Empat hari lalu, tepatnya tanggal 28 September 2023 diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Internasional? Ternyata masih banyak masyarakat Indonesia, termasuk warga di Kepulauan Riau yang tidak mengetahui tanggal tersebut, sejarah dan makna yang terkandang di dalamnya. Peringatan Hari Hak Untuk Tahu dimulai pada tahun 2002 di Sofia, Bulgaria. Saat itu, tanggal 28 September 20022, Organisasi Kebebasan Informasi yang berasal dari seluruh dunia membentuk jaringan sehingga akhirnya kebebasan informasi menjadi hak asasi warna negara di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia, keterbukaan informasi publik diberlakukan dengan keluarnya Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Meski sudah lama, yaitu 15 tahun sejak diundangkan atau 13 tahun sejak diimplementasikan, masih banyak masyarakat Indonesia belum sepenuhnya tahu dan mengerti apa itu keterbukaan informasi publik. Padahal hak untuk tahu adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi Negara Indonesia ke setiap warga negaranya.

Banyak kendala yang dihadapi masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang ada di badan publik. Kondisi ini terjadi akibat belum semua lembaga pemerintah baik kementrian dan pejabat di pusat maupun di daerah belum seluruhnya paham dan mau mengaplikasikan UU KIP ini. Belum lagi proses yang berbelit-belit, menguras waktu, energi, dan juga biaya yang menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan permohonan informasi kepada badan publik. Padahal keterbukaan informasi di badan publik sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (clean goverment)
Di awal era reformasi bagi bangsa Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia yakin reformasi akan berjalan dan penyelenggaraan negara akan berlanngsung dengan demokratis. Era keterbukaan menjadi pilar kehidupan bermasyarakat baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial , dan budaya. Euforia keterbukaan ini menjadi cikal bakal munculnya keterbukaan informasi, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan akses informasi publik, terutama mengenai tata kelola pemerintahan.
Setelah hampir 32 tahun bangsa Indonesia nyaris tidak merasakan keterbukaan dan kemudahan memperoleh informasi. Presiden B.J. Habibie pengganti Presiden Soeharto mengawali keterbukaan informasi dengan mengeluarkan beberapa kebijakan kebebasan pers dengan menghapuskan SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) dan lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ketentuan mengenai kebebasan pers dan keterbukaan informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Gerakan reformasi politik juga memunculkan ide untuk melakukan amandemen UUD 1945. Perubahan mendasar dalam amandemen UUD 1945 diantaranya adalah setiap orang berhak memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya. Setiap orang juga berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Semua ini tercantum dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 F.
Dengan munculnya dukungan peraturan-peraturan tersebut pasca Orde Baru, maka hal ini merubah paradigma terkait keterbukaan informasi, termasuk keterbukaan informasi publik pada badan publik. Ketentuan mengenai keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Setelah UU KIP berlaku, keterbukaan informasi publik sebagai salah satu prasyarat terlaksananya proses demokrasi dalam penyelenggaraan negara dan terciptanya pemerintahan yang bersih (clean goverment) mulai dilakukan secara bertahap. Namun bagaimana dengan pimpinan daerah dan pejabat publik dan jajarannya dalam menjalankan UU KIP. Dengan adanya komitmen tersebut, apa permasalahan yang dihadapi berbagai badan publik yang ada, permasalahan di Komisi Informasi Publik Provinsi Kepulauan Riau dan permasalahan yang dihadapi masyarakat atau publik selaku pengguna informasi publik?
Komitmen Gubernur Kepulauan Riau
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebagai badan publik utama yang ada di Provinsi Kepulauan Riau berkomitmen untuk menjalankan UU No 14 tahun 2008 dalam rangka menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Sebagai bentuk komitmen tersebut, Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad dalam beberapa kesempatan di depan publik menegaskan bahwa hak untuk memperoleh informasi merupakan sebuah hak asasi yang diamanatkan oleh konstitusi. Oleh karena itu, menuru Ansar Ahmad, pemenuhan atas hak memperoleh informasi tersebut khususnya bagi badan publik merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab.
’’Terlebih dalam era demokrasi seperti saat ini, pemenuhan hak atas informasi bagi masyarakat merupakan bagian penting dalam upaya memastikan terciptanya keterbukaan dan transparansi guna mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan akuntabel,” ujar Ansar Ahmad saat penyerahan Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik Bagi Badan Publik Se-Provinsi Kepulauan Riau di Aula Wan Seri Beni, Dompak, Rabu, 8 Desember 2021 lalu.
