MULJADI mulai sakit tahun 2003. Awalnya, ia susah buang air besar. Semula, ia mengira terkena ambeien, lalu memeriksakan diri ke dokter. Saat dicek darahnya dan diperiksa dokter lebih detail, hasil diagnosa dokter menyimpulkan, Muljadi terkena penyakit kanker usus.
‘’Biasanya, dalam kondisi seperti itu, seseorang tidak mudah mengambil keputusan dioperasi. Tapi, Papi saya hanya bilang, kanker usus? Saya harus bagaimana? Saat itu juga Papi memutuskan dioperasi dan harus kemoterapi selama hampir 20 tahun ke depannya. Papi saya adalah cancer survival dan sembuh,’’ cerita Merry Muljadi.
STROKE DI KAPAL PESIAR
AKHIR tahun 2005 Muljadi berlibur bersama-sama teman-temannya naik kapal pesiar di Singapura. Saat itu, anak-anaknya juga berencana pergi liburan.
‘’Pergilah cari tempat liburan, nanti sepulang saya naik kapal pesiar, kita liburan bersama,’’ pesan Muljadi kepada putrinya, Merry dan Princip. Muljadi pun naik kapal pesiar untuk liburan.
Kebetulan, di kapal pesiar seorang artis terkenal bernama Zhen Ni sedang manggung. Artis ini adalah idola Muljadi. Ia sudah lama mengaguminya sebagai fans-nya. Sambil bercanda, kepada kawan-kawannya Muljadi berkata, apakah ia bisa meminta Zhen Ni menyanyikan lagu untuknya. Jika sang artis bersedia, Muljadi akan membayar 40 ribu Dolar Singapura.
‘’Ini hanya candaan saya dengan kawan-kawan saya,’’ tulis Muljadi.
Tiba-tiba, Muljadi merasa ada yang tidak beres dengan kakinya. Muljadi menduga, kakinya yang lemah mendadak adalah gejala stroke. Muljadi masih sadar dan segera menghubungi petugas medis di kapal pesiar itu. Ia segera mendapat perawatan medis dan diinfus.
Kabar sakitnya Muljadi, disampaikan ke keluarga dan anak-anaknya. Kontan, mereka kaget. Sebab, saat memulai perjalanan dengan kapal pesiar, Muljadi sehat dan baik-baik saja. Saat itu, Merry dan Princip Muljadi, sedang di Singapura, ada telepon yang mengabarkan bahwa Muljadi terkena stroke saat sedang berada di kapal pesiar.
‘’Dengar ya. Saya terkena stroke Tapi ringan dan tidak apa-apa,’’ katanya kepada Merry dan Princip Muljadi. Anak-anaknya berencana mengirim helikopter untuk membawa Muljadi ke rumah sakit. Namun, rencana ini ditolak oleh pihak kapal pesiar sehingga Muljadi hanya dirawat di kapal dan dipasang infus. Tentu saja seluruh anak-anak Muljadi risau.
‘’Papi masih bisa bicara. Beliau minta kami tunggu kapal merapat di Singapura dan kita ke rumah sakit. Malam itu, kami galau dan tidak bisa tidur, putus kontak sama sekali karena kapal pesiar masih di tengah laut. Kami panggil ambulan dan menunggu di Harbour Front. Kapal datang, Papi didorong kursi roda, lalu dibawa ke rumah sakit Mount Elizabeth,’’ cerita Merry Muljadi, dengan mata berkaca-kaca.
TENGAH MALAM, ISTRI STROKE DAN KOMA
MULJADI masih ingat persis tanggal kejadiannya. 6 September 2013 tengah malam di rumahnya di Batam. Tiba-tiba, ia mendengar teriakan sang istri dari kamar mandi. Muljadi kaget , ternyata istrinya, Lusi terjatuh dan pingsan karena stroke. Terjadi pendarahan di otak dan bisa membahayakan nyawanya.
Tengah malam itu, Muljadi melarikan istrinya ke rumah sakit di Batam untuk mendapatkan pertolongan medis. Tim dokter di Batam melakukan scan otak. Hasil pemeriksaan dokter, sang istri mengalami pendarahan di otaknya. Muljadi lalu merujuk istrinya berobat ke Singapura dan membawanya ke negara tetangga itu naik kapal ferry.
Di Singapura, dokter yang melakukan pemeriksaan seksama kemudian mengatakan, pembuluh darah di otak Lusi Adlin, istri Muljadi, pecah dan harus segera dilakukan tindakan operasi. Lusi dimasukkan ke ruangan Intensive Care Unit (ICU) ruangan khusus untuk merawat dan memantau kondisi pasien yang sakit parah.
‘’Dokter mengatakan bahwa kemungkinan operasi berhasil hanya 50 persen. Saya tetap memutuskan agar operasi tetap dilaksanakan,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Setelah menjalani operasi selama berjam-jam, kepada Muljadi, tim dokter di Singapura mengatakan, kondisi istrinya tidak terlalu baik dan belum stabil. Namun, pendarahan di otak Lusi berhasil dihentikan. Istri Muljadi dalam kondisi koma. Selama 20 hari, ia dirawat di unit perawatan intensif, lalu dipindahkan ke ruangan ICU selama satu bulan lebih. Setelah itu, baru dipindahkan ke ruang rawat inap biasa.
Putrinya. Merry Muljadi menceritakan, saat sang Mami jatuh sakit dan berbulan-bulan dirawat di rumah sakit, sang papi dalam kondisi stroke dan lumpuh. Ia harus memakai kursi roda. Setiap jam 7 pagi, ia meminta untuk diantar ke rumah sakit dan setia menemani sang istri di rumah sakit.
Selama dua bulan lamanya, Lusi harus dirawat di ruang ICU. Muljadi tetap menemaninya dari luar ruangan. Bahkan saat anak- anaknya menyuruh Muljadi untuk pulang beristirahat ia mengatakan, “Tidak bisa, saya harus datang.” Ini dilakukan Muljadi setiap harinya, termasuk pada hari Sabtu dan Minggu.
Setiap hari, Muljadi menangisi istrinya yang jatuh sakit. “Kenapa bukan Papi yang harus sakit, kenapa Mami? Mami itu begitu baik menemani Papi. Tapi kenapa Mami harus sakit seperti ini,’’ kata Muljadi kepada Merry.
Jika tiba- tiba kondisi istri Muljadi sedang dalam kondisi yang tidak baik, saat tengah malam pun Muljadi akan datang ke rumah sakit. Meski sesampainya di sana, ia juga tidak dapat berbuat apa-apa. Muljadi hanya duduk diam menunggu.
Selanjutnya : Berbulan-bulan Menunggui Istri di Rumah Sakit I Sakit Bersama Istri, Bertahun-tahun Berjuang Sembuh– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 41)