By Socrates — Salah satu cara mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah dengan menciptakan suatu Kawasan Ekonomi Khusus/KEK (Special Economic Zone/SEZ). Provinsi Kepulauan Riau memiliki KEK terbanyak di Indonesia. Apa itu KEK? Bagaimana perkembangannya di Batam dan Kepri?
Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK bermula dari kisah sukses pembentukan special economic zone di Eropa awal tahun 1950-an. Di kawasan ini, perdagangan bebas, kemudahan dan fasilitas duty free atas import barang-barang modal untuk bahan baku komoditas ekspor dibuka seluas-luasnya. Fasilitas yang jadi daya tarik antara lain, infrasturuktur, kemudahan kepabeanan, kelonggaran perpajakan dan perizinan investasi lainnya.
Negara yang melaksanakan KEK berharap, akan memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional dan regional. Menyerap tenaga kerja dan sebagai sarana alih teknologi. Sehingga, beberapa negara berlomba-lomba menerapkan KEK. Apalagi, juga dipicu ’’succes story’’ Hongkong dan Singapura melaksanakan free trade zone (zone perdagangan bebas). Akhirnya, lahirlah se-jumlah EPZs (Export Processing Zones) dan FTZs (Free Trade Zones) di 30 negara di kawasan Asia.
Secara umum, ada enam karakteristik utama Kawasan Ekonomi Khusus. Yakni, lokasi KEK memiliki akses yang prima terhadap sarana transportasi, laut dan udara, infrastruktur pendukung tersedia dengan baik, komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam memberikan kelonggaran perizinan dan perpajakan, tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan dengan upah yang relatif murah, pelayanan administrasi publik yang efesien dan iklim politik dan ekonomi yang relatif stabil.
Singkatnya, investor yang berinvestasi di KEK menikmati beragam insentif seperti di bidang perpajakan, kepabeanan, infrastruktur, birokrasi yang sederhana, serta jaminan keamanan. China dan India sudah membuktikan, KEK mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan performa perekonomian. Di China misalnya, Shenzen, Shantou, Zhuhai, Xiamen, dan Hainan, yang semula daerah miskin, muncul sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang sangat penting bagi China.
Begitu juga di India, Kandla dan Surat (Gujarat), Cochin (Kerala), Santa Cruz (Mumbai-Maharashtra), Falta (West Bengal), Chennai (Tamil Nadu), Visakhapatnam (Andhra Pradesh), berubah dari daerah periphery yang tidak menarik untuk investasi menjadi daerah yang sangat diminati para investor asing.
Berkaca dari kesuksesan China, India, Hongkong itu, pemerintah Indonesia membentuk KEK. Ini diawali oleh persetujuan kerjasama ekonomi yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Singapura tanggal 25 Juni 2006 silam. Indonesia dan Singapura membentuk kawasan ekonomi khusus yang meliputi tiga pulau yaitu Batam, Bintan dan Karimum (BBK).
Tujuannya, memajukan dan mendorong pertumbuhan ekonomi kedua negara melalui penanaman modal asing, penciptaan lapangan pekerjaan, meningkatkan kapasitas produksi, dan meningkatkan kegiatan perdagangan barang dan jasa. Kerjasama ekonomi dalam kerangka KEK tersebut mencakup: investasi, keuangan dan perbankan, perpajakan, bea dan cukai, imigrasi, serta ketenagakerjaan.
Menurut peneliti LIPI Prof Syarief Hidayat dan kawan-kawan dalam bukunya Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus, ada dua bentuk pemahaman atas KEK. Pertama, KEK dapat mengambil salah satu bentuk kekhususan di dalam kegiatan perdagangan dan investasi seperti bonded zone (kawasan berikat), kawasan perdagangan bebas (free trade zone), kawasan industri, kawasan pengembangan ekonomi terpadu, export processing zone, high tech industrial estate.
Kedua, KEK dapat berarti juga kawasan-kawasan dalam suatu kawasan (zones within zone). Dengan kedua pemahaman ini maka suatu daerah dapat saja memiliki lebih dari satu bentuk kekhususan wilayah. Sehingga dalam hal ini KEK sebetulnya sebagai ’payung’ dari kawasan ekonomi lainnya yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Pemilihan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) sebagai pilot project pelaksanaan KEK telah mendorong provinsi lainnya untuk mengajukan usul kepada pemerintah agar di daerahnya dapat juga dibentuk KEK. Namun demikian, guna mempercepat kerjasama ekonomi antara Indonesia dengan Singapura, pemerintah telah menetapkan Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone/ FTZ) melalui peraturan pemerintah nomor 46, 47, dan 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, dan Karimun.
Selanjutnya melalui Keputusan Presiden, juga telah menetapkan Dewan Kawasan Perdagangan bebas dan Pelabuhan Bebas di ketiga wilayah tersebut yang diterbitkan pada tanggal 7 Mei 2008.
