MULJADI bukan orang yang suka tampil, menceritakan kisah hidupnya dan berseru-seru tentang perjuangan hidup, pahit getir dan kisah jatuh bangun bisnisnya. Puluhan tahun, ia bekerja keras. Berlayar mengarungi lautan, dua kali kapalnya karam diterjang badai dan gelombang, terkatung-katung di tengah laut.
Masa-masa sulit juga dilaluinya saat masih kecil, kisah kebakaran hebat yang meluluhlantakkan Selatpanjang hingga harus mengungsi dan berhenti sekolah.
Ia lebih menuangkan semuanya pada lembar-lembar catatannya pada usianya yang senja. Kisah hidupnya tidak ditulis saat ia sedang berada di puncak kesuksesan sebagai pengusaha. Dalam kondisi stroke lebih 13 tahun dan hidup di atas kursi roda, sambil menunggui sang istri yang juga lumpuh dan terbaring tak berdaya di tempat tidur. Muljadi menorehkan kisah-kisahnya lembar demi lembar. Sebagian kisahnya yang lain, ia ceritakan kepada anak-anak dan cucunya dalam berbagai kesempatan.
‘’Awalnya, saya ragu menulis kisah hidup saya. Saya beri judul kisah perjuanganku. Saya tidak yakin bisa menulis dengan tangan saya sendiri, karena sudah lama saya tidak menulis. Sebagian kosa kata, saya sudah tidak ingat lagi,’’ tulis Muljadi, saat mulai menulis kisahnya.
Sempat terpikir olehnya, merekam kisah dan sejarah hidupnya, lalu hasil rekaman itu ditranskrip atas bantuan teman akrabnya. Namun, Muljadi khawatir hasilnya tidak sempurna.
‘’Akhirnya, saya memutuskan menulis dengan tangan saya sendiri,’’ tulis Muljadi dalam catatannya.
Anak-anak dan cucunya memberi dukungan. Muljadi menulis dengan bahasa Mandarin. Merry dan Princip Muljadi setuju, agar sang papi punya kegiatan mengisi waktu luangnya di Singapura. Merry kemudian membelikan Muljadi Ipad dan mengajarkan cara menggunakannya agar lebih mudah menulis huruf-huruf Mandarin. Tapi, Muljadi tidak suka dan memilih menulis di kertas dengan pena berbentuk kuas dengan tinta.
Princip Muljadi mengusulkan, agar menulis di kertas dengan pena saja. Kertasnya berpola kotak-kotak, agar lebih mudah bagi Muljadi menulis.
‘’Daya ingat Papi sangat kuat. Kalau bercerita, selalu ingat bulan dan tahun,’’ ujar Princip Muljadi.
Setiap Muljadi selesai menulis satu halaman, tulisan itu disimpannya baik-baik. Ketika putrinya Merry ke Singapura akhir pekan, Muljadi dengan bangga menunjukkan tuisannya.
‘’Sini, sini. Sudah selesai satu halaman,’’ kata Muljadi, seperti ditirukan Merry.
Dari tujuh orang anak Muljadi, hanya Alim dan Merry yang bisa membaca tulisan Mandarin. Setelah Merry membaca tulisan tersebut, ia kemudian mendiskusikan antara tulisan cerita yang dibuat Muljadi dan yang pernah diceritakannya secara lisan.
Tulisan tentang kisah hidup Muljadi itu, akhirnya selesai. Tulisan tersebut dituntaskan Muljadi pada saat ia berumur 75 tahun.
‘’Ternyata, menulis sendiri semua memori dan catatan saya, jauh lebih mudah. Rapi dan terorganisir daripada direkam,’’ kata Muljadi dalam catatan pengantarnya.
Seorang sahabat Muljadi bernama Eddy Tan, setelah membaca kisah hidup Muljadi dalam bahasa Mandarin mengatakan, saat ini banyak orang yang tidak mengerti tulisan Mandarin.
‘’Pak Muljadi, agar kisah ini bisa dibaca banyak orang, sebaiknya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia,’’ kata Eddy Tan.
Muljadi setuju. Lalu, dicari penterjemah dari bahasa Mandarin ke Bahasa Indonesia. Tulisan sebanyak 35 halaman itu diberi judul Memory Perjuanganku.
Tulisan Muljadi ini lalu dicetak dalam bentuk buku dua kali. Cetakan kedua, covernya diganti dengan foto Muljadi sedang duduk di atas kursi roda, menatap matahari pagi di Singapura. Foto-nya adalah hasil jepretan sang cucu, Asmayadinata Muljadi Putera. Sembari menemani kakek tersayangnya, sesekali ia mendokumentasikan kegiatan Muljadi.
‘’Saya hanya ingin semua pengalaman hidup saya, menjadi pedoman dan pelajaran hidup, terutama untuk anak-anak dan cucu-cucu saya, berbagi pengalaman dengan teman-teman dekat saya, agar memahami bahwa kehidupan adalah sebuah proses. Mulai dari kebahagiaan, penderitaan, perasaan manis dan pahit getir kehidupan. Waktu akan terus berlalu. Banyak yang saya tidak ingat lagi. Saya berharap, buku ini menjadi kenangan dalam kehidupan saya,’’ tulis Muljadi, pada awal dan akhir catatannya.
Selanjutnya : Pengusaha Properti Generasi Kedua– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 44)