ASMIN Patros mengenal Muljadi tahun 1991, setelah pindah dari Bandung ke Batam. Ia mengaku mengenal Muljadi melalui perantara sang abang, Saptono Mustakim. Saat itu menurutnya, Muljadi sudah dikenal sebagai pemilik hotel Nagoya Plaza dan seorang kontraktor ternama di Batam.
’’Saat baru kenal, Pak Muljadi adalah orang yang sangat bersahaja. Meski beliau orang kaya, tapi gaya hidupnya sederhana. Pergaulannya tidak membeda-bedakan orang. Saya langsung respek dengan sosok beliau,’’ kata Asmin Patros.
Cara bicaranya juga santun. Meski usianya lebih tua dari Asmin, sosok Muljadi adalah orang yang suka mendengar masukan orang lain, termasuk orang yang lebih muda dari dirinya. “Itu yang membuat saya terkesan. Itu sebabnya, ketika saya ditawari bekerjasama, saya tertarik dan bergabung dengan grup usaha Pak Muljadi, ”kenang Asmin Patros.
Menurut Asmin, orang sering menyangka sosok Muljadi adalah orang yang pendiam. Kalau tidak kenal, Muljadi memang bukan orang yang banyak bicara. Tapi jika sudah kenal, ia adalah seorang entrepreneur yang hebat. Idenya banyak.
“Hanya saja, pada saat itu tidak banyak orang yang bisa menerjemahkan ide-ide kreatif pak Muljadi. Termasuk anak-anaknya , karena saat itu belum semua bergabung di Batam”, lanjut Asmin.
Muljadi adalah salah satu tokoh pendiri PSMTI Batam. Tujuan mendirikan PSMTI sendiri kala itu adalah untuk membuktikan bahwa warga Tionghoa juga bagian yang tidak terpisahkan sebagai warga negara Indonesia. Cita-citanya adalah bahwa organisasi PSMTI jadi bagian dari warga NKRI. “Hidup mati kita di Indonesia dan kita bekerja untuk memajukan Indonesia”, katanya.
Pada satu momen rapat pertama pembentukan PSMTI menurut Asmin, banyak orang yang hadir, tapi tak berani menandatangani absensi karena trauma. Jadi, agar tidak terkotak-kotak antara Riau daratan dan Riau Kepulauan, dipilihlah sosok Soehendro Gautama yang berasal dari Balikpapan dan lama di Surabaya serta berlatar belakang pendidikan tinggi untuk menjadi ketua PSMTI Batam. Muljadi sendiri menjadi Wakil Ketua I pada kepengurusan PSMTI periode pertama.
Sejak awal reformasi, Muljadi juga termasuk tokoh yang secara konsisten memperjuangkan bagaimana caranya agar orang-orang muda di Kepulauan Riau bisa mendapatkan pendidikan tinggi. Asmin menilai, keterlibatan Muljadi yang ikut mendirikan Yayasan Marga Tionghoa Indonesia Batam dan menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Internasional Batam dan Rumah Duka Tionghoa adalah buktinya.
“Saat kerusuhan rasial di Selatpanjang tahun 2001, Pak Muljadi selain seorang pengusaha, juga seorang yang sangat peduli dan peka terhadap kehidupan sosial. Pak Muljadi merasa terpanggil agar bagaimana orang-orang Selatpanjang yang mengungsi ke Batam bisa ditangani dan dilayani dengan baik. Kami siapkan kapal. Ada yang berangkat dari Selatpanjang, ada kapal yang menjemput dari Batam ke Selatpanjang. Kami menunggu di pelabuhan beton Sekupang, lalu warga Selatpanjang dibawa ke puluhan ruko untuk penampungan sementara dan ke vihara”, kenang Asmin lagi.
Saat itu menurut Asmin, kehadiran para pengurus PSMTI Batam benar-benar diuji. Apakah PSMTI bisa memberi manfaat atau tidak kepada anggotanya. Keterlibatan aktif para pengurus dalam menangani kejadian tersebut, akhirnya memberi bukti bahwa organisasi PSMTI memang memberi dampak positif. “Saat itu, siapapun yang ada di kapal kita layani. Yang mengungsi tidak hanya orang Tionghoa saja”, kata Asmin.
PSMTI sendiri didirikan untuk mengemban misi sosial kemasyarakatan. Organisasi itu tidak hanya membantu orang yang butuh pertolongan. “Kalau seperti itu, sama dengan pemadam kebakaran. Kita ingin ada sesuatu yang lebih berarti”, lanjutnya.
Dari urun rembuk para tokoh PSMTI, muncul ide bahwa di kota besar seperti Batam, interaksi antar warga yang tinggal di ruko semakin kental. Jika ada warga Tionghoa yang meninggal, disemayamkan di rumah atau ruko. Ini bisa mengganggu aktivitas warga lainnya. Maka PSMTI memutuskan membangun sebuah rumah duka (Kini terletak di daerah Batu Batam, Baloi-Batam, pen).
“Selama ini kesan di tengah masyarakat, orang Tionghoa tahunya cuma dagang saja. Nah, para tokoh PSMTI termasuk pak Muljadi, merasa terpanggil, bagaimana mencerdaskan anak bangsa. Caranya, menyediakan perguruan tinggi yang bagus dan bisa diakses dengan mudah oleh warga Kepri. Inilah dasar mendirikan Universitas Intenasional Batam (UIB)”, kata Asmin.
Meski Muljadi tidak mengenyam pendidikan tinggi, hampir semua anak-anak Muljadi bahkan sampai ke cucu-cucunya bersekolah di luar negeri. Saat tamat kuliah, mereka juga tidak langsung diberi jabatan tinggi di perusahaan, tapi mulai dari bawah.
“Ini justru cara orangtua mendidik anak yang benar. Jangan anak-anak diberikan jabatan, tapi harus berproses dari bawah. Anak-anaknya pun merespon dengan baik. Tidak langsung jadi bos, tapi memulai karirnya dari bawah”, kata Asmin.
“Kelebihan sosok pak Muljadi dibandingkan beberapa pengusaha besar lainnya, anaknya langsung dijadikan komisaris dan direktur, tapi Pak Muljadi mendidik dan melatih anak-anaknya dari bawah. Dan hasilnya nyata. Ibu Merry dan Ibu Princip kini menjadi pengusaha-pengusaha tangguh”, lanjutnya.
Legacy yang ditinggalkan Muljadi menurut Asmin, harus menjadi contoh dan suri tauladan. Baik itu bagi anak-anaknya, menantu, cucu-cucu, bahkan juga bagi masyarakat secara umum. “Kenapa? Karena beliau tidak mengenyam pendidikan tinggi, tapi sangat sadar pentingnya pendidikan bagi anak-anak di masa depan”, kata Asmin lagi.
“Berbanggalah menjadi anak cucu keluarga besar Muljadi. Saya kenal baik Pak Muljadi. Beliau orang baik. Tidak hanya seorang pengusaha, tapi juga sangat perduli dengan masalah sosial kemasyarakatan. Apa yang dilakukan beliau, harus menjadi contoh tidak hanya bagi anak menantu dan cucunya, tapi juga bagi masyarakat Kepulauan Riau.
Selanjutnya : Yulie Kioe : Muljadi Ulet, Gesit dan Pintar Kalkulasi Bisnis I Testimoni – MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 58)