By Socrates – Diatur 14 Keppres dari Tiga Presiden, Rempang dan Galang memiliki sejarah panjang. Kelompok masyarakat yang mendiami Rempang adalah suku Melayu, Tionghoa serta suku asli yang disebut Orang Darat dan Orang Laut. Mata pencaharian mereka nelayan, perkebunan gambir dan lada.
‘’Orang Darat mendiami daerah Kampung Sadap di Rempang Cate. Sementara, Orang Laut mendiami daerah pesisir Rempang-Galang dan pulau-pulau sekitarnya sejak abad ke19. Otorita Batam atau BP Batam baru ada tahun 1970. Dari sini lahirlah istilah kampung tua. Yakni kampung yang sudah ada sebelumnya,’’ kata Dedi Arman, peneliti pusat riset kewilayahan Badan Riset Inovasi Nasional.
Secara administratif, dulu Rempang-Galang paska bubarnya Kesultanan Riau Lingga tahun 1913, seluruh daerah Riau-Lingga termasuk Rempang- Galang tunduk di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan, wilayah Rempang-Galang masuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Selatan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Pengembangan Batam dan disusul Rempang dan Galang setelah disatukan oleh enam jembatan, diwarnai dengan belasan keputusan presiden dan keputusan menteri. Inilah belasan Keppres tersebut:
TAHUN 1970
Keppres Nomor 65 tahun 1970 tentang proyek pembangunan Pulau Batam sebagai basis logistik dan operasional industri minyak gas bumi. Biayanya disisihkan dari anggaran Pertamina.
TAHUN 1971
Keppres nomor 74 tahun 1971 yang menetapkan Batam sebagai daerah industri dengan status entreport partikelir yang diketuai Ibnu Sutowo. Kedua keputusan inilah yang menjadi titik tolak pembangunan Batam.
Saat itu, pengembangannya hanya meliputi pelabuhan Batuampar. Pemerintah juga memutuskan membentuk Otorita Batam.
Dalam pasal 3 Keppres 74/1971 itu disebutkan, untuk mengkoordinir dan mengintegrasikan kegiatan dan proyek pembangunan, dibentuk Badan Pimpinan Daerah Industri Batam yang merupakan badan penguasa (authority) yang bertanggung jawab kepada presiden. Keppres itu ditetapkan di Jakarta tanggal 26 Oktober 1971 dan diteken oleh Soeharto.
Itulah sebabnya, setiap tanggal 26 Oktober, Otorita Batam merayakan ulang tahunnya.
TAHUN 1973, Keppres Nomor 41 tahun 1973 yang menetapkan Batam sebagai daerah industri yang dikeluarkan tanggal 22 November 1973. Ada badan pengawas yang terdiri dari delapan menteri terkait, Otorita Batam serta perusahaan perseroan pengusahaan daerah industri pulau Batam.
Keppres ini, juga mengatur peruntukan dan penggunaan tanah. Seluruh areal tanah di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Ketua Otorita Batam. Seperti merencanakan peruntukan dan penggunaannya, menggunakan serta menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai serta menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan. Ini yang dikenal dengan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
TAHUN 1974
Keppres keempat dikeluarkan tanggal 29 Juni 1974, yakni Keppres Nomor 33 tahun 1974 tentang penunjukan dan penetapan beberapa wilayah usaha bonded warehouse di daerah industri Pulau Batam. Wilayah yang dijadikan bonded ware house adalah wilayah bagian Timur Pulau Batam, Batuampar dan Sekupang bagian Barat.
TAHUN 1978
Keppres kelima, yakni Keppres Nomor 41 tahun 1978 yang menetapkan seluruh daerah industri Pulau Batam sebagai wilayah usaha bonded warehouse.
Keputusan ini ditetapkan pada tanggal 24 November 1978. Pada tahun yang sama, keluar Keppres Nomor 45 tahun 1978 tentang perubahan Keppres Nomor 41 tahun 1973. Yang diubah hanya satu pasal yakni menambah daftar nama susunan pengawas dari delpan menjadi 12 lembaga dan kementrian yang ditetapkan tanggal 23 Januari 1984.