Menurut Gubernur Kepulauan Riau, yang perlu mendapat perhatian khusus bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai keterbukaan dan transparansi juga terkadang menyimpan potensi distorsi. Namun di sisi lain, diperlukan komitmen, kesadaran dan konsistensi bagi kita sebagai pimpinan Badan Publik untuk dapat memastikan terjaganya kerahasiaan pada informasi-informasi yang bersifat tertutup/rahasia atau dikecualikan.
Salah satu bentuk komitmen Gubernur dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam keterbukaan informasi adalah penyelenggaraan Anugerah Keterbukaan Informasi Publik yang digelar setiap tahun di Kepulauan Riau. Kegiatan ini sebagai sarana evaluasi guna dijadikan tolok ukur bagi seluruh Badan Publik se-Provinsi Kepulauan Riau terhadap upaya peningkatan terhadap kualitas penyelenggaraan keterbukaan informasi publik.
Komitmen Pemprov Kepulauan Riau ditegaskan kembali Sekretaris Daerah Adi Prihantara pada tahun 2022 dalam Uji Publik Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) di Hotel Redtop, Jakarta, Selasa, tanggal 1 November 2022.
Ia menyebutkan, selain melaksanakan amanat UU Nomor 14 tahun 2008, Keterbukaan Informasi Publik juga merupakan pengejawantahan salah satu misi Pemprov Kepri. Yakni melaksanakan tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka dan berorientasi pelayanan.
Pemberian penghargaan kepada pemerintah kabupaten/kota, badan publik vertikal tingkat provinsi, maupun badan publik tingkat kabupaten/kota se-Provinsi Kepulauan Riau, memberikan pesan penting bagi kita semua tentang pentingnya ikhtiar bersama memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat. Badan publik di Kepulauan Riau telah berbenah dan terus berbenah dalam memberikan pelayanan informasi publik yang berkualitas, cepat dan tepat waktu, berbiaya murah dan sederhana.
IKIP Kepri di Atas Rata-rata Nasional
Keterbukaan informasi publik sangat memiliki keterkaitan dengan beberapa hal diantaranya indeks demokrasi dan lainnya. Tahun 2021, nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Provinsi Kepulauan Riau sebesar 79,97. Indeks ini berada pada klaster ’’cukup informatif’’ atau kurang 0,03 poin dari cluster menuju informatif.
Nilai tersebut sebenarnya lebih tinggi dari rata-rata nasional yaitu 71,38. Target IKIP Provinsi Kepulauan Riau di tahun 2022 dinaikan, bukan di klaster ’’menuju informatif’’, namun di klaster ‘’informatif’’.
Pada tahun 2022, nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Kepri naik sudah menjadi 82,28 poin dan masuk kategori ’’menuju informatif’’. Tinggal 7,73 poin lagi menuju kategori “informatif”. Artinya target memang belum tercapai, namun ada perubahan ke arah yang lebih baik. Banyak pihak terkait bertekat dan berharap IKP Provinsi Kepulauan Riau dari kategori sebelumnya ’’menuju informatif’’ menjadi ’’informatif.’’
Komitmen penyelenggaraan pemerintahan yang bersih juga dimiliki jajaran pejabat di bawah gubernur hingga pejabat pelaksana teknis. Sekretaris Dinas Kominfo Aludin Andi mengatakan, kebebasan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi yang menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab bersamaan. Kebebasan informasi, di satu sisi harus mendorong akses publik terhadap informasi secara luas. Sementara disisi yang lain, kebebasan informasi juga sekaligus dapat membantu memberikan pilihan langkah yang jelas bagi pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan secara strategis. Kebebasan informasi juga memberi peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik.
Menurut Andi, kondisi ini sekaligus dapat mendorong terciptanya clean goverment and good governance, karena pemerintah dan badan-badan publik dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan akuntabel. Pemerintah Prov Kepulauan Riau sangat concern dan memberikan atensi yang besar dalam keterbukaan informasi publik, baik dengan meningkatkan sarana dan prasarana, perbaikan kualitas informasi, memperkuat komitmen organisasi dan digitalisasi.
Adanya komitmen dalam keterbukaan informasi publik dari badan publik dan PPID terlihat juga dalam penilaian yang dilakukan KIP Provinsi Kepulauan Riau. Wakil Ketua KIP Provinsi Kepulauan Riau periode 2019-2023 menjelaskan bahwa dalam penilaian Monev yang dilakukan KIP Provinsi Kepulauan Riau ada 5 aspek yang harus diperhatikan setiap badan publik, yakni aspek sarana-prasarana (10%), aspek kualitas informasi (10%), aspeknjenis informasi (40%), aspek barang dan jasa (10%), aspek komitmen organisasi (10%) dan aspek digitalisasi (20%).
