KERUSUHAN berbau rasial terjadi di Selat Panjang pada 18 Februari 2001. Akibatnya, seorang tewas dan dua orang luka. Kantor polisi dan asrama polisi, ratusan bangunan dan rumah toko, dibakar massa. Situasi Selatpanjang mencekam saat itu.
Dua hari setelah kerusuhan, api kembali membakar beberapa ruko di Selat Panjang. Diduga, sumber kebakaran berasal dari bara api sisa kerusuhan yang tertiup angin laut. Tercatat sekitar 200 unit bangunan ruko ludes dilahap jago merah di kota Selatpanjang.
Kerusuhan di Selat Panjang berawal dari demonstrasi sekelompok pemuda yang menentang aksi perjudian. Para demonstran dikejutkan oleh rentetan tembakan dan melukai dua orang demonstran. Demonstran dikejutkan serentetan tembakan yang mengarah kepada massa, sehingga satu orang tewas dan dua orang mengalami luka tembak.
Tak pelak, hal itu memicu kemarahan massa. Demo yang semula hanya menuntut pembubaran praktek perjudian, berubah menjadi kerusuhan antar etnis. Para demonstran bercampur massa, mulai melakukan aksi bakar. Tidak hanya markas polisi dan ruko, empat sekolah dasar juga ikut musnah dilalap api.
Kerusuhan itu menyebabkan warga Tionghoa di Selatpanjang ketakutan, karena diancam dibunuh dan toko mereka dijarah dan dibakar massa. Lantaran situasi yang sangat tidak kondusif dan berbahaya, sangat banyak warga Tionghoa yang mengungsi dari Selatpanjang.
‘’Selatpanjang adalah kampung halaman saya. Saya wajib melakukan sesuatu untuk membantu warga Selatpanjang,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Muljadi langsung bertindak. Saat itu, ia adalah Wakil Ketua I Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Batam. Muljadi langsung menghubungi dan mengumpulkan semua pengurus membahas masalah itu. Rapat pengurus memutuskan, membentuk panitia evakuasi. Muljadi terpilih menjadi ketua panitia.
Muljadi sangat terharu, begitu ia terpilih menjadi ketua panitia penyelamatan warga Tionghoa Selatpanjang, banyak para dermawan yang menelepon, menanyakan kondisi di Selatpanjang setelah kerusuhan terjadi. Mereka ingin membantu apa saja yang diperlukan. Salah satunya adalah pemilik kapal Dumai Express, yang menelepon Muljadi, tengah malam.
‘’Beliau mengatakan, dia siap mengantarkan para pengungsi dari Selatpanjang ke Batam dengan mengerahkan lima armada kapalnya. Kebaikan beliau patut menjadi teladan kita semua. Saya sangat beterima kasih atas bantuan yang diberikan,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Keesokan harinya, para pengurus PSMTI kembali mengadakan rapat.Para pengurus PSMTI sepakat, meminjamkan sebanyak 20 unit ruko untuk menampung pengungsi dari Selatpanjang. Selain itu, sebuah vihara juga bersedia menjadi tempat penampungan pengungsi yang mampu menampung sebanyak 5.000 orang. Kabar yang diterima Muljadi dan pengurus PSMTI, pada hari itu sekitar jam 11.00 WIB siang, sebanyak 1.000 orang pengungsi, akan berdatangan ke Batam.
Panitia yang diketuai Muljadi, sangat sibuk. Ada yang bertugas menyiapkan amomodasi, menyediakan konsumsi, transportasi dan segala sesuatu yang diperlukan para pengungsi. Sebagian pengungsi yang memiliki sanak saudara di Batam, dijemput keluarganya ke pelabuhan. Sementara, yang tidak punya keluarga di Batam, ratusan pengungsi itu, ditampung dan tinggal di vihara.
Setelah masalah akomodasi seperti tempat tinggal sudah terpenuhi, masalah lain yang harus diatasi Muljadi adalah soal konsumsi dan kebutuhan harian ribuan pengungsi dari Selatpanjang ini. Muljadi menyumbangkan uangnya Rp10 juta. Namun, berkat dukungan paran dermawan lain, dalam tempo tiga jam saja, sudah terkumpul dana untuk konsumsi sebesar Rp300 juta.
Pada malam harinya, Muljadi dan panitia lainnya mendapat informasi, bahwa gelombang pengungsi berikutnya, akan tiba di Batam. Panitia di bawah pimpinan Muljadi, segera bersiap-siap.
‘’Panita bekerja dengan cepat dan ligat. Sehingga, kami berhasil mengakomodir hal-hal yang diperlukan oleh para pengungsi dari Selatpanjang,’’ tulis Muljadi dalam catatannya.
Warga Tionghoa di Batam, kebanyakan berasal dari luar Pulau Batam. Ada yang dari Selatpanjang, Tanjungbatu, Karimun, Dabosingkep, Tanjungpinang hingga kota-kota lain di Indonesia. Namun, meski berasal dari daerah yang berbeda, mereka bersedia membantu dengan waktu, uang dan tenaga untuk membantu korban kerusuhan. Yang membuat Muljadi terharu, salah seorang dermawan juga menjabat sebagai Wakil Ketua II PSMTI Batam.