Namun demikian, karena tiga Peraturan Pemerintah di atas harus dilengkapi dengan Keputusan-Keputasn Menterti terkait, maka secara efektif implementasi FTZ di kawasan BBK, baru terlaksana terhitung mulai tanggal 1 April 2009.
Ternyata, tidak semua skema KEK berhasil. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan banyak kinerja KEK yang tidak maksimal, baik dari sudut pengembangan ekspor, keterkaitan antar perusahaan, maupun dalam peningkatan teknologi. Terdapat sejumlah faktor yang turut berpengaruh dalam keberhasilan KEK/ atau sebaliknya, antara lain: Pertama, keseimbangan ekonomi makro, khususnya nilai tukar yang mencerminkan keseimbangan pasar. Kedua, lokasi geografik memiliki arti penting dalam hal akses ke pasar ekspor dan kaitan dengan ekonomi domestik. Ketiga, skema insentif yang ditawarkan. Keempat, manajemen kawasan yang efektif dan efisien. Kelima, jaringan infrastruktur dan fasilitas publik yang berkualitas dan memadai. Keenam, keterkaitan dengan ekonomi domestik.
Lalu, mengapa Indonesia membangun KEK di berbagai daerah? Percepatan pembangunan ekonomi yang merata adalah salah satu tujuan Pemerintah Indonesia. Salah satu terobosan yang dilakukan Pemerintah untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah ini ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usulan dari Badan Usaha dan Pemerintah Daerah.
Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Meskipun di tahun 2020 masih terkontraksi sebesar 2,07% (yoy) akibat pandemi yang masih berlanjut, namun ekonomi Indonesia menunjukkan kinerja yang sangat positif dengan nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,51% (yoy) pada kuartal-III tahun 2021 dan diproyeksikan akan terus meningkat mencapai angka 5% pada akhir tahun.
Selain itu tekanan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 termasuk moderat dibandingkan dengan negara anggota G20 dan Asia Tenggara. Tercatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,07 persen, membaik dari periode sebelumnya. Artinya, Indonesia mampu tangani covid 19 dan mampu kurangi dampak covid 19 dalam perekonomian.
Bagaimana pelaksanaan KEK di Batam? ‘’Hanya Provinsi Kepri di Indonesia yang memiliki tiga Kawasan Ekonomi Khusus,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Hingga tahun 2021, terdapat 19 KEK yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari manufaktur, pariwisata dan industri tersier lainnya. Dari laman Dewan Nasional Kawasan (KEK) Republik Indonesia, di Kepri ada tiga KEK yang sudah diresmikan. Inilah profil KEK tersebut.
- KEK Batam Aero Technic
Bergerak di bidang industri Maintanance, Repair Overhaul (MRO) pesawat terbang. Harap dicatat, ini yang pertama di Indonesia. KEK yang memiliki areal seluas 30 hektar di kawasan bandara Hang Nadim ini, target investasi sampai 2030 adalah sebesar Rp7,29 Triliun dan target tenaga kerja sebanyak 9.976 orang karyawan. KEK Batam Aero Technic terintegrasi dengan bandara Hang Nadim. Hal tersebut membuat KEK Batam Aero Technic terhubung dengan berbagai fasilitas seperti runway pesawat, penyediaan bahan bakar pesawat, hingga air dan listrik yang mampu melancarkan aktivitas industri MRO yang dilakukan.
Selain itu KEK Batam Aero Technic juga memiliki kegiatan pendukung di bidang logistic, pabrikasi, dan pelatihan mekanik bersertifikat yang diperkirakan mampu menyerap jumlah tenaga kerja mencapai 9.976 orang. Lokasi KEK Batam Aero Technic yang strategis dengan pasar asia pasifik diharapkan mampu menarik 12000 unit pesawat dan nilai bisnis sebesar US$ 100 milyar pada tahun 2025, serta menghasilkan nilai investasi Rp. 7,29 Triliun hingga tahun 2030.
- KEK Nongsa
KEK Nongsa yang bergerak di bidang industri digital dan pariwisata. Selain menarik investor asing, Nongsa Digital Park bakal menjadi digital hub Indonesia dan Singapura serta industri startup yang tumbuh makin pesat.
Dikelola oleh PT Taman Resort Internet (PT Tamarin) KEK Nongsa memiliki areal seluas 166,45 hektar. Target investasi sampai 2030 mencapai Rp16 Triliun dan target tenaga kerja 16.000 orang.