Sedikitnya, ada 14 Keputusan Presiden (Keppres) dan beberapa Keputusan Menteri (Kepmen) yang menyangkut Otorita Batam. Kekuasaan Otorita Batam terus diperbesar. Jika daerah tingkat II lainnya di Indonesia jalur birokrasinya melalui daerah tingkat I atau Provinsi, Batam punya keistimewaan tersendiri, langsung ke pusat.
TAHUN 1984
Setelah delapan Keppres yang memberi berbagai kewenangan kepada Batam, pada tahun 1984, keluar lagi Keppres yang kesembilan, yakni Keppres Nomor 56 tahun 1984, tentang penambahan wilayah lingkungan kerja daerah industri Pulau Batam dan penerapannya sebagai wilayah bonded warehouse. Melalui Keppres ini, pulau-pulau kecil di sekitar Batam seperti gugusan Pulau Janda Berhias, Pulau Tanjung Sauh, Pulau Ngenang, Pulau Kasem dan Pulau Moimoi, dijadkan wilayah kerja Otorita Batam.
TAHUN 1989
Keppres yang kesepuluh, adalah perubahan Keppres Nomor 41 Tahun 1973 dan sebagaimana yang telah diubah dengan Keppres Nomor 45 Tahun 1978, maka keluarlah Keppres Nomor 58 Tahun 1989. Dua hal penting dalam Keppres ini adalah selain Ketua dan Wakil Ketua Otorita, juga mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian Kepala Satuan Pelaksana oleh Ketua Otorita Batam.
TAHUN 1992
Wilayah kerja Otorita Batam terus ditambah melalui Keppres Nomor 28 Tahun 1992. Ini merupakan Keppres yang kesebelas yang dikeluarkan mantan presiden Soeharto berkaitan dengan Batam. Dalam Keppres ini diputuskan penambahan wilayah kekuasan Otorita Batam dengan memasukkan Rempang dan Galang sebagai kawasan berikat, termasuk beberapa pulau kecil di kawasan itu.
TAHUN 1993
Keppres keduabelas tentang pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, melalui Keppres Nomor 53 tahun 1993. Baru pada Keppres inilah disebutkan adanya ganti rugi untuk mendapatkan tanah kepada yang berhak atas tanah tersebut. Ke 12 Keppres tersebut, ditandatangani oleh presiden Soeharto.
TAHUN 1998
Hanya sebulan setelah jadi presiden, Keppres ketiga belas dikeluarkan BJ Habibie. Ia mengeluarkan Keppres Nomor 94 tahun 1998 yang ditetapkan pada tanggal 29 Juni 1998 tentang perubahan Keppres 41 tahun 1973 tentang daerah industri Pulau Batam yang telah beberapa kali diubah. Terakhir melalui Keppres Nomor 58 tahun 1989. Dalam Keppres ini, orang-orang yang duduk sebagai dewan pembina bertambah banyak, yakni 18 orang menteri dan Gubernur Riau. Semuanya bertanggungjawab kepada presiden.
Susunan pejabat Otorita Batam juga diganti. Terdiri dari Ketua, Deputi Operasi, Deputi Administrasi dan Perencanaan serta Deputi Pengawasan dan Pengendalian. Hal penting lainnya yang diputuskan dalam Keppres ini adalah, kalau selama ini kantor pusat Otorita Batam di Jakarta, maka Habibie memindahkannya ke Batam. Ketua dan anggota dewan pembina serta para deputi, diangkat dan diberhentikan presiden. Keppres ini ditetapkan tanggal 29 Juni 1998.
TAHUN 2000
Ketika era Presiden Abdurrahman Wahid, keluar lagi Keppres ke 14 yakni Keppres Nomor 113 Tahun 2000 tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 tentang daerah industri Pulau Batam. Dalam Keppres yang ditandatangani Gus Dur pada tanggal 4 Agustus 2000 ini, tak banyak perubahan yang berarti selain menegaskan berbagai perubahan dalam Keppres sebelumnya. Dalam pasal 2, ada perubahan susunan dewan pembina dan menegaskan susunan pejabat di Otorita Batam.
