By Socrates – Kapal kayu itu berlayar oleng, terombang-ambing di tengah lautan. Tampak jelas kapal nelayan itu sarat, bahkan berkelebihan beban. Manusia berjubel mengisi seluruh sisinya. Sekitar seratus orang berbagai umur, mungkin, ada di sana.Kisah manusia perahu Vietnam adalah bagian dari sejarah kemanusiaan yang kelam.
Penindasan akibat pergolakan politik berkepanjangan Indochina memaksa ribuan rakyat Vietnam meninggalkan tanah air mereka dan akhirnya beberapa terdampar di Pulau Galang. Camp Vietnam adalah sebuah lokasi yang merupakan bekas camp para pengungsi asal Vietnam yang pernah tinggal di Pulau Galang dari tahun 1979 hingga tahun 1996.
Lukisan itu seolah menjelaskan tragedi manusia yang dipamerkan di Museum Wisata Sejarah Galang Batam, Kepulauan Riau. Lukisan itu sedikit banyak menggambarkan kondisi pengungsi Vietnam yang terombang-ambing di Laut Cina Selatan dengan kapal dan perbekalan seadanya, berjubel di kapal sederhana tanpa tahu kapan dan di mana mereka akan berlabuh.
Ratusan bahkan mungkin ribuan kapal berlayar meninggalkan Vietnam selama Perang Vietnam yang dimulai pada 1975. Tidak semua kapal beruntung bisa berlabuh di pulau terdekat yang mereka temui. Sebagian tenggelam, mengubur penumpangnya di antara kehidupan bawah laut. Pengungsi Vietnam meninggalkan kekacauan perang ke tengah lautan untuk mencari suaka.
Berbulan-bulan di atas kapal yang sempit, pencari suaka yang juga disebut ‘manusia perahu’ ini sampai ke negara-negara terdekat, termasuk Indonesia. Kapal pertama sampai di Indonesia pada 1975. Kapal tersebut berisi 75 pengungsi. Setelah itu, muncullah eksodus ke Kepulauan Riau. Pengungsi Vietnam berlayar masuk ke Indonesia melalui Kepulauan Natuna. Dan, mereka tersebar di pulau-pulau di Riau, meminta pertolongan masyarakat setempat.
Karena kedatangan pengungsi semakin besar, pemerintah akhirnya meminta bantuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Oleh lembaga PBB yang bertugas mengurus pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Indonesia diminta untuk menyediakan lokasi sementara bagi pengungsi Vietnam. Pulau Galang, Kepulauan Riau, dipilih sebagai lokasi pengungsian. Pulau ini dipilih karena memenuhi sejumlah persyaratan, seperti kemudahan untuk menyalurkan pengungsi ke negara ketiga, mudah diisoler, dan mudah diakses untuk kelancaran logistik. Kala itu Pulau Galang bertransformasi menjadi Kampung Vietnam.
Pengungsi dikumpulkan di Camp Galang mulai 1979 hingga 1996. Setidaknya, ada 250 ribu pengungsi yang dikumpulkan di Camp Galang. Kamp ini terdiri dari dua sektor, yaitu Galang I dan Galang II. Setiap sektor memiliki enam zona yang disebut Zona A sampai Zona F. Setiap sektor diisi setidaknya lebih dari 100 ribu pengungsi. Kedua sektor mendapatkan fasilitas yang sama seperti tempat tinggal, air bersih, listrik, dan kebutuhan pangan. Selain itu, mereka juga mendapatkan fasilitas umum seperti fasilitas kesehatan, tempat ibadah, sekolah, pemakaman, penjara dan fasilitas umum lain.
Masyarakat yang mengungsi juga diberdayakan sesuai dengan profesinya masing-masing. Guru diberi kesempatan mengajar di sekolah darurat sementara dokter dan perawat Vietnam yang mengungsi dibolehkan mengisi fasilitas kesehatan. Pulau Galang terisolasi. Pengungsi Vietnam dilarang berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Interaksi penduduk dan pengungsi hanya terjadi sebatas jual-beli atau barter. PBB dan pemerintah Indonesia telah menyebar petugas keamanan untuk memastikan tidak ada penduduk yang melakukan komunikasi dengan pengungsi.
