By Socrates – Warga Batam kerap disergap ancaman krisis air bersih. Batam hanya mengandalkan enam waduk atau dam tadah hujan. Kambing hitamnya, kemarau yang menyebabkan elevasi air waduk menyusut. Kalau cadangan air bersih tidak cukup, Anda mau minum apa?
Operator air bersih boleh berganti. Tapi, sumber airnya tetap sama. Ya, dari waduk atau dam itulah. Harap dicatat. Cadangan air 3.850 liter per detik, itu sudah ada sejak 1995. Artinya, selama 28 tahun terakhir, tidak ada tambahan air baku.
Bagaimana kondisi waduk yang menjadi satu-satunya andalan Batam untuk air bersih? Seperti apa kondisi waduk yang semuanya tadah hujan itu? Siapa yang bertanggungjawab terhadap keselamatan dan pelestarian waduk?
Ketika suplai air bersih terhenti, operator air bersih memutuskan menggilir suplai air ke rumah-rumah atau rationing, barulah warga Batam berteriak kelimpungan. Warga beramai-ramai memburu drum dan tong untuk menyimpan air.
Air mati atau digilir, akan berdampak pada 228.900 pelanggan, yakni 196.000 pelanggan domestik, 2.900 pelanggan industri dan 30.000 pelanggan komersil. Tentu, yang menjadi sasaran kemarahan pelanggan air bersih adalah operatornya yang selama 25 tahun dikendalikan PT Adhya Tirta Batam dan kini beralih ke PT Moya Indonesia.
Satu-satunya sumber air bersih warga Batam adalah waduk atau dam tadah hujan. Curah hujan yang rendah menjadi tertuduh penyebab menyusutnya air di waduk- waduk itu. Biasanya, curah hujan rata-rata 150 mm, belakangan hanya 50 mm sampai 100 mm saja. Sudah dua kali pula, dampak badai El Nino menjadi terdakwa kondisi air baku yang parah, yakni tahun 1997 dan terulang lagi tahun 2015 silam.
Saat dilanda El Nino, Batam seperti tak berkutik lantaran hujan tak turun-turun. Suplai air bersih di kawasan Tiban, langsung digilir. Padahal, cadangan air baku harus disiapkan jauh hari sebelum dibutuhkan. Padahal, El Nino adalah fenomena alam yang lazim terjadi sejak berabad-abad silam.
Saat hantu bernama El Nino datang, terjadi peningkatan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik dan sekitar equator sehingga menyebabkan kekeringan, udara panas dan kemarau panjang dan kebakaran hutan. Kenapa fenomena alam yang selalu terulang ini tidak diantisipasi?
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hang Nadim mengatakan, curah hujan yang jatuh di Batam mengalami kecenderungan menurun. Air hujan yang jatuh di Batam dulu di atas 2.500 mm per tahun, namun dalam dua tahun terakhir berkurang menjadi di bawah 2.000 mm per tahun.
Sementara, kebutuhan air bersih di Batam justru terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk. Batam sempat mengalami defisit air bersih sebesar 225 liter per detik. Meski turun hujan, tidak secepat itu level air dam kembali normal.
Lantaran waduk merupakan satu-satunya sumber air untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Batam, maka waduk-waduk tersebut harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Mari kita lihat bagaimana kondisi dam atau waduk yang menjadi andalan sumber air baku bagi warga Batam.
Dam Baloi
Dam pertama di Batam adalah Dam Baloi, yang dibangun Otorita Batam yang kini ganti nama BP Batam tahun 1977. Dam Baloi ini menjadi sumber air bersih bagi warga Pelita, Jodoh, Nagoya dan sekitarnya. Satu tahun kemudian, dam tersebut dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Nagoya, Pelita, dan Jodoh yang merupakan wilayah bisnis dan pemukiman paling padat kala itu.
Saat pertama kali dioperasikan 1978, Dam Baloi mampu menampung air baku dengan volume 293.000 m3 dan kemampuan abstraksi 30 liter/detik. Namun, serbuan rumah liar di sekitar dam sehingga dam tersebut tidak bisa lagi difungsikan sebagai sumber air baku.
Hal tersebut dikarenakan air baku Dam Baloi sudah sangat tidak ekonomis bila dipaksakan untuk diolah karena sudah sangat tercemar oleh limbah rumah tangga yang berasal dari rumah liar. Kini, Dam Baloi tinggal kenangan. Tahun 2012 dam ini stop beroperasi karena tercemar deterjen, kromium, kadmium, dan timbal alias logam berat yang sudah terlampau tinggi. Permukaan dam tertutup eceng gondok. Sekeliling dam dipenuhi rumah liar yang merusak daerah tangkapan air.
