Socratestalk.com, BATAM – Para guru di SDN 10 Bengkong responsif terhadap aksi kekerasan yang muncul di lingkungan sekolahnya. Korban kekerasan terutama murid diberikan kemudahan untuk melaporkan terjadinya kekerasan yang dialami dengan adanya kontak pengaduan bullying.
Kotak ini ditempatkan yang mudah dilihat siswa. Saat ini sudah ada dua kotak pengaduan yang disediakan di lingkungan SDN 010 Bengkong. Siswa bebas mengadukan kekerasan yang dialaminya dengan cara menulis di kertas tentang apa yang dialaminya, kapan kejadiannya, siapa pelaku dan lain sebagainya.
Kemudian kertas dimasukkan dalam kotak untuk menunggu respon dari sekolah terutama Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang sudah ditunjuk sekolah yang terdiri dari perwakilan guru, perwakilan komite dan perwakilan orangtua siswa.
Siswa korban kekerasan juga bisa mengadu secara langsung kepadanya untuk ditindaklanjuti agar ke depan korban mendapatkan perlindungan dan tidak menjadi korban lagi. Sementara, pelaku kekerasan diproses untuk mendapatkan peringatan, edukasi, atau sanksi agar tidak mengulangi perbuatannya sehingga sekolah kembali aman.
Keberadaan kontak pengaduan ini disosialisasikan kepada orangtua siswa dalam kegiatan sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah yang dibuka Kepala Sekolah SDN 010 Ahmad Sudianto, S.Pd. Diikuti majelis guru, orangtua siswa yang mayoritas diikuti ibu-ibu, perwakilan TPPK SDN 010, dan perwakilan komite sekolah.
‘’Kita adakan acara sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah agar kita bisa melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah dengan baik,’’ ujar Ahmad Sudianto.
Orangtua siswa nampak semangat mendengarkan pemaparan dari Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam Eri Syahrial selaku narasumber kegiatan ini. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan peserta dalam sesi tanya jawab. Ini menunjukkan kepedulian orangtua pada anaknya dan pada sekolah yang sangat tinggi.
Eri meminta kepada orangtua untuk lebih peduli dengan anaknya dengan memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan hak-hak anak dan tidak lupa pengawasan pada anak. Memberikan pola asuh dan pola didik yang baik sesuai dengan usia dan tumbuh kembang anak, menjalankan fungsi orangtua sebagai pembentuk karaktek anak sehingga tidak semunya dibebankan pada guru.
‘’Jangan sampai anak mengalami kekerasan dan diskriminasi dalam rumah tangga, atau ditelantarkan karena itu akan berdampak pada anak. Berikan perlindungan anak mulai dari keluarga, mulai dari orangtua. Di sekolah anak mendapatkan juga sehingga ada kerjasama yang baik antara orangtua dan guru,’’ ujarnya.
Ketua Umum Perkumpulan Komisioner Perlindungan Anak Daerah se-Indonesia ini mengungkapkan bahwa dari tempat terjadi kekerasan, tempat paling banyak terjadi kekerasan adlah di lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Lingkungan sekolah menempati urutan kedua. Kemudian di susul lingkungan dunia maya yang dengan kejahatan cyber bullying dan lingkungan masyarakat.
’Sementara dari bentuk kekerasan yang terjadi, berturut-turut yang paling banyak kekerasan fisik, kemudian kekerasan psikis dan kekerasan seksual. Namun yang paling banyak diproses hukum adalah kekerasan seksual karena kasus pencabulan adalah kasus yang tidak bisa didamaikan sehingga harus diproses,’’ papar Eri.***