‘’Dari jam 8 pagi sampai jam 9 malam, beliau selalu berada di vihara, membantu mengangkut kebutuhan harian untuk pengungsi seperti beras, air minum, mie instan dan lain sebagainya. Saya sangat terharu atas kerja kerasnya,’’ tulis Muljadi dalam catatannya.
Dalam laporan media massa soal kerusuhan rasial di Selatpanjang, paa pengungsi tidak saja diangkut dengan kapal ferry Dumai Express yang disediakan panitia, petugas Pelabuhan Sekupang mengatakan, ribuan pengungsi terus berdatangan ke Batam dengan menggunakan kapal ferry, kapal ikan dan kargo. Sebagian dari mereka terdiri dari anak-anak, wanita, dan orang tua. Selain itu, kebanyakan dari mereka terlihat tak banyak membawa barang bawaan. Para pengurus PSMTI Batam sampai mengerahkan enam unit bus untuk mengangkut para pengungsi dari Sekupang.
“Waktu itu, organisasi PSMTI Selatpanjang belum aktif walau sudah mulai diinisiasi. Jadi yang ikut membantu aparat dan pemerintah untuk mengatasi masalah itu adalah dari Batam, seperti pak Muljadi”, kata Tukimin, tokoh Tionghoa di Selatpanjang yang sekarang juga menjadi pengurus di PSMTI kabupaten Meranti.
Situasi saat itu menurut Tukimin sangat mencekam sekali. Para pengungsi mengharapkan agar petugas kepolisian dan Pemerintah Daerah di Bengkalis bisa segera menuntaskan peristiwa tersebut. Warga khawatir kerusuhan susulan masih akan terjadi. Meski pihak aparat di Selatpanjang memerintahkan warga untuk tidak meninggalkan kediamannya, warga masih khawatir adanya aksi lanjutan. Setelah polisi menurunkan personil tambahan dan menangkap sembilan tersangka kerusuhan, situasi dan kondisi Selatpanjang berangsur-angsur pulih.
Banyak hikmah yang diperoleh Muljadi selama menangani ribuan pengungsi dari kampung halamannya, Selatpanjang. Saat membantu para pengungsi, ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Pada saat kesulitan dan terjadi bencana, hubungan antar manusia menjadi sangat erat dan bersatu padu. Banyak warga yang bekerja untuk kemanusiaan. Muljadi bersyukur bisa membantu sesama manusia pada saat dibutuhkan.
‘’Inilah kegiatan saya yang sangat bermakna dan saya banggakan seumur hidup saya. Dan ini merupakan kewajiban saya yang harus saya lakukan,’’ tulis Muljadi dalam catatannya, mengenang upayanya menangani ribuan pengungsi asal Selatpanjang kala itu.
Ketika kerusuhan berakhir dan situasi mulai normal, Muljadi datang ke Selatpanjang menyaksikan kondisi dan situasi kampung halamannya. Banyak rumah dan ruko tinggal puing sisa-sisa kebakaran saat kerusuhan. Kedatangan Muljadi ke Selatpanjang sekaligus menyerahkan dana bantuan yang digalang dari para dermawan di Batam sebesar Rp650 juta.
Namun, beberapa tahun kemudian, dana bantuan yang sudah diserahkan Muljadi, menjadi sumber masalah. Panitia penanggulangan bencana Selatpanjang bertikai soal dana bantuan itu.
‘’ Kami para donator di Batam merasa tersinggung dan malu karena perselisihan itu,’’ tulis Muljadi dalam catatannya.
Saat diwawancarai, baik Soehendro Gautama maupun Asmin Patros, membenarkan peran Muljadi dalam menangani ribuan pengungsi dari Selatpanjang ke Batam.
‘’Kerusuhan berbau rasial itu menyebabkan toko-toko dibakar. Saat itu, Selatpanjang juga salah satu cabang PSMTI karena Batam masih termasuk propinsi Riau. Pak Muljadi yang berasal dari Selatpanjang, saat itu sangat aktif sebagai ketua panitianya,’’ kata Soehendro Gautama.
Semua kapal, cerita Soehendro, dikirim ke Selatpanjang untuk menyelamatkan dan mengevakuasi warga korban kerusuhan.
‘’Kami menunggu sampai tengah malam di pelabuhan Sekupang. Ribuan warga Selatpanjang ditampung sementara di vihara Batam Centre, di ruko-ruko, lalu sebagian dijemput keluarganya yang ada di Batam,’’ katanya.
Menurut Asmin Patros, saat kerusuhan rasial di Selatpanjang tahun 2001 silam, Muljadi selain seorang pengusaha, juga seorang yang sangat peduli dan peka terhadap maalah sosial. Muljadi merasa terpanggil agar bagaimana orang-orang Selatpanjang yang mengungsi ke Batam bisa ditangani dan dilayani dengan baik.
‘’Saat itu, kehadiran PSMTI benar-benar diuji, apakah PSMTI memberi manfaat atau tidak kepada anggotanya. Sejak itulah PSMTI semakin dikenal karena perannya membantu ribuan pengungsi Selatpanjang. Ini merupakan panggilan kemanusiaan. Saat itu, siapapun yang ada di kapal kita layani. Yang mengungsi tidak hanya orang Tionghoa saja,’’ papar Asmin Patros.
Selanjutnya : Sakit Bersama Istri, Bertahun-tahun Berjuang Sembuh– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian (40)