By Socrates – Pasar Induk adalah pasar yang menjadi pusat distribusi yang menampung semua hasil produksi petani yang dibeli oleh pedagang tingkat grosir, lalu dijual ke pedagang eceran dan diperdagangkan di pasar eceran mendekati konsumen. Inilah definisi pasar induk.
Kriteria pasar induk, memiliki persyaratan dan fasilitas seperti kantor pengelola pasar, ruang tera ulang alat ukur takar timbang, pos keamanan, tempat ibadah, penerangan jalan umum, tempat pembuangan sampah sementara, instalasi hydran dan listrik, papan reklame dan promosi.
Nah, anggaplah semua kriteria dan syarat ini, ada di Pasar Induk Jodoh. Apa masalahnya sehingga pasar induk ini gagal selama hampir 20 tahun? Kenapa pemerintah terkesan melakukan pembiaran selama itu? Apakah karena pasar induk ini dibangun secara patungan?
Pasar Induk Jodoh dibangun tahun 2004 dan diresmikan tahun 2006. Pasar ini dibangun secara patungan. Berdasarkan dokumen kontrak pembangunan Pasar Induk Jodoh, sumber pendanaan BP Batam di pasar itu sebesar Rp19,165 miliar. Sedangkan nilai awal sumber pendanaan dari pihak lain yakni Pemko Batam sebesar Rp16,3 miliar, Provinsi Riau Rp7,135 miliar dan Kimpraswil Pusat Rp9,262 miliar.
Namun, ada juga yang menyebutkan biaya pembangunan pasar induk Jodoh mencapai Rp90 Miliar. Sebuah media online menyebut biayanya Rp94 Miliar. Dari dokumen kontrak, total dana pembangunan pasar induk Jodoh sebesar Rp51,8 Miliar.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pemko Batam saat itu, Pebrialin mengatakan, Pasar Induk Jodoh merupakan aset bersama antara Kimpraswil Kementrian Pekerjaan Umum, Pemprov Riau, BP Batam dan Pemko Batam. ‘’Pembangunan Pasar Induk Jodoh menghabiskan anggaran Rp60 Miliar,’’ kata Pebrialin.
Entah ide siapa, arsitektur pasar induk Jodoh terbilang unik. Bangunan bergaya kolonial. Konon, desain pasar ini meniru gaya arsitektur pasar Johar Semarang dan pasar Gede, Solo yang dibangun pada era kolonial Hindia Belanda. Belakangan, ada warga Batam yang menyebut pasar induk ini seperti museum.
Pasar Induk Jodoh direncanakan untuk menampung ribuan pedagang. Padahal, di Kawasan itu sudah ada pasar Toss 3000, pasar Tanjunguma, pasar Tanjungpantun, pasar Pujabahari milik swasta. Pedagang meluber sampai menutup jalan.
Pengelolaan pasar induk ini, diserahkan ke swasta, dalam bentuk kontrak Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Golden Tirta Asia. Tanggal 18 Mei 2006, Pemko membuat kesepakatan dengan PT Golden Tirta Asia (GTA) dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam untuk mengelola pasar induk di kawasan Jodoh ini. Kesepakatan ini ditandatangani Wali Kota Batam pada masa itu Ahmad Dahlan dan Direktur Utama PT GTA Dorlan Naibaho di Kantor Pemko Batam.
Selanjutnya pada 1 Juni 2006, PT GTA mulai beroperasi dengan melaksanakan program kerja yang telah disusun dan dipresentasikan kepada Komisi II DPRD Kota Batam. Program kerja yang dipaparkan oleh Komisaris PT GTA David Oktarevia adalah PT GTA menjamin akan menyetorkan 15 persen dari total pendapatannya ke kas Pemko Batam. Diprediksi untuk tahun pertama, Pemko akan mendapat Rp340 juta dan akan meningkat hingga mencapai Rp1 miliar selama lima tahun.