Apabila sebuah badan publik bisa memenuhi ke-6 aspek di atas, maka badan publik tersebut masuk kategori ’’informatif’’ yang sekaligus menunjukan bahwa informasi di badan publik tersebut sangat terbuka dan badan publiknya dekat dengan masyarakat. Adanya penilaian lewat monev ini mendorong setiap badan publik dan PPID yang ada di Provinsi Kepulauan Riau berupaya melakukan perbaikan dan berusaha menjadi yang terbaik.
Tindak Lanjut Program Badan Publik, Pemohon Informasi dan KIP
Saat ini ada sekitar 120 lebih badan publik di Provinsi Kepulauan Riau yang terus dilakukan penilaian dan monitoring evaluasi dalam rangka meningkatkan keterbukaan informasi publik. Kendala badan publik di Kepulauan Riau dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik berasal dari internal badan publik dan kendala eksternal.
Kendala internal terkait pelaksanaan pelayanan di Provinsi Kepulauan Riau antara lain ada beberapa badan publik yang besar memiliki beberapa lokasi kantor unit kerja yang terpisah dengan kantor pusat. Akibatnya pelayanan informasi pubik belum bisa dilaksanakan secara terpusat sehingga pelayanan kepada pemohon informasi membutuhkan waktu yang lama dan belum terintegrasi.
Permasalahan lain yang ditemui badan publik antara lain belum dikuasai dan belum tersedianya informasi yang diminta masyarakat, banyak masyarakat yang tahu dengan keterbukaan informasi publik, masih sedikit publik mengetahui layananan informasi yang sudah disediakan secara online sehingga tetap mengajukan pemohonan informasi, masih ada pemohon informasi yang takut mengajukan keberatan dan sengketa informasi.
Upaya yang bisa dilakukan oleh badan publik dan KIP antara lain bagi badan publik yang memiliki banyak unit kerja yang terpisah maka harus dibuat suatu sistem atau aplikasi yang dapat mengintegrasikan seluruh pelayanan informasi publik yang ada di unit kerja agar datanya terpusat, melakukan kalaborasi dengan KIP Provinsi Kepulauan Riau untuk mensosialisasikan UU KIP kepada masyarakat umum, mahasiswa, pelajar dan lainnya, meningkatkan sosialisasi kepada mayarakat terkait layanan permohonan informasi publik secara online melalui website, melakukan publikasi terkait dengan informasi-informasi yang tersedia di website PPID melalui kanal media sosial seperti youtube, instagram, facebook, TikTok dan lainnya.
Upaya yang bisa dilakukan KIP Kepri antara lain mendorong peningkatan ketersediaan informasi publik yang dibutuhkan masyarakat di semua badan publik yang ada dan informasi tersebut bisa didapatkan dengan cepat, tepat waktu, berbiaya ringan dan sederhana, Monitoring evaluasi dan mengadvokasi terciptanya perbaikan kualitas layanan terhadap permintaan informasi di lingkungan badan publik dan menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit.
KIP Kepri dapat melakukan perbaikan layanan penerimaan pengaduan sengketa informasi publik yang masuk, memaksimalkan proses mediasi untuk menyelesaikan sengketa informasi, berusaha meningkatkan nilai IKIP di Provinsi Kepulauan Riau, mendorong terbentuknya PPID Pembantu untuk lembaga publik yang besar dan kantor yang terpisah, menggelar sidang sengketa informasi publik (ajudikasi nonlitigasi) sesuai dengan azas-azas persidangan seperti menjujung nilai-nilai keadilan, kejujuran, independensi, fair, dan lainnya.
Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, komisioner KIP Provinsi Kepulauan Riau yang terpilih harus mempunyai kapasitas, integritas, dan komitmen dalam mewujudkan keterbukaan informasi publik di Kepri.
Semoga dengan adanya komitmen Gubernur Kepulauan Riau dan jajarannya terhadap keterbukaan informasi publik ditambah dengan berbagi program dan tindaklanjut yang dilakukan badan publik, Komisi Informasi Publik Provinsi Kepulauan Riau dan semakin sadarnya masyarakat dan pemohon informasi atas haknya untuk tahu maka akan terwujud Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau yang clean gaverment dan good governance.***
Penulis Eri Syahrial, S.Pd, M.Pd.I
Dosen STIT Internasional Muhammadiyah Batam