Socratestalk.com, BATAM – Untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan di sekolah, seluruh siswa, guru dan perwakilan walimurid SMPN 65 Batam mengikuti kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan di satuan pendidikan yang digelar di Aula SMPN 65 Batam, Selasa (7/11/2023).
Sosialisasi ini dilakukan SMPN 65 Batam juga menyikapi terbitnya Permendikbud No 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan pada 4 Agustus 2023 lalu. Setiap satuan pendidikan saat ini, mulai dri SD, SMP hingga SLTA harus melaksanakan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di masing-masing sekolah.
Sebagai narasumber dalam kegiatan ini, SMPN 65 Batam menghadirkan Pemerhati Anak dan Aktivis Perlindungan Anak di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau Eri Syahrial.
Kepala SMPN 65 Batam Neli Evawati dalam sambutannya mengatakan, sosialisasi ini dilaksanakan dalam rangka melaksanakan Permendikbud 46 tahun 2023. Diharapkan semua pihak, mulai dri siswa, guru, orangtua dan lainnya dapat memahami apa itu kekerasan, bagaimana melakukan pencegahan dan penanganannya.
‘’Kita sudah membentuk tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Kita juga melibatkan peran serta komite sekolah dan orangtua untuk kemajuan sekolah, termasuk dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah,’’ ungkap Neli.
Disampaikan Neli, SMPN 65 Batam merupakan sekolah baru dan beberapa bulan ini menempati gedung sekolah baru sehingga masih minim sarana parasarana pendidikan. Namun kita berupaya memajukan pendidikan, termasuk pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah.
‘’Kita maunya tidak ada kekerasan di sekolah. Kita inginkan anak-anak belajar dengan aman dan terlindungi. Para pendidik juga ingin mengajar dengan tenang,’’ katanya.
Melalui TPPK yang dibentuk, Neli berharap bisa bekerja dengan baik. Kalau ada kekerasan yang terjadi, maka tim yang bekerja untuk mencegah dan menangganinya lewat mekanisme yang ada.
Sebagaimana diketahui, Permendikbud tersebut lahir merespos masih banyaknya terjadi kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Makarim dalam berbagai kesempatan menyampaikan 3 dosa besar pendidikan yang masih terjadi sampai saat ini. Yaitu terjadinya perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi.
Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan
Dalam paparannya, Eri Syahrial menyampaikan data-data kasus pada anak yang terjadi di lingkungan pendidikan di Idonesia, termasuk yang terjadi di Batam dan Provinsi Kepulauan Riau. Kasus yang kerap terjadi di sekolah adalah perundungan (bullying) dalam bentuk kekerasan fisik, psikis dan bisa juga mengarah pada kekerasan seksual.
Berdasarkan data yang Komisi Perlindungan Anak (KPAI), kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan termasuk kedua tertinggi di Indonesia dari berbagai macam kasus anak. Berdasarkan tempat terjadinya, kasus kekerasan pada anak paling banyak terjadi di dalam rumah tangga dan di pengasuhan alternatif.
‘’Banyak juga kasus kekerasan yang terjadi di rumah, namun terdeteksi di sekolah saat guru melihat kondisi anak saat belajar. Guru diharapkan juga bisa membantu korban anak seperti ini sehingga anak bisa belajar dengan baik,’’ kata Eri.
Dua tempat lain yang menjadi tempat kekerasan pada anak adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan dunia maya atau media sosial. Pelajar atau anak merupakan kelompok paling rentan alami kekerasan, perundungan (cyber bullying) pelecehan, grooming . Bahkan ada juga usia anak yang menjadi pelaku kekerasan termasuk di dunia maya sehingga menjadi anak yang berhadap hukum (ABH).
‘’Tren kasus anak yang disumbang karena pengaruh negatif gadget dan internet meningkat dari tahu ke tahun. Ini sesuai dengan perubahan tren pemanfaatan waktu luang remaja yang banyak dihabiskan untuk bermain gadget. Sehingga terjadi perubahan tren kejahatan, dari konvensional beralih ke berbasis cyber media sebagai medium perantara,’’ ujar Eri.
Untuk mencegah siswa tidak menjadi pelaku atau menjadi korban kekerasan, lanjut Eri, maka salah satu upaya adalah dengan memberikan pengetahuan, pemahaman dan menanamkan berbagai macam nilai-nilai yang dibutuhkan tumbuh kembang anak mencapai kedewasaan. Seperti nilai-nilai moral, agama, hukum, sosial budaya dan lainnya yang diberikan lewat pendidikan.
Dijelaskan Eri, banyak pelajar yang melakukan kekerasan karena faktor tidak tahu apa akibat dan dampaknya bagi korban dan bagi dia sendiri sebagai pelaku. Kebanyakan remaja tidak cakap hukum.
‘’Demikian juga dengan anak yang jadi korban. Ia menjadi paham bagaimana keluar dari kerentanannya, apa yang bisa dilakukan dan tahu kemana melapor minta perlindungan,’’ katanya.
Materi sosialisasi ini mendapatkan respon yang baik dari guru, siswa dan orangtua. Ada siswa yang bertanya soal pergaulan bebas yang terjadi pada kalangan remaja dan apa akibatnya.
Diakui Eri, saat ini banyak remaja di Batam melakukan pergaulan bebas. Diantaranya melakukan hubungan seksual sebelum nikah sehingga korban ada yang hamil, putus sekolah sekolah, menikah usia muda, tidak bisa mengejar cita-cita dan lainnya. Sementara remaja laki- lakinya ada yang dipenjarakarena harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Banyak Menyelesaikan kasus Kekerasan di Sekolah
Pembicara sudah lama berkecimpung dalam dunia perlindungan anak antara lain pernah sebagai ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPAD), Ketua PKPAID, dan saat ini sebagai sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batam.
Selain sering memberikan penyuluhan ke berbagai sekolah dalam rangka implementasi sekolah ramah anak, selama ini Eri Syahrial kerap menjadi tempat konsultasi para guru atau orangtua ketika terjadi kasus kekerasan di sekolah.
Bahkan ia turut membantu menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah atau konflik yang terjadi antara sekolah dengan orangtua. Salah satunya caranya diselesaikan dengan mediasi dan dalam bentuk rekomendasi hal-hal yang harus dilakukan.***