By Socrates – Saya kenal dan berteman dengan Ade Adran Syahlan sejak tahun 1996. Kami ditugaskan merintis surat kabar di Sumatera Barat. Saya reporter dan Ade asisten redaktur. Jadilah kami karyawan kantor perwakilan Riau Pos Sumbar di Bukittinggi. Kantornya bekas rumah sakit zaman Belanda.
Kantornya di Mandiangin, Bukittinggi. Berita-berita dari Sumbar, dikirim pakai modem ke Pekanbaru. Selesai kirim berita, kami nongkrong di Jam Gadang. Saya dan Ade mengenalkan diri sebagai wartawan Riau Pos. Tapi, orang di Bukittinggi dan Padang mengira kami karyawan kantor pos. Orang Minang, memang tidak terbiasa dengan nama koran ada posnya.
Saya tidur sekamar dengan Ade. Sebelum tidur, saya terbiasa baca buku, sampai ngantuk. Ade menggoyang-goyangkan kakinya, sambil mengajak saya cerita. Beberapa bulan kemudian, Ade memutuskan kembali ke Pekanbaru, akhir tahun 1996.
Ade sejak awal dikenal sebagai wartawan olahraga. Ia dikenal luas di kalangan atlet. Tapi, liputannya soal perselingkuhan pejabat Sumbar, bikin geger. Meski liputannya didominasi sepakbola, Ade memiliki naluri bisnis yang tajam. Yusnila, istri Ade juga pernah menjadi bagian tim yang mengembangkan Riau Pos di Sumatera Barat. Tugasnya di bagian iklan.
Saya ditugaskan menjadi kepala perwakilan Riau Pos Sumbar selama satu tahun. Saya ikut pelatihan JPNN di Surabaya. Lalu dipindahtugaskan ke Batam tahun 1997. Ade di Pekanbaru dan Nila dipindahkan ke Padang. Perjuangkan kami di kantor perwakilan inilah yang menjadi cikal bakal koran Padang Ekspres sampai in memoriam ini ditulis.
Karena pernah menjadi kepala perwakilan, saya pindah ke Batam dengan jabatan redaktur. Saat itu, Riau Pos punya empat kepala perwakilan. Ada alrmarhum Akmal Attatrick di Tanjungpinang, Suseto di Dumai, Marganas Nainggolan di Batam dan saya di Sumatera Barat.
Tahun 1998 koran lokal pertama di Batam, Sijori Pos terbit bertepatan dengan peresmian jembatan Barelang, 10 Agustus 1998. Pimrednya Mafirion. Mantan wartawan Kompas ini memang lincah, pekerja keras dan sering ditugaskan merintis bisnis media baru. Tak lama kemudian, koran saingan bermunculan.
Manajemen berencana menerbitkan koran baru. Ade dipindahkan ke Batam tahun 2000. Ia senang begitu tahu saya berduet lagi dengannya. Saya seperti reuni dan jadi satu tim lagi. Kami menerbitkan koran Batampos tanggal 14 Februari 2000. Koran kriminal. Ade pimrednya, saya redaktur pelaksana. Hanya delapan orang yang dipindahkan ke koran ini, termasuk saya dan Ade. Saat itu, Ade sudah menikah dengan Nila. Kami seperti reuni di Batam.
Koran baru ini berkembang dengan pesat. Kami pindah ke kantor sendiri di Baloi. Saat peresmian kantor baru, ada yang lucu. Saat itu, Wali Kota Batam Nyat Kadir dan Ketua Otorita Batam Ismeth Abdullah. Karena keduanya tidak akur, Nyat Kadir pidato dan tak lama kemudian Ismeth datang meneken prasasti. Ha..ha..ha.
Karena ada dua koran namanya mirip, Sijori Pos dan Sijori Mandiri, tahun 2003 bos kami memutuskan, nama Sijori Pos dibuang, ganti jadi Batampos. Saya dan Ade disuruh bikin koran baru. Namanya Posmetro. Meski ada karyawan yang kecewa gara-gara ganti nama, saya dan Ade tetap semangat.
Kami bikin empat koran sekaligus. Empat koran itu, Posmetro Batam, Posmetro Bintan, Posmetro Karimun dan Batam News. Ada koran pagi, koran siang, koran sore dan koran malam. Koran-koran ini dikenal berani, lugas dan wartawannya militan. Saya? Sering tidur di kantor.
Saat konflik di Aceh, Posmetro satu-satunya koran yang mengirim wartawan meliput kesana. Wartawannya kami bekali dengan telepon satelit. Saya berani bertaruh, meski suara saya keras dan serak, wartawan Posmetro sampai hari ini adalah wartawan yang solid dan militan. Mereka bukan wartawan salon dan omong doang.
Banyak yang bertanya, apakah berita yang kami sajikan akurat? Itulah fakta yang kami sajikan. Wartawannya ngepos di UGD rumah sakit, kantor polisi, pengadilan, dan beberapa orang tugas khusus malam hari. Beberapa kali kami didemo. Gara-gara berita, diancam bunuh.
Ade diminta memimpin Batampos, tapi dia tidak betah dan minta kembali ke Posmetro. Belakangan, saya dipindahkan lagi ke Batampos, lalu ke percetakan dan menjadi pimpinan grup. Ade merintis sekolah sepakbola yang diberi nama Erdeka Muda. Prestasinya lumayan. Pernah juara di Singapura.
Kecintaannya terhadap olahraga, terutama sepakbola, tidak hanya sekedar membuat berita. Ia punya rubrik sendiri Mata Bola. Tidak hanya terbit di korannya sendiri, tapi juga tayang di Kompasiana. Ade pernah memimpin klub sepakbola PS Batam. Waktu, pikiran dan tenaganya dicurahkan untuk menjalankan Sekolah Sepak Bola Erdeka Muda.
Ade tipe pekerja keras dan lebih suka di belakang layar. Ia bukan orang yang suka gembar-gembor apa yang dikerjakannya di media sosial. Malah, foto-fotonya lebih banyak bersama tim sepak bola daripada foto diri sendiri dan keluarganya. Ade orang yang banyak ide. Saya yang mengekseku-sinya. Mungkin, itu sebabnya kami cocok.
Beberapa tahun lalu, Ade terkena stroke ringan. Keinginannya sangat kuat untuk sembuh. Ia rajin terapi, dan masih bisa nyetir mobil sendiri. Saya terkejut dan sekaligus terharu, ketika Ade datang ke rumah menjenguk saya saat saya sakit dan pasang ring di jantung. Kami ngobrol dan saling menanyakan kabar.
Tanggal 10 Januari 2024 saya mengirim pesan kepada Ade Adran Syahlan. Saya berencana mengundang Ade membahas sesuatu hal tanggal 13 Januari 2024. Ade hanya membalas pesan saya singkat. ‘’HP aku eror.’’ Itulah komunikasi terakhir saya dengan Ade.
Pagi 17 Januari 2024 saya terperanjat dan seolah tak percaya membaca pesan singkat dari beberapa teman. Ade telah pergi untuk selama-lamanya. Saya tak kuasa menahan tangis di depan jenazahnya. Ade orang baik. Sampai akhir hayatnya, ia masih memperjuangkan haknya. Ia satu-satunya karyawan di Batam yang mendapat saham di Posmetro Batam. Selamat jalan kawan…. (*)