SAAT kecil, Alim Muljadi, anak sulungnya sudah merasakan susahnya kehidupan keluarga di Selatpanjang. Ia sempat tinggal di rumah kontrakan berlantai tanah. Sebagai anak tertua, Alim harus memberi contoh yang baik kepada enam adik-adiknya. Ayahnya sibuk bekerja dan jarang pulang ke rumah. Mereka baru pindah ke rumah sendiri yang cukup bagus di Jalan Merbau nomor 20 kota Selatpanjang saat sang Ayah, Muljadi, bekerja di perusahaan kayu.
‘’Dari cerita nenek, Papi saya menjual bahan pokok. Sering rugi karena kapalnya tenggelam beberapa kali. Beberapa bulan, Papi tidak pulang-pulang. Tidak ada kabar berita. Ternyata selamat dan tahu-tahu sudah pulang ke rumah,’’ kata Alim Muljadi mengenang masa-masa kecilnya.
Dalam ingatan Alim, kehidupan ekonomi keluarganya mulai berubah setelah sang Ayah tidak lagi berlayar dan mulai berbisnis sebagai pengusaha kayu. Proyeknya berlokasi di Pulau Cawan, Tembilahan, Provinsi Riau. Pulau Cawan memiliki hutan bakau yang sangat luas. Jarak tempuh dari Selatpanjang ke Tembilahan, naik speed boat melalui jalur laut 5 jam. Sementara jika menempuh melalui perjalanan dari Tembilahan melalui jalur darat kemudian menyeberangi laut adalah sekitar 6 jam.
‘’Saya beberapa kali diajak Papi ke Pulau Cawan,’’ kata Alim Muljadi.
Momen yang berkesan dan tak terlupakan bagi Alim Muljadi adalah ketika sang ayah memindahkan seluruh keluarganya ke Jakarta. Saat itu, Alim baru berusia 13 tahun.
‘’Kami semua pindah sekolah ke Jakarta. Adik saya yang paling kecil masih 3 tahun. Wawasan beliau soal pendidikan luar biasa. Kalau kami masih sekolah di Selatpanjang, mungkin saya dan adik-adik saya tidak seperti hari ini,’’ kata Alim Muljadi menerawang ke masa lalu.
Di Jakarta, keluarga Muljadi berkomunikasi sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia. Namun di rumah, semua anak-anaknya wajib berbahasa Hokkian, bahasa leluhur mereka.
‘’Ini ditegaskan Papi agar bahasa leluhur kami tidak hilang. Di luar rumah bebas, termasuk berbahasa Betawi. Jadi, kami semua anak-anaknya bisa berbahasa Hokkian, tapi cucu-cucunya sudah tidak bisa,’’ cerita Alim Muljadi.
Saat keluarganya tinggal dan sekolah di Jakarta, Alim mengaku jarang bertemu dengan sang ayah. Jarak yang jauh antara Jakarta dan pulau Cawan di Tembilahan, Riau, membuat ayahnya lebih sering tidak bersama keluarga.
‘’Dari Pulau Cawan naik speed boat ke Tembilahan, terus ke Pekanbaru, baru terbang ke Jakarta. Melihat kami dua tiga hari saja, kemudian balik lagi ke Selatpanjang, sebelum kembali ke Pulau Cawan. Beliau tidak selalu bersama kami,’’ ungkap Alim Muljadi yang memang sudah sering ditinggal pergi sang ayah sejak kecil.
Saat dibawa ayahnya ke Pulau Cawan, Alim kecil melihat banyak sekali potongan-potongan kayu, serta ribuan orang yang bekerja di pulau itu. Potongan-potongan kayu itu, dibiarkan berjalan mengikuti aliran sungai sampai ke pelabuhan. Alim jadi tahu bahwa pekerjaan ayahnya berhubungan dengan produksi kayu yang dihasilkan dari pulau kecil di kabupaten Tembilahan, Riau itu.