Pada tahun kedua, diproyeksikan revenue PT GTA akan mencapai untung, yakni sekitar Rp1 miliar lebih. PT GTA optimis, bisa meramaikan Pasar Induk Jodoh karena pada tahun pertama sudah 60 persen pedagang menyatakan akan siap menempati kiosnya. PT GTA ingin menjadikan Pasar Induk Jodoh sebagai Pasar Rakyat Utama, ramai, dengan jaringan manajemen moderen. Hal ini didukung fakta, Pasar Induk Jodoh merupakan yang terbesar di Batam, lokasinya strategis.
Namun perkiraan dan proyeksi jauh melenceng dari fakta sesungguhnya. PT GTA kemudian dinyatakan wanprestasi oleh Pemko Batam selaku salah satu pihak penandatangan kerja sama operasi (KSO) karena belum menyerahkan bank garansi senilai Rp500 juta paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penandatanganan kerjasama.
Singkat cerita, kerjasama itu gagal total. Pemko Batam memutuskan kontrak dengan PT GT. Pasar Induk Jodoh lalu dikelola Pemko dan masuk dalam masa transisi melalui Dinas PMPKUKM sejak tahun 2010. Yang bikin lama itu verifikasi aset tapi belum tuntas. Pasar Induk Jodoh itu masih tercatat sebagai aset BP Batam dan masa pinjam pakai yang diberikan ke Pemko Batam dan berakhir Desember 2012.
****
Kondisi Pasar Induk Batam, makin memprihatinkan. Bertahun-tahun terbengkalai, kondisinya makin rusak dan perlahan-lahan hancur. Pasar yang dibangun dengan dana puluhan miliar itu, mangkrak. Kabarnya, Pasar Induk bakal dirobohkan dan dibangun ulang. Tapi, entah kapan.
Bulan berlalu. Tahun berganti. Sudah beberapa kali Kepala Dinas Pasar berganti. Namun, Pasar Induk tetap sepi. Tidak hanya itu. Pelan tapi pasti, bangunan pasar rusak. Terkelupas di sana-sini. Bau busuk menguar ke udara berasal dari sampah pedagang. Saat malam tiba, gelap gulita. Agak berlebihan memang, ketika ada media menjuluki pasar ini kastil drakula.
Menilik bentuk bangunannya, Pasar Induk bukan dirancang untuk pedagang grosir dan menjadi pusat aktivitas jual beli masyarakat. Sebab, di pasar itu ada toko-toko yang sebenarnya lebih cocok utuk pedagang eceran dan ritel. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pasar, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pebrialin saat itu dan saat ini sudah pensiun, tidak menampik, pembangunan Pasar Induk Jodoh itu, salah konsep.
Pasar Toss 3000 milik swasta yang sudah lebih duluan hadir, menjadi pesaing Pasar Induk yang sulit berkembang lantaran pedagang enggan berjualan di sana. Dipaksa masuk ke Pasar Induk pun, pedagang kembali ke depan Toss 3000 lantaran pasar induk sepi. Saat menjadi wakil wali kota Batam, Ria Saptarika pernah berjanji akan membenahi pasar tradisional. Sampai ia diganti, lalu menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah pun, janji itu tinggal janji.
Pasar Induk diharapkan menjadi ikon pasar tradisional di Batam, malah layu sebelum berkembang. Awalnya, masih ada pedagang yang mau masuk, seperti pedagang ayam, sayur dan buah-buahan. Tapi, secara keseluruhan, tak sampai separuh yang terisi.
Seolah dibiarkan terbengkalai, pasar induk makin terpuruk. Kondisinya rusak di sana-sini dan bangunannya terkesan menyeramkan dan tidak terawat. Lama-lama, pejabat teras Orotita Batam dan Pemko Batam, mulai menggunakan akal sehat. Mereka sepakat membangun ulang pasar ini.
Otorita Batam menyiapkan anggaran Rp19 miliar untuk membangun ulang gedung utama Pasar Induk Jodoh Batam dan kawasan sekitarnya jadi tanggungjawab Pemko Batam. Namun, lagi-lagi soal inventarisasi aset pasar ini, belum tuntas. Padahal, jika Pasar Induk ini berfungsi, ketersediaan bahan pokok bagi warga Batam akan lebih terjamin, sekaligus bisa mengontrol harga yang sering naik tak terkendali.