Cukup? Tampaknya belum. Selain belasan Keppres itu, sejumlah Keputusan Menteri juga sudah dikeluarkan berkaitan dengan Pulau Batam. Antara lain, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang pengelolaan dan penggunaan tanah di Batam.
Keputusan ini memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Batam untuk seluruh areal tanah di sekitar Batam, termasuk di gugusan Pulau Janda Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang dan Pulau Kasem yang termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau.
Otorita Batam diberikan kewenangan merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah serta menyerahkan kepada pihak ketiga dengan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Serta menerima uang ganti rugi dan uang wajib tahunan yang dikenal dengan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Keputusan Menteri yang memberikan keistimewaan lainnya kepada Batam adalah Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M-01-Pw.10.07 tahun 1983 tentang penetapan Batam sebagai daerah berstatus khusus di bidang keimigrasian.
Keputusan menteri yang menyangkut pelimpahan wewenang, pemberian izin usaha pertambangan pasir laut di daerah lepas pantai perairan Pulau Batam dan sekitarnya, diberikan melalui Kepmen Nomor 370k/201/M.PE/1985. Alasan keputusan ini adalah untuk memperlancar alur pelayaran dan untuk kepentingan negara. Namun yang terjadi, eksploitasi pasir laut besar-besaran.
Pengelolaan dan pengurusan tanah di Rempang dan Galang serta pulau-pulau di sekitarnya, diberikan melalui keputusan menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 9-VIII tahun 1993. Kawasan ini juga diberikan hak pengelolaannya kepada Otorita Batam.
Keputusan Menteri soal pengelolaan tanah di Batam, cukup banyak. Ini seolah memberi gambaran, masalah ini cukup rumit dan terjadi negosiasi tingkat tinggi di daerah dan pusat. Kekuasaan Otorita Batam makin membesar dengan adanya pelimpahan wewenang dari sejumlah Menteri.
Apakah ini yang menyebabkan Ketua Otorita Batam yang kini berubah nama menjadi Kepala BP Batam, berulang kali menyebutkan bahwa proyek Rempang Eco City yang juga proyek strategis nasional, hanya menjalankan kepentingan pemerintah pusat?
Atau, menyamakan penggusuran kios, rumah liar pada proyek pelebaran jalan? warga cenderung harus menurut dan patuh?
Muslim Bidin, putra asli Rempang Cate, pensiunan pegawai Pemko Batam dan lama menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam mengatakan, ’’Sesungguhnya, masyarakat Rempang tidak menolak investor yang masuk ke Rempang dan Galang. Yang jadi persoalan adalah, tanah kampung tua yang mereka tempati turun temurun dari nenek moyang mereka dan harus terusir dari kampungnya sendiri,’’ kata Muslim Bidin.
Menurut Muslim Bidin, warga Rempang sudah mendiami kampung tua itu jauh sebelum Indonesia merdeka. ’’Kita dukung investor masuk, namun sebaiknya kampung tua jangan diganggu. Biarlah mereka hidup dengan nilai budaya Melayu mereka. Solusinya, kembangkan kampung tua itu menjadi kampung modern sehingga orang kampung dapat menikmati perkembangan kota. Beri mereka fasilitas. Berikan kesempatan kerja bagi anak cucu mereka. Merelokasi bukan solusi,’’ papar Muslim Bidin.
(*)
Bersambung
Baca : Dualisme Otorita – Pemko Batam dan Tata Guna Lahan – Rempang, Tanah Harapan yang Jadi Incaran (3)
[…] Baca : Regulasi yang Mengatur Rempang – Galang; ‘Relang yang Bergabung ke Batam’ – Rempang, Tan… […]
[…] Artikel ini terbit pertama kali di : socratestalk.com […]