Dam Sei Harapan
Tahun 1978, Otorita Batam membangun dua dam sekaligus. Dam Sei Harapan berkapasitas 60 liter per detik dan Dam Nongsa. Dam Sei Harapan dibangun Otorita Batam untuk mengaliri wilayah Sekupang dan sekitarnya. Apalagi saat itu, Otorita Batam juga menjadikan Sekupang sebagai pusat pemerintahan dan mulai membuka kawasan pemukiman di wilayah tersebut – sebelumnya wilayah pemukiman masih terpusat di sekitar Nagoya-Jodoh dan sekitarnya.
Kebutuhan air baku yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri di Kota Batam, membuat Otorita Batam menambah cadangan air baku dengan membangun dua dam sekaligus. Dam Sei Harapan dengan volume air baku yang dapat ditampung mencapai 3.637.000 m3 dan Dam Nongsa dengan volume air baku yang dapat ditampung sekitar 24.000 m3.
Permukaan air di Waduk Sei Harapan menyusut hingga 2,5 meter. Waduk itu diperkirakan akan berhenti produksi dalam kurun waktu tidak lama lagi. Sedimentasi waduk akibat alih fungsi daerah penyangga dituding menjadi penyebabnya.
Dam Nongsa
Dam Nongsa memiliki kapasitas 210 liter per detik. Dam Nongsa dibangun untuk menyuplai air bersih untuk kawasan Batubesar dan sekitarnya. Waduk yang dibangun oleh BP Batam (Otorita Batam) pada tahun 1978 dan mulai dioperasikan setahun kemudian pada 1979. Waduk ini terletak di kelurahan Sambau, kecamatan Nongsa, kota Batam.
Dam Sei Ladi
Tahun 1985, Otorita Batam membangun dam keempat, yakni Dam Sei Ladi berkapasitas 240 liter per detik. Pulau Batam yang kian berkembang membuat Otorita Batam kembali menambah cadangan air baku dan kembali membangun dam baru –Dam Sei Ladi – untuk menambah cadangan air baku di Pulau Batam. Satu tahun kemudian dam tersebut sudah dapat dimanfaatkan dengan volume air baku 9.448.000 m3.
Dam Mukakuning
Empat tahun kemudian, dibangun lagi Dam Mukakuning dengan kapasitas 310 liter per detik dan mulai beroperasi tahun 1991. Kemudian, seiring dengan berkembangnya kawasan Mukakuning sebagai daerah industri, Otorita Batam membangun dam baru di wilayah tersebut – Dam Mukakuning – dengan volume air baku mencapai 13.147.000 m3. Air dari dam tersebut untuk mengaliri wilayah Mukakuning, Batu Aji, Sagulung dan sekitarnya.
Dam Duriangkang
Kebutuhan air baku yang diprediksi akan terus meningkat membuat Otorita Batam berinisiatif membangun Dam Duriangkang. Dam yang dibangun tahun 1990 tersebut merupakan dam estuari terbesar di Indonesia dengan volume air baku mencapai 78.560.000 m3.
Dam Duriangkang resmi dioperasikan pada 2001 setelah dibangun Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjung Piayu. Hanya saja, pada 1997/1998 saat Batam terkena dampak El Nino, air baku di dam tersebut sebenarnya sudah mulai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Batam.
Otorita Batam atau BP Batam sebenarnya sudah membangun Dam Tembesi yang merupakan dam estuari seperti Dam Duriangkang. Namun hingga saat in Dam Tembesi masih belum bisa digunakan, masih menunggu airnya tawar.
Meski sudah ada lima waduk, pesatnya pertumbuhan penduduk Batam, industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata yang menggeliat, kebutuhan air bersih terus meningkat. Tahun 1992, perencanaan pembangunan waduk keenam, yakni Dam Duriangkang pun dimulai.
Dam Duriangkang yang dibangun PT Bangun Cipta Kontraktor itu, direncanakan selesai tahun 1995. Tapi, prosesnya berjalan lamban. Proyek dam Duriangkang ini baru selesai tahun 1997 dan menenggelamkan sebuah kampung. Sebelum beroperasi, ratusan warga nekad bermukim di kawasan itu. Air waduk pelan-pelan naik, dikhawatirkan menjadi kasus Kedungombo kedua.