Seperti namanya, Pasar Induk pasar utama di kota besar yang merupakan pusat penyalur barang kebutuhan untuk pasar lain. Pasar Induk merupakan pasar grosir yang harganya lebih murah dan menjadi tumpuan para pedagang membeli barang untuk dijual kembali. Namun, kenyataannya, Pasar Induk Jodoh justru menjadi pasar yang paling terpuruk dan bernasib buruk.
Pasar Induk Jodoh adalah contoh pembangunan yang gagal. Pemerintah ingin membuat pusat grosir tetapi salah perhitungan. Kabarnya, Awalnya akan dibuat menjadi pasar terapung. Sebab, di belakang pasar induk adalah perkampungan Tanjunguma.
Konsep pasar apung itu menghendaki adanya dermaga laut sebagai pintu masuk barang. Ruang kosong di Pasar Induk, rencananya akan dibuat sebagai dermaga laut. Namun sayang, laut di wilayah itu terlalu dangkal. Kapal-kapal besar tak bisa merapat karena bakal kandas.
Pemerintah pun memutuskan untuk mengeruknya. Tapi begitu dikeruk, tanah Tanjunguma goyah. Sehingga, dermaga untuk pasar apung itu batal dibuat. Meskipun tidak ada dermaga, Pemko Batam tetap meresmikannya di tahun 2004.
Para pedagang sebenarnya sudah merasakan ada yang tidak beres. Namun, mereka tetap menyetor uang dan bersedia pindah dari Pasar Tanjunguma. Pedagang harus merogoh kocek hingga Rp 10 juta untuk bisa mendapatkan sertifikat, sebagai bukti kepemilikan kios di pasar itu.
Celakanya, pengelola pasar silih berganti. Sertifikat bukti pemilikan kios, tak berlaku di tangan pengelola baru. Pedagang harus punya kartu baru dan harus membayar uang jaminan lagi. Yang bikin runyam, satu kios pemiliknya dua orang. Kacau!
Pasar induk sepi. Manajemen pengelolaan yang tumpang-tindih menjadi penyebabnya. Pedagang punya dua pilihan. Pasrah atau marah-marah. Lantaran pengelola pasar berganti-ganti, ada pedagang yang nekad berjualan, tapi tak membayar retribusi.
*****
Lalu, seperti apa kelanjutan cerita dan kisah Pasar Induk Jodoh, yang suka tidak suka, mau tidak mau adalah dampak ego sektoral dan dualisme dua Lembaga negara yang bernama BP Batam dan Pemko Batam, yang berdampak ke masyarakat luas.
Pasar yang dibangun pada masa kepemimpinan Ismeth Abdullah sebagai Ketua Otorita Batam dan Nyat Kadir sebagai Walikota Batam sampai keduanya diganti, belum juga seperti yang diharapkan. Muhammad Rudi yang dilantik 14 Maret 2016 sebagai Wali Kota Batam dan 27 September 2019 dilantik sebagai Kepala BP Batam sehinggga menjadi walikota ex officio Kepala BP Batam.
Meskipun BP Batam dan Pemko Batam sudah di bawah kendali satu orang, sama-sama lembaga pemerintah, menurut ketentuannya, harus ada peralihan asset BP Batam kepada Pemko Batam. Kementrian Koordinartor Bidang Perekomian menyetujui hibah Pasar Induk Jodoh dari BP Batam kepada Pemko Batam, 13 Maret 2017.
Proses hibah berlangsung dua kali. Tahun 2018 dan tahun 2019. Mestinya, Maret 2020 Pasar Induk Jodoh sudah kosong. Namun, masih ada pedagang dan warga yang tinggal di kios-kios pasar. Namun, karena kendala pandemi Covid-19 pembongkaran pasar yang sudah lapuk dimakan usia itu, baru dilaksanakan tanggal 26 Juli 2021.
