By Sultan Yohana – Vonis itu telah dijatuhkan, bahkan ketika si pelaku dan antek-anteknya, belum kelar diperiksa polisi. Vonis pada si pelaku yang sudah mendapat cap biadab luas biasa! Vonis pada bapaknya yang sudah diyakini menilep uang! Vonis pada si perempuan yang telah dianggap sama sadisnya sama si pacar, karena dituduh berselfie bersama si korban yang mantan pacarnya juga.
Jangan-jangan semua tuduhan itu salah! Bisa jadi kekayaan si bapak didapat dari warisan keluarga. Jangan-jangan betul kata si pengacara perempuan, kliennya justru ingin menolong mantan pacarnya. Jangan…jangan…
Sialnya! Di dunia netizen, tidak berlaku kata “jangan…jangan…” Tidak berlaku lagi pembelaan! Para netizen seolah tidak sedetikpun mau memberi ruang bagi mereka-mereka yang tertuduh untuk membela diri! Segala pembelaan dimentahkan! Bahkan yang dari hasil pemeriksaan polisi, jika hasil itu tidak sesuai keinginan netizen, dianggap kebohongan!
Saya, Anda, kita semua netizen, seolah-olah telah menjadi tuhan yang maha benar!
Tiba-tiba saja saya membayangkan si perempuan, Agnes. Yang masih 15 tahun. Usia anak sulung saya. Bocah milenial yang mungkin tidak bisa lepas dari telepon pintarnya. Telepon pintar yang tiba-tiba saja berubah menjadi “hakim” yang telah mendakwanya dengan aneka macam tuduhan. Setiap kali ia membuka telepon pintarnya, seribu-satu macam makian menerpanya.
Apa yang bisa dilakukan seorang bocah 15 tahun untuk menghadapi itu? Menghadapi semua orang yang tiba-tiba membencinya! Memusuhinya! Menuduhnya! Ia mungkin bisa tegar menghadapi semua itu. Tapi juga bisa ambles. Tak tahan. Ia mungkin bisa meraih minuman beralkohol koleksi bapaknya, menenggaknya sampai habis. Atau mungkin menelan berpuluh-puluh pil tidur agar tak lagi bisa diganggu “tuduhan” dari telepon pintarnya! Atau, yang lebih fatal lagi, ia mungkin bisa gantung diri.
Di titik itu, bisa saja ia merasa hidupnya telah “habis”. Lalu berlaku ugal-ugalan. Menjadi anak nakal. Terjerumus narkoba, pelacuran, dan apa pun kemungkinan terburuk yang bisa terjadi dari seorang remaja yang putus asa.
Dan semua kemungkinan terburuk itu, terjadi karena tuduhan-tuduhan kita!!!
Mereka mungkin bersalah! Tapi, yang pasti, kita bukan tuhan yang mengetahui segalanya! Mari memohon ampunan pada sebenar-benarnya Tuhan kita, sembari bersabar, biar aparat menyelesaikan pemeriksaannya.
(*)
Penulis : Sulton Yohana, Citizen Indonesia berdomisili di Singapura. Menulis di berbagai platform, mengelola blog www.sultanyohana.id