SELAMA bekerja di perusahaan, Muljadi tidak pernah bertanya, berapa nilai sahamnya di perusahaan itu sejak didirikannya bersama rekan bisnisnya. Namun, pada akhir tahun 1979 dua bersaudara rekan bisnis Muljadi memberitahu bahwa nilai saham Muljadi adalah sebesar 25 persen. Sementara dua bersaudara itu 75 persen saham.
‘’Saya sebenarnya sudah cukup puas bila saham saya 20 persen. Tapi saham saya ternyata 25 persen, tentu saja saya makin senang,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Perusahaan Muljadi semakin lama semakin maju. Pendapatan perusahaan terus meningkat secara signifikan. Hingga tahun 1980, laba perusahaan meroket dan naik dua kali lipat. Meski sudah dimasukkan biaya penambahan peralatan, pendapatan perusahaan tetap sangat baik.
Liburan sekolah tahun 1980, Muljadi membawa anak-anak dan istrinya liburan ke Jakarta. Temannya menyarankan, agar Muljadi dan keluarga pindah saja ke Jakarta, agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Muljadi setuju.
Tahun 1981 Muljadi memboyong seluruh keluarganya dari Selatpanjang ke ibukota Jakarta. Persiapan dilakukannya jauh-jauh hari. Caranya, Muljadi meminta bantuan temannya mencarikan rumah yang dekat dengan rumah temannya itu, agar keluarga mereka bisa saling menjaga. Mencarikan sekolah untuk anak-anaknya. Namun, karena lokasi rumah di Jakarta kurang strategis dan sering banjir, beberapa kali dan hampir setiap tahun Muljadi pindah rumah.
Masih teringat jelas di ingatan puterinya, Merry, usai menerima raport dan penghargaan pada kelas 5 SD, ayahnya mengatakan di depan para guru bahwa setelah itu mereka semua akan berpindah sekolah ke Jakarta. “Tahun ini adalah tahun terakhir mereka di sini, setelah itu kami mau bawa ke Jakarta” ujar Muljadi dalan cerita Merry.
Sementara Putra sulung Muljadi, Alim Muljadi masih ingat, ia pindah bersama seluruh keluarganya saat baru tamat Sekolah Dasar. ‘’Papi memindahkan kami semua ke Jakarta, tanpa terkecuali. Adik saya yang kecil usianya masih tiga tahun. Kami sewa rumah dan sekolah jalan kaki. Beliau ingin anak-anaknya dapat pendidikan yang lebih baik,’’ cerita Alim Muljadi. Muljadi tidak masalah anak-anaknya di sekolah berbahasa Indonesia, tapi di rumah tetap menggunakan bahasa Hokkian.
Terdapat satu hal unik yang dipesankan oleh Muljadi dan harus diterapkan oleh ketujuh anaknya saat mulai bersekolah di Jakarta. Yaitu, saat di sekolah boleh berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Namun, ketika berada di rumah, penggunaan Bahasa Indonesia dilarang. Seluruh keluarga diwajibkan untuk menggunakan Bahasa Hokkian. Hal ini diterapkan Muljadi agar Bahasa leluhur mereka tidak hilang karena tetap digunakan dalam keseharian.
“Di luar bebas Bahasa Betawi atau Jakarta, tapi sampai di rumah tetap harus Hokkian. Itu yang diminta beliau yang paling strict. Bahwa kalau tidak, tidak bisa berbicara Hokkian kalian. Jadi anaknya kami semua masih bisa. Kalau cucu- cucunya sudah tidak bisa.” Ungkap Alim.
Sebelum memboyong seluruh keluarganya yang berjumlah total sembilan orang termasuk ibunya dari Selatpanjang ke Jakarta, Muljadi sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai dari rumah, sekolah untuk anak-anaknya, sampai ke pembantu rumah tangga.
“Kami tinggal di Jakarta itu suatu kemewahan sekali. Pertama, sekolahnya yang jauh lebih besar, kedua fasilitas antar jemput mobil setiap hari. Karena dulu di Selat Panjang pergi sekolah hanya jalan kaki, sedangkan itu sudah ada mobil beserta supir yang membawa kami ke sekolah. Dan jarak perpindahan dari ambil raport terakhir di Selat Panjang itu hanya satu bulan saja dengan masuk sekolah tahun ajaran baru di Jakarta, jadi sangat terasa perbedaan pergi sekolah itu,” ujar puterinya, Merry menceritakan pengalaman yang dialami saat pindah ke Jakarta.
Selama sekolah di Jakarta, Muljadi juga selalu mendorong anak-anaknya berprestasi. Saat Merry kelas 2 SMP, misalnya. Ia ditantang Muljadi.
‘’Kalau kamu juara, Papi belikan kamu mobil,’’ kata Merry, menirukan ucapan papinya.
‘’Hah? Mobil?,’’ Merry tak percaya.
Menjadi juara sekolah di Jakarta, bukan perkara mudah. Pelajaran di ibukota, menurut Merry, jauh lebih maju dibanding di Selatpanjang. Tapi, Merry berhasil jadi juara. Muljadi kemudian membelikannya mobil Suzuki Jimny warna merah. Padahal, saat itu menurut Merry, ia belum bisa mengemudikan mobil.
Meskipun kepindahan ini memberikan dampak yang positif bagi pendidikan anak-anak Muljadi, tetapi jarak tempuh lokasi bisnis Muljadi dengan tempat anak- anaknya tinggal menjadi semakin jauh. Untuk menuju kota Jakarta dari Pulau Cawan, Muljadi harus melewati beberapa rute. Dari Pulau Cawan, menuju Bengkalis, Pekanbaru dan sampai di Jakarta dengan menempuh perjalanan lebih kurang selama dua hari.
Di potong dengan waktu perjalanan, di Jakarta, Muljadi hanya memiliki waktu tinggal selama satu sampai dua minggu. Kemudian, ia harus kembali lagi ke pulau Cawan selama dua hingga tiga bulan lamanya.
Selanjutnya : Bolak-balik Tembilahan Jakarta Demi Keluarga | Menjadi Pemegang Saham– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 26)