GENERASI milenial, jadi incaran partai politik dalam mendulang suara. Mulai 2019 dan 2024 nanti. Namun, pendidikan politik untuk mereka masih sangat minim.
Strategi konvensional kurang relevan di era digital. Tidak ada pilihan lain bagi parpol dan pemerintah melakukan pendidikan politik secara digital bagi milenial.
Milenial, lebih suka musik, film, game dan teknologi. Mereka kurang suka berita politik. Kemasan pesan politik yang disampaikan, tidak menarik bagi kaum milenial.
Partai sebagai mesin politik, berfungsi menghidupkan demokrasi. Komunikasi, sosialisasi dan kaderisasi politik. Namun, partai politik yang oligarki, kaderisasi tidak berjalan. Sirkulasi elit tidak berjalan. Yang muncul adalah 4 L : Lu Lagi, Lu Lagi.
Otonomi daerah juga tidak menghasilkan calon pimpinan berkualitas untuk jadi menteri, wakil presiden dan presiden. Ini karena parpol dan otonomi daerah jalan sendiri-sendiri.
Para politisi memanfaatkan selebgram, youtuber, tiktoker belum tentu efektif. Yang harus dilakukan, membuat konten bekerjasama dengan content creator.
Ikuti wawancara dengan Profesor DR Syarief Hidayat MA, pakar politik dan otonomi daerah, peneliti senior, dosen, jebolan Flinders University, Australia.
(*)