*****
Jadi, bagaimana akhir cerita Pasar Induk Jodoh? Pemko Batam mengusulkan kepada Kementrian PUPR untuk membangun ulang Pasar Induk Jodoh. Pasar ini dijadikan salah satu proyek strategis nasional yang difasilitasi Kementrian Perdagangan.
Pasar Induk Jodoh (PIJ) Batam dalam rancangannya akan dibangun lima lantai. Dibangun di atas lahan seluas 2,1 hektar dan menghabiskan dana sekitar Rp334 miliar. Pasar ini nantinya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, di antaranya, area parkir yang luas, pergudangan, foodcourt dan masjid.
Selain itu, direncanakan membangun gedung parkir dan gudang yang berada di sisi kiri, kanan, serta belakang. Kemudian juga ada dermaga di sisi laut, serta halte bus. Pedagang ditempatkan sesuai jenis dagangannya seperti pasar basah, pasar kering, pertokoan dan bank.
Pasar Induk Jodoh jilid dua ini, tidak seperti sebelumnya yang dikelola swasta dan langsung membayangkan keuntungan di depan mata, kali ini akan dikelola Unit Pelaksana Teknis yang akan dibentuk Pemko Batam, yang akan mengurus 1.808 pedagang.
Harap dicatat, ada sejumlah pasar yang dibangun pemerintah di Batam, mangkrak dan tak beroperasi seperti pasar yang diharapkan. Antara lain, pasar terapung di Belakangpadang yang dibangun oleh Pemprov Riau. Saat Kepulauan Riau memisahkan diri dari Riau menjadi provinsi baru tahun 2002, pasar Belakangpadang belum selesai. Begitu juga dengan Pasar Tiban Lama, Pasar Wan Sri Beni dan Pasar Rakyat Batu Aji.
Yang jadi pertanyaan, kenapa Pemko Batam gagal membangun dan mengelola pasar, sedangkan puluhan pasar yang dikelola pihak swasta, berjalan lancar? Sebut saja misalnya, Pasar Tanjungpantun, Pasar Pujabahari, Pasar Toss 3000 yang nota bene berlokasi di kawasan Jodoh dan Nagoya dekat dengan Pasar Induk Jodoh.
Pasar swasta lainnya seperti Pasar Mega Legenda, Pasar Mitra Raya, Pasar Botania 1 dan Botania 2, Pasar Aviari, Pasar Penuin Centre, Pasar Cipta Puri, Pasar Fanindo Tanjunguncang dan puluhan pasar swasta lainnya, berjalan lancer dan baik-baik saja. Malah, pasar yang terbilang kecil seperti Mustafa Plaza, tetap bertahan dan ramai.
Lantas, apa yang harus dilakukan ketika Pasar Induk Jodoh dibangun untuk kedua kalinya? Pertama, tentu saja harus memastikan bahwa pasar ini pasti dibangun dengan kucuran dana APBN tahun 2023 ini. Sebab, tahun 2024 adalah tahun politik. Tahun beribu janji dan ingkar janji. Toh, yang punya uang akan membangun pemerintah pusat.
Kedua, pejabat Pemko jangan malu belajar kepada para pengusaha swasta pemilik dan pengelola pasar di Batam. Misalnya, cara memberantas pungli dan upeti. Mengontrol keamanan dan kebersihan pasar, dan sebagainya. Malah, sebagian pasar swasta menggratiskan biaya parkir.
Ketiga, sejak Covid-19 menerpa, sektor pariwisata Batam terdampak paling parah. Jodoh dan Nagoya sebagai sentral bisnis utama selama ini, makin sepi dan kurang bergairah. Kehadiran Pasar Induk Jodoh jilid dua, diharapkan bisa menjadi katalisator ekonomi kawasan ini. Tentu saja harus bisa dipastikan, harga barang di pasar induk harus lebih murah dari pasar manapun.
Terakhir, siapapun nanti yang menjadi wali kota Batam, memberi perhatian ekstra terhadap kelanjutan dan perkembangan Pasar Induk Jodoh. Sebab, seperti kata pepatah, hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali. ***