Dam Duriangkang dibangun dengan cara membendung sejumlah muara sungai. Antara lain, Sungai Pancur, Sungai Beduk, Sungai Tongkang dan Sungai Ngedan. Sungai-sungai tersebut termasuk daerah aliran sungai (DAS) Duriangkang seluas 79 km2 dan bermuara di Laut Cina Selatan.
Jadi, tidak heran kalau pengaruh air laut merembes sampai 12 kilometer ke hulu sungai Duriangkang dan masuk ke waduk. Air laut dibendung sehingga menggenang di waduk, lalu dilakukan proses pencucian (flushing) secara alamiah dengan air hujan untuk mengurangi kadar garam air laut
Dengan luas daerah genangan 23,4 km2, dam Duriangkang menjadi dam terbesar di Batam. Kapasitas tampungnya mencapai 107 juta meter kubik. Saat ini, Dam Duriangkang menyuplai 70 persen kebutuhan air bersih warga Batam.
Dam tersebut memiliki panjang 952 meter, tinggi 10 meter, dan lebar 11 meter dengan luas daerah tangkapan air mencapai 7.259,10 hektar, luas permukaan 1.284,20 hektar, luas genangan 874 hektar, dengan kemampuan abstraksi air baku mencapai 3.000 liter/detik.
Pada masa normal, luas genangan Dam Duriangkanf seluas 2.400 hektar. Saat ini, sekitar 180 hektar genangan dam ditutupi eceng gondok. Dalam satu bulan, eceng gondok bisa bertumbuh dua kali lipat dari jumlah awal.
Dam Tembesi
Satu waduk lagi, yakni dam Tembesi yang dibangun sejak tahun 2008, sampai saat ini masih belum bisa digunakan untuk menambah suplai air baku. Padahal, diperkirakan Dam Tembesi memiliki kapasitas air sebesar 600 liter per detik.
*****
Setiap tahun, kebutuhan air bersih warga Batam terus meningkat. Selain karena pertambahan penduduk, kebutuhan air bersih sudah mencapai batas maksimal produksi dari semua waduk sebanyak 4.135 liter/detik. Peningkatan penggunaan air bersih dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TAHUN | PENGGUNAAN AIR BERSIH |
2015 | 2.948 Liter/Detik |
2016 | 3.154 Liter/Detik |
2017 | 3.375 Liter/Detik |
2018 | 3.611 Liter/Detik |
2019 | 3.864 Liter/Detik |
Warga Batam dikenal boros dengan pemakaian air bersih. Kebutuhan air bersih bagi penduduk Batam terbilang tinggi, bahkan jauh melebihi rata-rata pemakaian kota-kota besar di Indonesia dengan kebutuhan 130 liter per orang setiap harinya.
Kebutuhan air di Batam 199 liter perorang per hari. Jumlah ini jauh melebihi standar pemakaian air di kota-kota besar di Indonesia di angka 130 liter per orang setiap harinya. Bahkan merujuk pada data yang dirilis dari WHO dan Permenkes, hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter perorang setiap hari.
Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 ltr/org/hari. Tabel berikut adalah standar kebutuhan air minum berdasarkan lokasi wilayah.
WILAYAH | KEBUTUHAN AIR |
Pedesaan | 60 liter perkapita/hari |
Kota Kecil | 90 liter perkapita/hari |
Kota Sedang | 110 liter perkapita/hari |
Kota Besar | 130 liter perkapita/hari |
Kota Metropolitan | 150 liter perkapita/hari |
Air Kemasan
Kebutuhan air kemasan di Batam juga sangat tinggi. Kebutuhan rumah tangga 2,4 juta galon. Belum lagi untuk hotel, perkantoran dan yang lain, total 3,1 juta galon. Jadi yang dibutuhkan total 59 juta liter. Malah, pada saat air bersih mati, pilihan utama warga Batam adalah beralih ke air kemasan.
Ada 11 parbrik air kemasan yang membeli air kepada operator air bersih seperti PT ATB dan Moya Indonesia. Artinya masyarakat sanggup membayar lebih dengan kondisi air yang terjamin.
Batam memiliki tujuh waduk, satu sudah tutup. Namun, semua waduk itu bermasalah. Air waduk terus menyusut. Sebut saja Dam Sei Harapan dan Dam Nongsa. Kapasitas tampungnya turun 30 persen. Sejak dibangun, dam ini belum pernah dikeruk dan semakin dangkal.
