SETELAH berdirinya PSMTI Batam, maka didirikan Yayasan Marga Tionghoa Indonesia (YMTI) di kota ini. Para pendiri yayasan antara lain ; Soehendro Gautama, Eddy Hussi, Rudy Tan dan Muljadi. Mereka melihat lebih jauh ke depan. Dalam rapat-rapat dan urun rembuk para pendiri yayasan, dibahas rencana kegiatan yang lebih berarti untuk masyarakat.
Saat itu, para pendiri yayasan berunding. Soehendro Gautama menyampaikan, kelemahan Batam sebagai daerah border atau perbatasan adalah tidak memiliki universitas atau Perguruan Tinggi (PT). Sehingga, generasi muda Batam dan Kepri harus keluar daerah untuk kuliah. Di sisi lain, kondisi tersebut menyebabkan lulusan perguruan tinggi daerah lain yang akan lebih banyak berada di Batam serta Kepulauan Riau.
‘’Akan lebih baik kalau kita membangun sumnber daya manusianya,’’ kata Soehendro Gautama saat itu.
Secara terpisah, Asmin Patros mengatakan, YMTI juga melihat, selama ini kesan yang ada di tengah masyarakat, orang Tionghoa ini tahunya cuma dagang saja. ‘’ Nah, para tokoh YMTI merasa terpanggil, bagaimana mencerdaskan anak bangsa. Caranya, menyediakan perguruan tinggi yang bagus dan bisa diakses dengan mudah oleh warga Kepri. Inilah dasar mendirikan Universitas Intenasional Batam (UIB),’’papar Asmin Patros.
Sejak awal reformasi, Muljadi dan tokoh-tokoh Tionghoa lainnya secara konsisten memperjuangkan bagaimana caranya agar orang-orang muda di Kepulauan Riau bisa mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Para pendiri Yayasan Marga Tiongha Indonesia termasuk Muljadi setuju.
‘’Kami ini tidak sekolah tinggi, kami setuju dan mendukung,’’ kata Soehendro Gautama, menirukan tanggapan tokoh-tokoh Tionghoa di Batam saat itu.
‘’Muljadi adalah salah satu pendiri UIB. Jiwa sosialnya tidak diragukan lagi,’’ tambah Soehendro Gautama.
Tidak hanya menggagas berdirinya sebuah universitas, para pendiri YMTI juga merencanakan membangun Rumah Duka Tionghoa. Mengapa rumah duka?
‘’Dulu, yang dijadikan rumah duka saat ada warga Tionghoa yang meninggal dunia adalah di rumah keluarga atau di ruko-ruko. Akibatnya, tidak ada tempat parkir untuk para pelayat dan ini mengganggu tetangga kiri dan kanan. Itu sebabnya, yayasan berencana membangun rumah duka,’’ kata Soehendro Gautama.
Hal senada dikatakan Asmin Patros. Batam yang terus berkembang menjadi kota besar, interaksi warga Tionghoa yang tinggal di ruko juga semakin kental. Sehingga, kalau ada keluarga yang meninggal dunia, disemayamkan di rumah. ‘’Ini bisa mengganggu aktivitas warga lainnya,’’ kata Asmin Patros.
Yayasan Marga Tionghoa Indonesia (YMTI) Batam akhirnya mendirikan Universitas Internasional Batam (UIB) dan Rumah Duka Marga Tionghoa di Jalan Gajahmada, Baloi Indah. Kampus UIB dan Rumah Duka, diresmikan pada tanggal 28 November 2000, bertepatan dengan peringatan ulang tahun PSMTI Batam.
Awalnya, Universitas Internasional Batam berlokasi di kawasan Engku Putri, Batam Center sebagai tempat kegiatan perkuliahan. Pada tahun 2003, Universitas Internasional Batam memiliki kampus yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Baloi Sei Ladi, Batam yang lebih luas dan representatif.
‘’Pada saat awal UIB berdiri, tidak mudah mendapatkan mahasiswa baru. Sehingga, para pendiri yayasan menjadi bapak angkat dua atau tiga mahasiswa, siapa saja yang mau kuliah. Termasuk Pak Muljadi, Sampai seperti itu,’’ kata Soehendro Gautama mengenang kisah awal-awal beroperasinya UIB.
Saat ini, 22 tahun kemudian, UIB memiliki 6 Fakultas dan 12 Program Studi yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Saat ini UIB memiliki 6 prodi terakreditasi A, 4 prodi terakreditasi B, dan 2 prodi baru yang masih dalam proses akreditasi. Melalui program internasional, UIB juga berhasil menjalin kerjasama dan kerjasama dengan 32 universitas terkemuka di Asia Tenggara dan Asia.
Selanjutnya :Kerusuhan Selatpanjang 2001 I Mengurus Ribuan Pengungsi Selatpanjang– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 39)