KEK Nongsa berada di kota Batam provinsi Kepulauan Riau dan diresmikan dengan Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2021. Letaknya yang dekat dengan Singapura dan manca negara membuat KEK Nongsa sebagai entry point bagi perusahaan IT Internasional. Tidak hanya menarik perhatian investor di bidang IT, KEK Nongsa juga menarik perhatian investor dan wisatawan luar dan dalam negeri dengan adanya kegiatan pendukung berupa pariwisata seperti hunian sinematik, villa residential, café restoran, ferry terminal, serta area komersial dan entertainment.
- KEK Galang Batang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang berada di Pulau Bintan Kepulauan Riau, yang merupakan sentra choke point Selat Malaka. Lokasi KEK Galang Batang mempunyai akses langsung dengan Selat Malaka dan Laut China Selatan. KEK Galang Batang diusulkan oleh badan usaha PT GBKEK Industri Park dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017, dan diresmikan beroperasinya oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Bapak Darmin Nasution pada tanggal 8 Desember 2018.
KEK Galang Batang akan dikembangkan sebagai sentra industri pengolahan mineral hasil tambang (bauksit) dan produk turunannya baik dari refinery maupun dari proses smelter. Diperkirakan KEK Galang Batang akan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 23.200 orang, tersebar untuk industri pengolahan refinery sebesar 350 orang, industri pengolahan smelter sebesar 260 orang dan jasa dermaga serta pelabuhan yang berpotensi menciptakan kegiatan ikutan (multiplier effect) di kawasan tersebut. Adapun nilai investasi pembangunan KEK Galang Batang adalah sebesar Rp 36,25 Triliun hingga tahun 2027.
KEK Galang Batang dikembangkan sebagai sentra industri pengolahan mineral hasil tambang (bauksit) dan produk turunannya baik dari refinery maupun dari proses smelter. KEK Galang Batang diharapkan jadi contoh dan instrumen pendorong ekonomi Indonesia pasca krisis Covid-19.
Ekspor perdana Smelter Grade Alumina (SGA) KEK Galang Batang sebanyak 70 ribu ton dengan nilai 21 juta USD merupakan bagian dari target ekspor tahun pertama sebesar 1 juta ton/tahun dengan nilai ekspor 300 juta USD. Ekspor ini akan ditingkatkan sehingga pada tahun kedua target ekspor menjadi 2 juta ton/tahun dengan nilai ekspor sebesar 600 juta USD.
KEK Kesehatan
KEK menawarkan beragam fasilitas tak terhingga untuk memudahkan para investor, berupa insentif fiskal dan nonfiskal. KEK sendiri merupakan salah satu proyek strategis nasional yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia. KEK Kesehatan Internasional Batam merupakan salah satu dari proyek prioritas dalam pengembangan Batam. Pengembangan KEK Kesehatan Internasional Batam sejalan dengan kebutuhan untuk melakukan pengembangan infrastruktur dan perbaikan pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, KEK Kesehatan Internasional Batam beserta pengembangannya di masa depan diharapkan dapat menangkap potensi pasar dan meningkatkan kepercayaan masyarakat lokal maupun nasional untuk berobat di Batam dikarenakan selama ini penduduk Indonesia yang berobat ke luar negeri terbilang banyak dikarenakan infrastruktur dan pelayanan kesehatan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia masih menjadi tujuan favorit.
Kementerian Kesehatan mencatat sekiranya 100 triliun Rupiah per tahun besar devisa yang dikeluarkan WNI untuk berobat ke luar negeri. Saat ini proses pengusulan KEK Kesehatan Internasional Batam (KEK KIB) dalam pembahasan bersama Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK, Badan Usaha dan BP Batam.
KEK Kesehatan Internasional Batam direncanakan akan didirikan di 2 lokasi, yaitu di Sekupang dan Nongsa. Pengembangan KEK Kesehatan Internasional Batam mengusung konsep health tourism yang mana akan terintegrasi dengan kepariwisataan.
Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait memaparkan, potensi yang dimiliki KEK Kesehatan Batam antara lain, industri farmasi dengan nilai investasi Rp 110 triliun dan industri peralatan medis dengan nilai investasi Rp 49 triliun. Data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), masyarakat Indonesia telah menghabiskan Rp 160 triliun per tahun atas biaya perawatan yang dilakukan di luar negeri, terutama di Singapura dan Malaysia.
“Batam akan menangkap peluang tersebut melalui KEK Kesehatan. Dengan luas lahan 44,5 hektar dan nilai investasi senilai USD 215 juta, BP Batam akan mengembangkan rumah sakit bertaraf internasional, farmasi dan peralatan medis, serta akomodasi. Selain itu, dilengkapi insentif fiskal maupun nonfiskal, Batam menawarkan kemudahan untuk berinvestasi dengan pengembangan potensi mencakup wisata kebugaran, universitas kedokteran terbaik dan sistem manajemen kesehatan yang terpadu,’’ papar Ariastuty Sirait. ***