By Socrates — Lama tak terdengar, pejambret beraksi lagi. Korbannya warga Singapura di kawasan Harboy Bay. Modusnya sama. Merampas benda berharga milik korban, lalu kabur. Mengapa kasus jambret kambuh lagi? Mengapa korbannya lebih banyak wanita dan turis asing? Bagaimana mereka beroperasi?
Saya pernah menyusup dan menyamar ke dalam kelompok penjambret ini, belasan tahun lalu. Tentu saja, saya tidak mengaku sebagai wartawan.Siapa sangka, mereka adalah kawanan jambret yang selama ini sering meresahkan warga Batam. Siapa tahu, informasi ini berguna buat warga Batam – terutama kaum wanita – dan polisi.
Menurut pengakuan mereka, kawanan jambret ini menggunakan sepeda motor jenis tertentu. Motor yang gasnya kontan, larinya kencang. Aksi dijalankan dua orang. Pengemudi motor, mereka sebut ’pilot’ dan yang dibelakang isitlah mereka ’tukang tembak’ yang bertugas merampas tas atau kalung emas korban. Sebelum mendapat mangsa, duet jambret berkeliling kota. Mengawasi calon korban dengan seksama. Istilah mereka, ’’menggambar” calon korban.
Sang ”pilot” harus memiliki keahlian seperti pembalap. Sebab dialah yang bertugas mengincar korban, dan melarikan diri setelah beraksi. ’’Di tikungan mesti terus tancap gas dan hapal semua jalan tikus. Dia yang menentukan sasaran. Kalau dia bilang ”makan” maka sasaran itu tak boleh lepas,” kata seorang jambret yang bertugas sebagai tukang tembak.
Begitu sasaran sudah terlihat, “tukang tembak” yang dikomandoi “pilot” segera beraksi. Benda berharga milik korban dirampas secara paksa. Kalau melawan, sikat. Sebab, dua penjambret ini selalu melengkapi diri dengan senjata tajam. Umumnya senjata yang digunakan adalah clurit atau pisau belati.
Jika korban melawan, “pilot” akan turun tangan membantu rekannya menghabisi korban. Sebab “pilot” juga bertanggung jawab menyelamatkan tukang tembaknya. Termasuk apabila korban melawan dan berusaha keras mempertahankan harta bendanya yang dijarah.
Maka tidak heran, ada korban jambret yang dibacok berkali-kali oleh ka-wanan jambret. Meski korbannya sudah semaput dan berdarah-darah, penjambret tidak mau ambil resiko tertangkap atau digebuk massa. Selain bisa kabur secepat kilat, kawanan jambret seolah memanfaatkan ketidakpedulian warga. Alasan warga kkasik. Mereka tidak kenal korban dan tidak mau terseret berurusan dengan penjambret dan jadi saksi polisi.
Menurut cerita seorang penjambret, kalau tak dapat sasaran gemuk seperti turis asing, maka penjambret tidak pilih bulu lagi. Pokoknya mereka bisa dapatkan hasil jarahan. Tidak mengherankan selain uang tunai, para penjambret juga punya “koleksi” yang didapat dari menjambret. Misalnya, KTP, kartu ATM dan tentu saja, dompet.
Bagaimana kalau aksi jambret mendapat perawanan dari korban? Rumus penjahat sederhana saja. Sikat dan cincang saja. Tanpa perasaan mereka akan membacok korban kalau tetap melawan dan mempertahankan barangnya. Sadis, memang.
Namun kadang-kadang, aksi mereka gagal lantaran dikepung massa atau lagi nasib sial sehingga tukang tembak tertangkap. Kalau ini yang terjadi “pilot” segera turun tangan membantu. Kalau rekannya tak bisa diselamatkan lagi, maka “piot” segera kabur menyelamatkan diri.
Menurut cerita seorang pejambret, sesama penjambret punya rasa setia kawan. Solidaritas sesama mereka sangat kuat, baik saat susah maupun senang. “Kalau lagi “meledak” mereka mengadakan pesta. Makan dan minum minuman keras.
Namun lebih sering lagi mereka tak punya uang sepeserpun sehingga untuk makan sehari-hari, susahnya setengah mati. Kalau sudah begini, bia-sanya yang menjadi andalan adalah kawan-kawan sesama jambret untuk dimintai uang agar bisa bertahan hidup di Batam.
Menurut mereka, setelah beraksi, biasanya penjahat jalanan ini menenangkan diri dulu sambil membaca situasi. Caranya, dengan berpindah-pindah tempat. Kalau sudah aman barulah hasil menjambret dinikmati. Jarang sekali pejambret setelah beraksi lantas kabur ke luar Batam. Sebab, mereka tahu sudah diincar polisi di pelabuhan.
Konon, kawanan penjahat ini memang sengaja bagi-bagi rejeki kalau mendapat hasi besar setelah menjambret. Jika suatu saat tertangkap dan masuk bui, teman-teman sesama jambret inilah yang datang memberi rokok atau mengantar nasi bungkus saat menginap di hotel prodeo. Yang diandalkan, ya kawan-kawan itulah.
Korban yang dijambret sedang di atas motor, tidak hanya terjengkang dan luka-luka. Ada yang gegar otak, bahkan meninggal dunia, setelah koma. Sasaran kawanan jambret ini lebih banyak wanita dan turis asing, lantaran inilah korban yang sangat kecil kemungkinan melawan, atau mengejar mereka.
Apalagi, kaum wanita, memang suka bergaya dengan tas mereka dan tanpa sadar, menjadi incaran jambret. Turis asing, selain jadi sasaran utama karena dianggap lebih kaya, kesulitan bahasa untuk meminta tolong, menjadi kelemahan mereka saat jadi sasaran kejahatan.
Lantas, bagaimana agar tidak menjadi korban jambret? Polisi selalu berpesan, jangan pakai perhiasan yang mencolok yang akan mengundang perhatian pelaku kejahatan. Jelas-jelas, pesan ini untuk kaum wanita. Selain itu, tidak memakai tas tangan, tapi ransel agar aman. Kalau anak gadis, boleh saja, tapi kalau wanita muda dan ibu-ibu? Tas tangan yang dibeli memang untuk dipamerkan itu, malah disuruh tutup dengan jaket, agar tak dilihat penjambret.
Sudah saatnya, polisi melakukan tindakan preventif tidak hanya meminta calon korban waspada, tetapi mengumumkan kepada publik jalan-jalan yang rawan jambret, bersiaga di jalan rawan tersebut dan mengaktifkan patrol sepeda motor secara rutin. Yang penting Anda ingat setelah membaca tulisan ini : Waspadalah! ***