LAHIR sebagai anak ketiga di Selatpajang, saat usia enam bulan Princip Muljadi sempat dititipkan dan tinggal bersama neneknya hingga usia 5 tahun di Tanjungpinang. Saat dibawa kembali ke Selatpanjang, Princip sempat enggan karena sudah merasa terbiasa dengan kehidupannya bersama sang nenek di Tanjungpinang.
’’Mami saya cerita, sebenarnya saya tidak mau dibawa pulang ke Selatpanjang, mau di Tanjungpinang saja. Tapi, Papi bersikeras, saya harus kembali ke Selatpanjang,’’kata Princip Muljadi.
Sedikit ingatan yang ada di kepalanya, saat masih kecil dan tinggal bersama neneknya di Tanjungpinang, Princip sempat dicandai saudara-saudaranya sebagai ‘’anak buangan.’’ Sementara itu, tidak banyak kenangan masa kecil yang diingat Princip di Selatpanjang. Yang ia tahu, Papinya sibuk kerja, berlayar dan jarang pulang. Rumahnya dekat pelantar dan ada kelong di belakangnya.
‘’Saya sering turun ke kelong menangkap udang,’’ katanya tertawa mengingat potongan masa kecil yang diingatnya di Selatpanjang.
Sang ayah menurut Princip, bisa dua hingga tiga bulan tidak pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Tidak heran, Princip dan saudara-saudaranya yang lain, lebih dekat dengan ibu mereka. Saat ayahnya pulang, Princip dan saudaranya, biasanya akan menyambut dengan suka cita. Kemudian mereka bisa makan enak dan sang ayah biasanya suka membagi-bagi uang untuk jajan.
Saat berusia 10 tahun, Princip yang masih kelas 5 Sekolah Dasar (SD) dan semua saudaranya pindah ke Jakarta. Ia sempat merasa asing dengan kota sebesar Jakarta. Ia juga mengaku sempat jadi bahan tertawaan teman-teman barunya di ibukota. Pasalnya, ia belum begitu fasih berbahasa Indonesia. Jika bicara di sekolah, Princip kecil sering berbicara dengan dialek Melayu Selatpanjang yang bercampur dengan bahasa Hokkian.
Di Jakarta, dari awalnya mengontrak rumah, keluarga mereka kemudian pindah tinggal di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Hanya sesekali ayahnya pulang ke Jakarta. Waktunya lebih banyak dihabiskan di tempat kerjanya di pulau Cawan, Tembilahan. Satu atau dua bulan sekali, keluarga mereka baru berkumpul lengkap, saat sang ayah pulang untuk melihat istri dan anak-anaknya yang semakin tumbuh besar.
Momen kebersamaan itu masih diingat oleh Princip. Biasanya, sang ayah akan mengajak anak-anaknya jalan-jalan ke supermarket, menonton bioskop hingga makan di restoran.
‘’Karena anak Papi tujuh orang, perginya giliran dan dibagi dua. Tiga anak diajak ke supermarket, empat anak diajak ke bioskop. Kalau makan, ikut semua,’’ kata Princip Muljadi tersenyum.
Muljadi di mata Princip adalah tipe pria pekerja keras dan sangat peduli dengan keluarga. Walau jarang memiliki waktu bersama isteri dan anak-anaknya, ia selalu memanfaatkan momen-momen berharga bersama keluarga.
“Padahal, Papi menempuh jarak yang jauh agar bisa bertemu keluarga. Dari hutan di Pulau Cawan, ke Tembilahan, Pekanbaru, baru terbang ke Jakarta”, tutur Princip mengenang.
Setamat dari SMA Tarakanita di Jakarta, Princip Muljadi kemudian mengikuti jejak abangnya, Alim Muljadi, kuliah di jurusan finance and banking di University of Techniology Sidney, Australia tahun 1988. Saat itu, ia belum banyak tahu soal Batam.
‘’Saat keluarga pindah ke Singapura, saya hanya melihat Batam dari udara, ketika pulang liburan kuliah. Atau saat mau ke Jakarta, dari Singapura berangkat dari Batam,’’ kata Princip Muljadi.
Sejak kecil hingga kuliah, Princip mengaku jarang membahas soal bisnis dengan ayahnya. Ketika tamat kuliah, ia juga memutuskan bekerja di bank, sesuai jurusannya.
‘’Saat kuliah, tidak kepikiran kerja dengan orangtua dan tidak ada rencana ke Batam. Saya bekerja di Jakarta. Untuk apa dari Jakarta pindah ke kota kecil (Batam, pen). Itu sebabnya saya bekerja di bank,” ungkap Princip.