Pemulangan pengungsi dimulai di awal 1990-an. Pengungsi terakhir dipulangkan pada September 1996. Pengungsi terakhir yang dikirim pulang sebanyak 4.750 orang. Pemulangan bukan tanpa masalah. Banyak sekali pengungsi Vietnam yang enggan kembali ke negaranya karena mengalami trauma perang. Namun sesuai dengan Bangkok Statement yang ditandatangani 1979, pengungsi Vietnam tidak boleh tinggal di lokasi pengungsian. “Mereka dipulangkan dengan pesawat udara dan kapal laut,” ujar Syahid yang dulu bekerja di bawah bendera PT Karya Titan tersebut.
Hari ini, wisatawan masih dapat melihat bukti-bukti sejarah Kampung Vietnam di Pulau Galang. Sejumlah bangunan dan fasilitas umum masih berdiri menjadi saksi ketakutan penduduk Vietnam atas perang yang terjadi di negerinya. Beberapa fasilitas lain sudah mulai rusak, termasuk barak tempat tinggal pengungsi dan kapal yang membawa pengungsi dari Vietnam menuju Indonesia.
Di Museum Wisata Sejarah Galang Batam, pengunjung dapat melihat peninggalan sejarah yang tersisa dari pengungsi seperti alat makan, elektronik, kerajinan, dan kendaraan yang digunakan pengungsi selama di Camp Galang. Museum tersebut juga menyuguhkan dokumentasi selama pengungsi berada di lokasi pengungsian selama lebih dari 17 tahun.
Pulau Galang merupakan wilayah yang masih termasuk wilayah pemerintahan Kota Batam, Kepulauan Riau. Pulau ini merupakan rangkaian pulau besar ketiga yang dihubungkan oleh sejumlah jembatan. Jembatan-jembatan tersebut memiliki nilai wisata sendiri bagi masyarakat Batam dan sekitarnya. Dari Batam, wisatawan akan melewati enam jembatan yang disebut dengan Jembatan Barelang. Barelang sendiri merupakan akronim dari Batam-Rempang-Galang. Hanya perlu waktu sekitar 1-2 jam menuju pulau yang luasnya sekitar 80 kilometer persegi tersebut.
Setiap pengunjung yang ingin berwisata sejarah di Pulau Galang, cukup mengeluarkan uang sekitar Rp 2.000 sampai Rp 5.000 per kepala sebagai biaya retribusi. Wisata dapat dilakukan dengan kendaraan pribadi atau bis sewaan. Bagi yang gemar tracking, wisata sejarah Pulau Galang bisa dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi rute wisata, termasuk makam pengungsi Vietnam, kapal peninggalan pengungsi, museum, fasilitas penjara, pusat remaja, gereja, dan vihara.
Selain melihat-lihat ke kompleks pengungsian, wisatawan juga dapat berkunjung ke vihara yang sampai hari ini masih berdiri. Vihara Quan Am Tu menjadi salah satu obyek wisata tersendiri bagi pengunjung. Lokasinya tidak jauh dari kompleks pengungsian, namun berada di jalur yang berbeda. Saat ini Camp Vietnam tidak berpenghuni, karena Pemerintah Indonesia yang mengijinkan mereka tinggal di Kampung Vietnam, sedikit demi sedikit telah memulangkan mereka ke kampung halamannya. Walaupun saat ini tempat tersebut kosong, Kampung Vietnam masih merupakan tempat wisata di Batam yang menarik untuk dikunjungi
Di camp ini, Anda masih dapat menyaksikan sisa-sisa peninggala para pengungsi Vietnam atau yang terkenal dengan sebutan manusia perahu, seperti rumah sakit PMI, rumah sakit UNHCR, museum, gereja, pagoda, hingga pemakaman. Beberapa tempat ibadah, termasuk Maria Immaculata Gereja Katolik yang juga dibangun disini ketika pengungsi Vietnam mendiami wilayah ini (1979-1996) masih digunakan untuk ibadah keagamaan termasuk pada hari besar. Beberapa tempat ibadah yang dibangun ketika warga Vietnam masih ada mempertahankan bentuk aslinya. Banyak yang masih bisa digunakan. \
Camp Vietnam terletak sekitar 70 kilometer dari pusat Kota Batam. Dari pusat kota, dapat dicapai melalui jalan darat melalui Trans Barelang dibangun selama Otorita Batam dipimpin oleh BJ Habibie. Kini, Camp Vietnam merupakan tempat wisata alternatif setelah berbagai tempat modern yang dibangun di Batam. Camp Vietnam tempat wisata sejarah serta salah satu tujuan wisata utama Batam. (dari berbagai sumber)