan atau pertanyaan yang telah dipersiapkan. Reporter tidak perlu berdebat dengan sumber. Dia hanya perlu mendorong sumber untuk menjelaskan pendapatnya selengkap dan sejelas mungkin.
Reporter juga harus terlebih dahulu meneliti profil sumber berita, sehingga dapat mendiskripsikan dengan benar. Misalnya tinggi badan, berat badan, postur tubuh, rambut, suara, parfum yang dipakai, mimik, busana, perhiasan, rumah, mobil, kantor, dan keluarga dari sumber.
Reporter yang baik dapat menganalisa bahasa non-verbal sumbernya dan mengambil keuntungan dari isyarat yang tidak terkatakan itu. Bagaimanapun pola tingkah sumber ketika diwawancarai misalnya gerak kepala mungkin dapat menunjukkan bahwa dia sedang nervous, simpatik, marah, berbohong atau berkata jujur? Reporter yang berpengalaman dapat melihat reaksi fisik sumber terhadap pertanyaan yag susah dijawab dan mempertimbangkan respon ini dalam melanjutkan interview.
Sumber yang Sulit
Sebagian besar orang mau bekerja sama dengan reporter dalam sebuah wawancara. Namun, beberapa orang mengambil sikap yang bermusuhan atau menolak untuk berbicara dengan reporter. Tapi alas an yang paling sering mereka tidak percaya dengan wartawan.
Jika reporter berjumpa dengan sumber yang bermusuhan ini, dia dapat mempelajari mengapa si sumber mempunyai perasaan seperti itu. Pertama-tama reporter dapat menjelaskan kebijaksanaan radaksional medianya yang ingin selalu menulis secara akurat, berimbang dan mengharamkan amplop.
Reporter juga dapat meyakinkan sumber berita bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dengan berita yang akan dipublikasikan akan menguntungkan si sumber atau organisasi yang diwakilinya. Reporter juga bisa berargumentasi bahwa akan nampak jelek jika sumber menolak untuk mengomentari sebuah isu dari sudut pandangnya.
Jika itu tidak wajar juga, reporter yang sudah berpengalaman dapat “memaksa” sumber untuk berkomentar. Yakni, misalnya dengan mengutip kata-kata dari orang lain atau klaim si sumber. Selain itu juga ada alternatif lain, reporter bisa menjebak si sumber dengan menanyakan hal-hal yang sepele yang sepintas tidak relevan dengan masalah yang sebenarnya sehingga sumber terlena. Sumber akan terpancing untuk menjelaskan detil menurut persisnya. Jika semua jalan gagal, reporter bisa mengatakan pada sumber, bahwa dia bisa menemukan informasi serupa dengan sumber lain.
Konferensi Pers
Bagi reporter yang matang di lapangan dan memiliki jam terbang tinggi, konferensi pers kurang bersifat eksklusif di badingkan wawancara khusus. Orang yang biasa bekerja sama dengan media, mengetahui lebih mudah mengecoh reporter melalui jumpa pers. Mereka dapat mengawali konferensi pers dengan pernyataan panjang menghabiskan banyak waktu. Jika setiap reporter tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pertanyaannya, mudah bagi sumber untuk mengelak.
Dengan kata lain, bagi reporter tertentu, konferensi pers sebaiknya dihindari, kecuali jika cukup penting untuk bisa dijadikan background information. Kejar sumber yang relevan setelah konverensi pers usai dan tembak dengan pertanyaan spesifik. Namun, belakangan di bebagai daerah termasuk Batam, konferensi pers adalah yang ditunggu-tunggu. Sebab, ada kebiasaan humas penyelenggara konferensi pers membagikan amplop berisi uang. (dari berbagai sumber)***