‘’Di sana, papi memimpin ribuan pekerja. Keadaan juga tidak selalu baik-baik saja. Kadang ada yang bersengketa sampai mengeluarkan senjata tajam,’’ ujar Alim Muljadi mengingat kembali pengalamannya saat dibawa sang ayah ke lokasi pulau Cawan.
Alim kecil hingga remaja lebih banyak menghabiskan hari-harinya bersama sang ibu dan adik-adiknya di ibukota, Jakarta. Secara finansial, kehidupan keluarganya sudah jauh lebih baik dibanding saat tinggal di Selatpanjang.
Setamat SMA, Alim diterima kuliah di dua universitas di Jakarta. Tapi, ia ingin melanjutkan pendidikannya di Australia. Dari tahun 1985 hingga 1991 Alim menempuh Pendidikan manajemen dan ekonomi di Australia. Setelah tamat, anak sulung pasangan Muljadi dan Lusi ini langsung pulang ke Batam, tempat baru sang Ayah memulai bisnisnya di sektor properti.
‘’Papi bilang, kuliah di Australia saja. Saya disuruh mengurus dokumen sendiri lalu berangkat ke Australia, ‘’ kata Alim Muljadi.
Alim masih ingat, saat tiba di Batam, hotel Nagoya Plaza milik ayahnya baru berdiri dan beroperasi. Mulyadi kemudian mengenalkan putra sulungnya itu kepada para karyawan hotel.
‘’Ini anak saya. Baru pulang sekolah dari Australia, tugasnya sebagai sales marketing executive’’ kata Alim menirukan ucapan ayahnya saat itu.
Padahal menurut Alim, sebelumnya, para manajer hotel menduga, ia bakal jadi pimpinan hotel berbintang tiga itu. Minimal menjabat sebagai General Manager di hotel yang tergolong mewah di Batam saat itu.
‘’Sebelumnya, mereka pikir ini anak bos pulang. Pasti jadi General Manager. Setelah tahu jabatan saya hanya itu, semua manajer menjauh,’’ kata Alim sembari tertawa.
Sang ayah kemudian diketahui menjual hotel Nagoya Plaza pada tahun 1996. Menurut Alim, insting bisnis ayahnya termasuk kuat. Muljadi menyebut bakal terjadi badai keuangan kepadanya. Dua tahun kemudian, terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia.
‘’Saya salut dengan insting bisnis Papi yang akhirnya menjual hotel itu, sebelum terjadi badai keuangan,’’ kata Alim Muljadi.
Alim Muljadi kemudian memutuskan berbisnis sendiri dengan dorongan sang ayah, sebelum akhirnya berkiprah secara mandiri dalam karier, lepas dari bayang-bayang sang ayah. Muljadi menyetujui keinginan putera pertamanya itu.
“Secara pribadi, beliau bilang, saya sudah sekolahkan kamu sampai lulus kuliah. Kalau kamu tidak rajin dan malas-malasan, nggak bisa makan, itu urusanmu, bukan urusan saya,’’ kata Alim menirukan pesan ayahnya. Inilah yang mendorong semangat Alim untuk terus giat bekerja.
‘’Papi tidak pernah marah kepada saya. Tapi, saya selalu ditantang terus. Saya bisnis pariwisata gagal. Binis sepeda motor juga gagal. Sudah dua kali gagal. Saya selalu ditanya, kamu mau bisnis apa lagi? Kasih tahu saja. Saya jawab, saya mau kerja sama orang lain saja. Saya tidak mau ikut Papi di bisnis properti” katanya.
Bisnis properti keluarga kemudian diteruskan oleh adik-adiknya, Merry dan Princip Muljadi. Walau tidak semua adik beradiknya ikut mengelola bisnis keluarga, namun hubungan antar mereka tetap rukun dan harmonis. Alim menyebut hubungan kekeluargaan mereka sangat dekat. Tidak pernah bertengkar, termasuk masalah bisnis. ‘’Pesan Papi, selalu rukun kakak beradik.’’ kata Alim Muljadi.
Selanjutnya : Merry Muljadi : Saya akan Jaga Mami, Keluarga dan Perusahaan I Muljadi di Mata Keluarga– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 49)