“SAYA lahir di Medan dan tinggal di Jakarta. Ibu saya warga Singapura. Bersama teman-teman, saya ke Singapura lewat Batam. Saya diajak ke Bukitsenyum. Dari kejauhan, Singapura tampak gemerlap dengan cahaya lampu, sedangkan Batam gelap gulita,’’ cerita Yulie mengenang awal kehadirannya di Batam puluhan tahun lalu.
Saat itu menurutnya, Kabalak Otorita Batam adalah Brigjend Sudharsono. Ia mengatakan kepada Yulie dan rekan-rekannya sebagai generasi muda, untuk ikut membangun Batam. Yang terpikir saat itu, kata Yulie, membangun supermarket karena sering belanja ke Singapura. Meski awalnya tak begitu tertarik, Yulie mendapat alokasi lahan strategis dari Otorita Batam.
Pada dekade 1980-an, pembangunan Batam sedang gencar-gencarnya dengan konsep kawasan perdagangan bebas untuk menarik investor asing. ’Karena ditanya terus mau bisnis apa, akhirnya saya mau. Saya merencanakan membangun plaza, bukan hotel,’’ ujar Yulie.
Saat itu, menurutnya, pembangunan plaza milikknya yang berlokasi di daerah Nagoya, sudah terbangun dua lantai, Namun karena kesalahan manajemen, pembangunannya menjadi terhenti. Wanita ini mengaku pusing memikirkan kelanjutan pembangunan plaza tersebut. Kondisi kota Batam kala itu juga belum berkembang seperti sekarang.
‘’Pesawatnya (take off dan landing, pen) kecil. Kalau mau mendarat, berputar-putar dulu, landing terhentak. Penumpang muntah-muntah,’’ kata Yulie menceritakan kondisi Batam tempo dulu.
Pada saat pembangunan plaza milliknya mangkrak, Yulie berkenalan dengan sosok Muljadi.
‘’Saya mengenal Muljadi tahun 1988 melalui kontraktor kami Kim Huat. Karena lokasi plaza itu sangat strategis, Muljadi tertarik. Ia memberikan kartu nama kepada saya,’’ cerita Yulie Kioe.
Setelah mengadakan rapat, Yulie dan Muljadi sepakat menjalin kerjasama. Muljadi bertindak sebagai investor baru dan menyuntikkan modal untuk membangun hotel. Hotel itulah yang kemudian dinamakan Nagoya Plaza Hotel. Otorita Batam juga mendukung karena hotel adalah satu satu sektor pendukung pariwisata. Dari hotel bintang dua, Nagoya Plaza kemudian menjadi hotel bintang tiga.
‘’Muljadi orangnya sportif. Dia ulet, gesit dan pintar hitung-hitungan bisnis. Dia konsekuen dan bertanggungjawab,’’ kesan Yulie Kioe terhadap Muljadi selama mereka bekerjasama dan menjadi mitra bisnis.
Setelah hotel Nagoya Plaza beroperasi, Muljadi meneruskan bisnis propertinya dan membangun komplek bisnis Nagoya NewTown yang berjarak tiak begitu jauh dari lokasi tempat berdirinya hotel Nagoya Plaza.
Kerjasama Yulie dan Muljadi hanya bertahan selama tujuh tahun. Pada tahun 1995, Muljadi menjual saham miliknya di hotel Nagoya Plaza kepada Dahlan Iskan, seorang praktisi media yang mengelola grup Jawa Pos. Kemudian, hotel ini dijual lagi kepada seorang pengusaha kenalan Dahlan Iskan bernama Alwi Hamu.
Meski sudah tiga kali berganti pemilik, Yulie Kioe tetap menjadi salah satu pemegang saham di Hotel Nagoya Plaza hingga sekarang.
Yulie menilai, bisnis property yang dirintis Muljadi dan kini diteruskan anak-anaknya, Merry Muljadi dan Princip Muljadi, berkembang cukup baik saat ini. Muljadi dinilai sukses melakukan regenerasi usaha ke anak-anaknya.
Selanjutnya : Hamdan : Kembangkan Bisnis, Buat Muljadi Bangga I Testimoni – MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 59)