Socratestalk.com, BATAM – Siswa-siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) Kartini Batam menampilkan drama tentang perundungan yang digelar di ruang pertemuan SLB Kartini, Sei Jodoh, Kamis (16/5/2024. Para siswa-siswi yang kebanyakan tuna runggu nampak menghayati bermain peran dalam drama tentang kekerasan tersebut.
Beberapa anak melakukan kekerasan fisik dan psikis pada seorang siswa yang membuat korbannya terjatuh dan alami cidera. Beberapa siswa yang menjadi saksi berusaha membantu korban dan melarang pelaku melakukan kekerasan lagi.
Kemudian siswa yang berperan sebagai guru datang ke lokasi melakukan upaya penanganan. Guru menanamkan nilai-nilai persahabatan sehingga pelaku menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada korban serta berjanji tidak mengulangi lagi.
Sementara tiga anak lainnya yang hiperaktif dan autis nampak kurang berkonsenterasi. Nampak berjalan-jalan dan beraktivitas di tempat pertunjukan saat kawannya main drama. ‘’Ini di luar skenario,’’ celoteh Kepala SLB Batam Elpa Liskar sambal tertawa, termasuk juga penonton.
Meski ada yang di luar skenaio, pesan moral yang disampaikan lewat drama ini tersampaikan bahwa tidak boleh ada perundungan terjadi di sekolah. Ini sejalan dengan implementasi Sekolah Ramah Anak dan Permendikbud Dikti No 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah yang sudah diterapkan di SLB Kartini.
Acara ini digelar dalam rangka pencegahan dan penanganan kekerasan dan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di SLB Kartini Batam. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk seminar anti perundungan ini dibuka Kepala SLB Batam Elpa Liskar dan dihadiri Koordinator SLB Kartini, Norma. Sebagai peserta seluruh siswa SLB, majelis guru dan orangtua.
Elpa Lingkar mengatakan, ada potensi, bakat dan semangat belajar yang luar biasa meski anak-anak tersebut memiliki keterbatasan. Hal inilah yang harus didukung oleh orang-orang di sekitar lingkungan ABK. Jangan sampai mereka menjadi korban perundungan yang membuat ketakutan dan semangat belajar menurun.
‘’Saya berharap tidak ada perundungan yang menimpa siswa-siswi SLB Kartini,’’ ujar Elpa.
Sebelum penampilan drama, peserta mendapatkan materi dari narasumber Eri Syahrial M.Pd.I, Ketua Umum Perkumpulan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Daerah (PKPAID) yang juga Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak Batam.
Anak termasuk kelompok rentan menjadi korban kekerasan. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) menjadi lebih rentan lagi menjadi korban, karena keterbatasan fisik, psikis dan mental yang pada anak.
‘’Sering ABK menjadi korban perundungan berupa kekerasan fisik, psikis hingga seksual. Peran orangtua yang selalu dekat dengan anak dan guru sangat penting dalam mencegah terjadi perundungan,’’ kata Pemerhati Anak Provinsi Kepri ini.
Ia menjelaskan, guru, orangtua dan masyarakat harus memahami cara pembelajaran ABK. Paradigma pembelajaran siswa-siswi ABK sudah berubah. Dari konsep ABK yang ‘’dipaksa’’ menyesuaikan diri dengan lingkungan ke konsep pembelajaran lingkungan atau orang-orang di berada di sekitarnya yang harus menyesuaikan diri dengan keterbatasan ABK.
‘’Bila konsep lama yang diterapkan maka rentan terjadi kekerasan, diskriminasi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap ABK,’’ ujar Eri.
ABK Tinggal di Pulau Belum Dapat Pendidikan
Beberapa ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus juga menyampaikan curahan hatinya mengenai anaknya yang sering mengalami perundungan. Misalnya ibu Suziana Samsudin yang mengungkapkan anaknya di-bully saat anaknya tinggal dan bermain di pulau.
Dengan bersusah payah dan dengan biaya yang minim, ia berusaha menyekolahkan anak ke Batam, tepatnya SLB Kartini biar tidak alami korban lagi.
‘’Berharap bakat anak yang jago berenang bisa berkembang dan bisa lebih mandiri ke depannya,’’ kata Suziana.
Anaknya yang Bernama Muhammad Iman termasuk beruntung masih mendapatkan pendidikan. Kebanyakan anak ABK terutama yang tinggal di pulau dan daerah terpencil tidak mendapatkan pendidikan atau tidak disekolahkan. Anak tidak bisa mandiri dan selalu tergantung dengan orangtua, dari kecil hingga dewasa.
‘’Bahkan masih ada anak yang dipasung oleh keluarganya,’’ ungkapnya.
Acara seminar ini ditutup dengan pemasangan plakat duta anti bullying terhadap dua orang pelajar yang terpilih dari seluruh siswa dan siswi SLB Kartini.*