KONDISI paska kebakaran besar di Selatpanjang begitu sulit. Warga yang menjadi korban kebakaran, kemudian ditampung di lokasi pengungsian, tidak jauh dari kota Selatpanjang. Lahannya merupakan pinjaman dari seorang pengusaha Tionghoa di sana. Beberapa warga berkemampuan lainnya, menyumbangkan bahan bangunan untuk bisa didirikan menjadi tempat tinggal sementara.
Sekelompok warga etnis Tionghoa di sana, kemudian melaporkan peristiwa kebakaran besar yang terjadi ke konsulat RRT yang ada di kota Medan. Mereka berharap ada bantuan yang datang dari pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk membantu para korban etnis Tionnghoa yang terdampak.
Bagi keluarga Muljadi, peristiwa kebakaran besar itu benar-benar membuat kondisi mereka seperti jatuh ke titik nadir di tanah perantauan. Tidak ada lagi harta yang tersisa. Sumber pendapatan keluarga yang selama ini diupayakan oleh sang ibu juga terhenti. Harapan mereka adalah bantuan dari pemerintah RRT untuk bisa memulangkan mereka ke tanah para leluhur di daratan Tiongkok.
Dalam waktu tidak terlalu lama, informasi dari konsulat RRT di Medan yang diteruskan ke pemerintahan RRT mulai berbuah hasil. Pihak konsulat RRT di Medan memberi kabar baik. Pemerintah RRT segera mengatur pengiriman kapal ke Selatpanjang untuk proses pemulangan warga etnis Tionghoa di Selatpanjang yang jadi korban kebakaran.
Proses pendataan warga etnis Tionghoa di Selatpanjang kemudian dilakukan. Keluarga Muljadi adalah yang termasuk ikut mendaftar untuk bisa dipulangkan ke tanah leluhur di daratan Tiongkok.
“Kami masuk dalam kelompok ketiga yang akan dipulangkan ke tanah leluhur di Tiongkok. Ada kebahagiaan saat itu karena membayangkan kehidupan baru di tanah leluhur kami”, ujar Muljadi haru dalam catatannya.
Proses deportasi warga etnis Tionghoa di Indonesia oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) saat itu, selain karena peristiwa kebakaran di Selatpanjang, juga mengakomodir permintaan warga Tionghoa di bumi nusantara ini yang enggan melepaskan kewarganegaraan mereka sesuai aturan pemerintah Indonesia. Selain di Selatpanjang, pemerintah RRT juga merencanakan pemulangan warga etnis Tionghoa yang ada di Pontianak – Kalimantan Barat dan juga provinsi Aceh.
“Paska kebakaran hebat di Selatpanjang, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di kota kecil ini juga semakin sulit”, kata Muljadi.
Bulan September tahun 1960, kapal pertama dari RRT yang diberangkatkan dari Hongkong, tiba di Selatpanjang. Total ada 702 warga etnis Tionghoa di sini yang diangkut dan pulang ke tanah leluhur di daratan China. Keluarga Muljadi yang masuk dalam kelompok ketiga pemulangan, masih terus menunggu kapal selanjutnya datang ke Selatpanjang dan membawa mereka Kembali ke tanah para leluhur. Namun, kapal kedua dan seterusnya yang ditunggu-tunggu mereka tidak pernah kunjung datang.
Bersambung
[…] Selanjutnya : Deportasi, Harapan Kembali ke Tanah Leluhur | Masa Belia, Masa Merintis Usaha – MENEROBOS WAKTU’… […]