Kerusakan lingkungan akibat pembabatan hutan, pembalakan liar, tambang pasir ilegal, pemberian alokasi lahan perumahan dekat waduk sehingga tercemar limbah rumah tangga, ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan dan daerah tangkapan air (cachtment area) menjadi daftar panjang menurunnya kuantitas dan kualitas air baku di Batam.
Sedimentasi juga berpengaruh terhadap operasional dan umur berfungsinya waduk. Kapasitas tampung waduk akan berkurang dengan adanya sedimentasi. Penyebabnya antara lain, erosi dan ekploitasi lahan di kawasan tangkapan air.
Laju erosi di sejumlah waduk disebabkan antara lain, alih fungsi lahan, hutan yang berubah menjadi kawasan pemukiman, atau areal pertanian tanaman semusim seperti sayuran di tepi waduk. Celakanya, tanaman seperti eceng gondok, dengan cepat tumbuh di atas permukaan waduk dan menutupi waduk.
Kepala Seksi Wilayah II Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Batam, Decky Hendra Prasetya mengatakan, semua lahan dam tadah hujan di Batam, masih berstatus hutan lindung. Semua dam masih bermasalah dari aspek izin penggunaan atau pemanfaatan hutan lindung, kecuali Sei Gong.
Seluas 11.500 hektare total seluruh Dam di Batam, sebanyak itulah lahan hutan lindung hilang menjadi Dam. Adapun masing-masing luas Dam, yakni 7.259 hektare di Dam Duringkang, Dam Muka Kuning 944 hektare, Dam Nongsa 212 hektare, Dam Sei Harapan 993 hektare, Dam Sei Ladi 1010 hektare, Dam Tembesi 842 hektare dan Dam Baloi 119 hektare.
Meski hutan-hutan di sekitar waduk sudah dipagar, namun lingkungan di sekitar waduk tidak dijaga. Dulu, ada Direktorat Pengamanan (Dirpam) yang menjaga waduk, sekarang tidak ada lagi, sejak pengelolaan air diserahkan kepada ATB. Dirpam hanya bertugas di bandara dan pelabuhan.
Tanggungjawab BP Batam
Dalam perjanjian konsesi antara ATB dan BP Batam Nomor 067/UM-PERJ/ IX/1994 pasal 3 tentang hak dan kewajiban, OB atau BP Batam menjamin persediaan dan kualitas air baku. Air baku dari waduk, dijual kepada ATB. Dan, ATB wajib menyediakan dana, teknologi dan tenaga ahli. Perusahaan inilah yang kemudian mengolah, menyuplai dan mengutip uang dari konsumen. Jadi, menjaga waduk sebagai sumber air baku untuk seluruh konsumen adalah tanggung jawab BP Batam.
Sebab, sehebat-hebatnya operator sebagai perusahaan air minum, tidak akan ada artinya, tanpa ketersediaan air baku yang cukup. Kalau air baku tidak ada, sama saja seperti rumah tangga yang tidak punya beras.
Sesuai undang-undang tentang sumber daya air, undang-undang nomor 11 tahun 1974 bahwa yang menguasai air baku adalah pemerintah. Tidak boleh swasta menguasai air baku. Operator air bersih seperti ATB atau Moya, tidak bisa menguasai air baku dan harus beli air dari pemerintah. Jadi, pemerintah dalam hal ini BP Batam, yang bertanggung jawab mengadakan, memelihara dan mengelola waduk.
Termasuk menghindari pencemaran akibat kualitas maupun kuantitas waduk, perencanaan jangka panjang, berapa kapasitas air baku yang harus ditambahkan, karena penduduk terus bertambah.
Batam berpotensi kekurangan air baku. Siapapun operatornya, baik pemerintah atau swasta, yang perlu dilakukan dari sekarang adalah, mengupayakan, menyiapkan cadangan air baku yang cukup. Saat ini sudah bicara 3.800 meter per detik, keluarnya sudah tidak 3.800 lagi, karena sedimentasi, pengendapan, curah hujan tidak sesuai dan seterusnya.
Ketika Batam dihajar El Nino dan dilanda kemarau, barulah kita teringat waduk-waduk itu. Saat hujan mulai turun dan air waduk mulai terisi, kita lupa lagi. Padahal, menurut peneliti iklim IPB Prof Dr Ir Handoko, data meteorologi menunjukkan, El Nino muncul 4-7 tahun sekali, bahkan cenderung lebih sering. ‘’Kita perlu mengantisipasi dan harus siap dengan keadaan terburuk. Sebab, menangani kekurangan air dalam jumlah besar perlu energi, biaya, dan waktu tidak sedikit,” katanya.
