PADA saat sedang membangun hotel Nagoya Plaza di awal tahun 1990-an, Muljadi juga membeli sebidang tanah yang bisa digunakan membangun 40 unit rumah toko. Ia lalu mendirikan sebuah perusahaan baru. Muljadi memberikan 50 persen saham perusahaan tersebut kepada tiga orang temannya. Menurut Muljadi, keputusan tersebut adalah untuk kebaikan Bersama. Perusahaan pengembang ruko yang baru didirikannya tersebut adalah juga perusahaan yang membangun hotel Nagoya Plaza.
‘’Saya orang yang ramah dan memiliki banyak teman berbisnis. Prinsip saya, kalau ada kesempatan, harus digarap secara bersama-sama,’’ tulis Muljadi dalam catatannya. Komplek yang terdiri dari puluhan unit ruko itu kemudian dinamakan Nagoya Newton, beroperasi pada tahun 1992.
Batam di awal tahun 1990 mulai berkembang pesat. Keputusan Muljadi berinvestasi di sini tidak salah. Sebuah Kawasan industri besar pertama di Batam seluas 320 hektar mulai beroperasi di Kawasan Mukakuning. Kawasan industri itu dikenal dengan nama Batamindo Industrial Park dan menjadi magnet baru para pencari kerja untuk berduyun-duyun ke kota ini.
‘’Saat itu, banyak warga negara asing dan warga Indonesia dari berbagai daerah masuk, Batam menjadi sangat ramai,’’ tulisnya.
Bisnis properti yang dijalaninya tidak hanya berkonsentrasi membangun Kawasan bisnis dan perumahan saja. Di akhir tahun 1990, misalnya. Ada sebuah perusahaan properti dari Jakarta yang masuk ke Batam dan sedang
mencari lokasi yang bisa dijadikan pusat bisnis di kota ini. Perusahaan itu, bersedia membeli lahan dengan harga tinggi. Muljadi lalu menjual satu Kawasan lahan miliknya ke perusahaan dari Jakarta tersebut. Biaya pengurusan lahan itu sebelum dijual Muljadi adalah sekitar 1,2 juta Dollar Singapura. Ia lalu menjualnya lagi dengan nilai 7,2 juta Dollar Singapura.
‘’Saya mendapat keuntungan 6 juta Dollar Singapura,’’ tulis Muljadi.
Saat itu, bisnis properti di Batam meningkat secara drastis. Banyak pengusaha kayu yang terjun ke bisnis properti masuk ke Batam untuk meraih keuntungan. Bank swasta terbesar saat itu, Bank Central Asia, juga membuka cabang di Batam. Saat BCA diresmikan, pemilik BCA saat itu Sudono Salim dan Sutanto Djuhar, datang ke Batam sehingga perkembangan Batam dinilai sangat pesat.
Namun, pesatnya perkembangan Batam yang saat itu masih termasuk Provinsi Riau, tidak menyebabkan pendapatan provinsi Riau bertambah. Apalagi, kebijakan Ketua Otrorita Batam yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, bukan Gubernur. Hal ini menyebabkan kecemburuan daerah lain terhadap Batam semakin besar. Pemerintah pusat akhirnya mengeluarkan kebijakan yang tidak menguntungkan Batam.
‘’Perkembangan Batam sempat tersendat, tapi sifatnya hanya sementara. Setelah itu, Batam kembali bergairah,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Bisnis hotel hanya dijalani Muljadi selama beberapa tahun saja. Pada tahun 1995, Muljadi memutuskan untuk menjual hotel tersebut. Dalam catatannya,
Muljadi menulis, ia menjual hotel bintang tiga itu lantaran ada salah satu pemegang saham yang kurang kooperatif dalam manajemen dan tidak ada penggantinya yang kompeten. Apalagi menurutnya, sudah ada tanda-tanda melemahnya kurs mata uang rupiah secara drastis.Pada saat yang sama, bisnis properti Muljadi di Pekanbaru, mengalami kerugian 1,2 juta Dollar Singapura.
Selanjutnya : Membangun Pabrik Batu Bata I Merintis Bisnis Properti di Batam– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 32)