Namun, setelah tujuh tahun bekerja di bank swasta terkemuka di bukota, pada tahun 1999, Princip Muljadi dan suami akhirnya mau pindah ke Batam atas pemintaan sang ayah. Ia kemudian diminta membantu bisnis usaha yang dikembangkan ayahnya di kota pulau itu. Bukan langsung di perusahaan properti, Princip justeru ditempatkan di perusahaan penanaman modal asing (PMA) industri batu bata, sebuah perusahaan joint antara ayahnya dengan sebuah BUMN Singapura. Ia sempat ditawari bekerja di kantor perusahaaan itu di Singapura.
‘’Saya disuruh interview, tapi suami tidak mengizinkan karena harus bolak-balik Batam-Singapura, sehingga saya memilih mengurus pabrik batu bata di Batam saja,’’ ujar Princip Muljadi.
Baru pada tahun 2007, Princip diminta kakaknya Merry Muljadi untuk membantu perusahaan properti keluarga. Ketika itu, ayahnya sudah sakit. Tugas awalnya adalah mengurus marketing, branding dan promosi produk perusahaan. Princip lalu juga terjun ke bagian operasional dan proyek sejak peluncuran ‘The Central Sukajadi’.
Sejak di bisnis properti itulah, ia merasa sang ayah semakin sering membicarakan soal bisnis dengannya. Wawasan dan kemampuannya bertambah. Tidak hanya sebatas bidang keilmuan saja, tapi juga dari menyerap pengalaman ayahnya.
‘’Papi memiliki visi yang besar dan hebat. Ia selalu berpesan, saat bekerja, bekerjalah dengan tuntas. Jangan setengah-setengah. Apa yang dimulai, harus diselesaikan,’’ kata Princip mengingat pesan ayahnya, Muljadi.
Muljadi menurut Princip, juga memperhatikan hal-hal kecil secara detail. Hal kecil menurut ayahnya, bisa menyebabkan masalah besar jika tidak segera diatasi.
‘’Jangan sampai toilet mampet, karena bisa menyebabkan kamar mandi dibongkar, jangan sampai jalan tergenang air. Hal-hal kecil itu yang diperhatikan,’’ kata Princip.
Kadang, Ayahnya juga bertanya soal penjualan dan cara pembayaran oleh konsumen. Meski punya banyak pengalaman soal bisnis, Princip tidak merasa digurui oleh ayahnya.
‘’Dulu, Papi jualan, orang bawa uang tunai pakai koper, kata Papi. Dalam hati saya, zaman sudah berubah, begitu juga cara berjualan. Namun, banyak ilmu dan pengalaman papi yang dibagikan,’’ cerita Prinsip mengenang satu momen perbincangannya dengan sang ayah, saat ia mengunjunginya di Singapura.
Sebagai kakek yang memiliki 17 orang cucu, di mata Princip, ayahnya tidak hanya berbagi pengalaman soal bisnis saja. Tapi juga tentang kesehatan. ‘’Papi selalu berpesan pada anak-anaknya agar menjaga kesehatan. ‘’Kalau saya ke Singapura, Papi pasti menyuruh saya cek kadar gula darah,’’ kata Princip Muljadi.
Selain itu, Muljadi selalu berpesan agar anak-anak dan cucunya selalu hidup rukun dan saling menjaga satu sama lain. ‘’Meski sedang sakit dan kondisi tubuhnya lemah, Papi sangat perhatian dan peduli dengan cucu-cucunya. Dia tanya, anak sulung saya mau kuliah di mana. Malah, sampai hal-hal kecil seperti menyuruh cucunya pasang kawat gigi, tes mata dan kalau ada cucunya gemuk, disuruh olahraga,’’ papar Princip soal perhatian yang diberikan sang ayah, Muljadi.
Bagi Princip, ia menjadikan Muljadi sebagai teladan dan contoh nyata dalam menjalani hidup dan bisnis yang kini diteruskan, dilanjutkan dan dikembangkan menjadi perusahaan properti papan atas di Batam. Sedangkan ibunya ibarat seorang super woman yang menjaga dan mengasuh tujuh anak, saat sang suami pergi bekerja.
Saat menerima penghargaan sebagai perusahaan properti terbaik di Batam dan di tingkat nasional, Chief Executive Officer (CEO) Central Group ini berkata, penghargaan itu ia persembahkan kepada pendiri Central Group, Muljadi.
Selanjutnya : Mariana Muljadi : Waktu Kecil Pernah Mau Diberikan ke Orang Lain I Muljadi di Mata Keluarga– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 51)