Mari berkaca pada daerah sekitar Batam. Misalnya, Ibukota Kepri Tanjungpinang. Air sering mati, Begitu juga di Pekanbaru, Ibukota Riau. Airnya kuning dan berbau. Lihatlah Singapura. Setiap cekungan dimanfaatkan untuk menampung air. Mau kecilnya cuma limaliter per detik, itu dijaga betul. Para pejabat Batam lebih mementingkan kepentingan sesaat dari pada kepentingannya jangka panjang seperti waduk Kalau sudah tidak ada air baru terasa.
Belakangan, dam atau waduk-waduk tadah hujan di Batam jadi pusat perhatian. Bukan soal menyusutnya cadangan air baku, tapi potensi waduk yang bakal dijadikan pembangkit listrik tenaga surya.
Waduk dan PLTS
Bisnis air bersih memang menggiurkan. Sebab, air kebutuhan hidup orang banyak. Pasarnya jelas. Fulus akan mengalir ke kocek pengelola bisnis air bersih. Ternyata, selain berjualan air, ada bisnis yang lebih menggiurkan menyangkut waduk tadah hujan ini.
Jauh sebelum konsesi berakhir, bisnis air bersih di Batam sudah jadi incaran perusahaan lokal dan multi nasional. Tidak kurang 24 perusahaan mendaftar ikut tender. Yang diincar, tidak hanya bisnis air bersih yang sudah jelas pasarnya, tapi juga rencana menjadikan waduk-waduk di Batam sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sehingga tender air ini jadi makin seksi.
Batam punya delapan dam atau waduk. Dam Duriangkang, Mukakuning, Sei Harapan, Sei Ladi, Nongsa dan Tembesi. Sedangkan waduk Baloi rusak dan waduk Sei Gong belum beroperasi. Nah, di waduk Duriangkang, bakal dibangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 2,2 GWp terbesar di dunia, kerjasama BP Batam dan SunSeap Grup, Singapura.
PLTS terapung lain juga akan dibangun di Waduk Tembesi, dengan daya 333 megawatt. Di waduk Tembesi, BP Batam bekerjasama dengan PT TBS Energi Utama (Toba), anak perusahaan group PT Toba Sejahtera milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Pemenang tender air bersih di Batam, kata makelar itu, berharap dapat bagian kerjasama dalam proyek PLTS itu dengan sistem fotovoltaik terapung floating photovoltaic system (FPV) dan sistem penyimpanan energy storage system (ESS) di atas Waduk Duriangkang dengan nilai proyek Rp29 triliun. Belum ada hasil kajian dampak PLTS terapung ini terhadap ekosistem waduk, limbah silikon dan dampak lingkungan lainnya.
Contoh yang paling baik tentu saja Singapura. Negara jiran itu juga tidak punya sumber mata air alami dan mengandalkan air hujan, memiliki empat cara mengelola air bersih. Yakni, daur ulang air limbah yang mereka sebut NEWater, mengolah air laut menjadi air tawar atau desalinisasi, memanfaatkan resapan air dan disimpan di 17 reservoir serta diimpor dari Malaysia selama 50 tahun.
Revitalisasi Waduk
Revitalisasi waduk adalah harga mati untuk masa depan Batam. Antara lain, mengeruk bagian yang dangkal, memasang sediment trap untuk menjaga pencemaran dan air yang masuk tidak membawa pasir dan lumpur serta menjaga daerah tangkapan air dari penebasan hutan, perkebunan dan keramba ikan.
Melibatkan partisipasi masyarakat, terutama yang mendapat suplai air dari waduk terdekat, seperti warga Sekupang, Tiban untuk dam Sei Harapan, warga Batubesar untuk dam Nongsa, warga Tanjungpiayu, Batam Centre untuk dam Duriangkang, bersama-sama merawat, menjaga waduk-waduk tersebut.
Partisipasi ini bisa berupa gotong royong, gerakan penghijauan, pembersihan enceng gondok secara rutin, dan pemeliharaan catchment area atau daerah resapan air. Gerakan hemat air, mau tidak mau, harus digalakkan. Tidak satupun dari ribuan baliho, spanduk, videotron atau sarana promosi lainnya yang mengajak warga kota ini hemat air. Kalah dengan baliho para politisi yang mempromosikan diri, menjelang Pemilu serentak 2024 nanti. ***