By Bintoro Suryo – Kami berteman lebih 20 tahun. Tahun kemarin, bersama beberapa rekan, kami memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan. Bergerak di bidang kemanusiaan, literasi digital, pendidikan serta pengelolaan database informasi publik.
Cita-citanya ingin agar dunia yang kami geluti bersama, jurnalistik, tetap ada di rel-nya, berangkat dari kegelisahan tentang idealisme.
Idealisme memang mahal. Butuh ketekunan, juga kontinyu untuk bisa terus menggelindingkan ide-ide dan membesar, seperti bola salju.
Apalagi dia, tipikal orang yang mau terus belajar. Senioritas di fotografi, tidak menjadikannya jumawa. Setahun terakhir, ia aktif mendalami dunia barunya di videografi, bahkan menjadi host di sebuah program podcast.
Tapi kemudian, dia berhenti. Nuel, begitu saya menyebutnya, terkadang dengan sapaan Om, mengingat usia kami yang tak muda lagi.
Nuel harus ‘pergi’ pagi ini, 17 Agustus 2023.
“Iya, Bin. Dinihari tadi”, kata M. Iqbal, teman seangkatan kerja Imanuel Sebayang, sekarang Direktur Batam Pos.
“Kemungkinan serangan jantung. Kata Iman, Immanuel punya riwayat jantung koroner dan hipertensi”, lanjut Iqbal.
Di dunia Fotografi, Nuel sudah sangat mumpuni. Ia juga didaulat sebagai pembina organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI) untuk wilayah Kepulauan Riau yang dirintisnya.
Di yayasan yang kami dirikan, kesenangannya memotret, ditularkan ke anak-anak muda. Kami sudah membuat beberapa batch pelatihan berlabel ‘Batam Digital Camp’, diikuti lebih 500-an siswa dan guru se-Batam, sejak akhir tahun lalu.
Bersama bang Socrates, salah satu tokoh pers dan ahli pers di Kepulauan Riau, kami juga menginisiasi berdirinya lembaga ‘Batam Creator Academy’ yang memiliki materi kurikulum pendidikan mengarah ke digital dan pembelajaran rutin.
“Yang benar Bin? kemarin sore masih sama aku. Kami ngopi berdua”, ujar bang Socrates, ia terkejut dengan kabar kepergian Nuel.
Tapi, begitulah kehidupan. Kita tidak pernah tau, kapan akan ‘pulang’.
“Abang minum ini, tumbang pula nanti”, katanya suatu ketika, saat kami menggarap kegiatan pelatihan massal “Batam Digital Camp’ batch 1 akhir tahun lalu.
Beberapa hari sebelum kegiatan, saya sempat pingsan di rumah. Rasanya, tidak bisa terus ikut menggarap even itu. Tapi Nuel dan bang Socrates terus memotivasi.
Nuel setia menunggui saya di ujung auditorium, tempat kegiatan digelar, jaga-jaga saya tumbang lagi saat menjadi mentor di acara.
“Ah, bisa itu kan. Nah, minum dulu obat ini”, kata Nuel begitu saya bisa menyelesaikan satu sesi.
Dalam satu sisi, ia terlihat dewasa. Mengayomi rekan dan yang lebih muda. Di sisi lain, Nuel adalah teman yang menyenangkan. Ia sering jadi orang yang meramaikan suasana. Candaannya lepas. Kritik kepada rekan pun lebih sering ia sampaikan dalam balutan canda.
Kepeduliannya terhadap sahabat sangat tinggi. Suatu waktu, ia pernah memberitahu saya bahwa ia sudah meminta seorang rekannya yang dokter gigi untuk membuatkan gigi palsu. Untuk satu teman kami yang lain.
“Bilang lah bang, suruh dia ke ke sana. Gigi palsunya sudah rusak kulihat. Kubilang ke dokter giginya, tangani kalau dia datang. Aku yang bayar. Biar ganteng lagi dia”, Nuel ingin saya menyampaikan pesannya ke sahabat kami yang lain. Saya terkejut dengan perhatiannya.
Begitulah Nuel. Ide dan niatnya sering kali spontan. Natural dan jujur.
“Bah, bang Nuel meninggal” kata isteri di Kamis pagi, tepat pada hari perayaan HUT RI ke-78 tahun.
“Serius, kapan?”
“Dinihari tadi”.
Tak begitu lama, kabar duka itu juga sampai ke gadget saya dari berbagai jalur lini massa.
Selamat jalan, Nuel. Teman yang baik, teman yang setia.
(*)
Foto-foto : © Bintoro Suryo, Imannuel Sebayang, Indra Fabio, Socrates
Sumber : bintorosuryo.com