Socratestalk.com, BATAM – Guru, orangtua dan siswa-siswi SMN 47 Batam sama-sama membubuhkan tanda tangan di spanduk besar yang bertuliskan Deklarasi Anti Perundungan SMPN 47 Batam, Jumat (17/11/2023).
Pembubuhan ini diawali oleh Kepsek SMP 47 Batam Pesra Daryanti SPd MM, Pengawas Sekolah Hendri Naldi SPd, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam Eri Syahrial. Kemuddian dilanjutkan Wakepsek Dahti isnel SPd, Humas Sekolah Sutrisno SPd, Waka Kurikulum A Ansari, perwakilan orangtua yang hadir dan perwakilan siswa.
Pembubuhan tanda tangan ini sebagai bentuk berkomitmen bersama-sama untuk mewujudkan SMPN 47 Batam menjadi Sekolah Ramah Anak sehingga tidak dibenarkan lagi adanya kekerasan.
Untuk menambah pemahaman orangtua, guru dan siswa apa itu kekerasan, apa saja bentuk kekerasan yang terjadi terutama di lingkungan sekolah, siapa korban dan pelakunya serta bagaimana cara untuk mencegah dan menanganinya, SMPN 47 menghadirkan nara sumber Eri Syahrial, SPd, MPdI dari LPA Batam.
Sekolah Ramah Anak merupakan program pemerintah yang harus diimplementasikan dari pusat hingga ke daerah di setiap satuan pendidikan sesuai perundangan-undangan. Bahwa pendidikan saat ini, tidak boleh lagi dengan pola-pola kekerasan.
Dalam sambutannya, Pesra Daryanti mengungkapkan di SMPN 27 Batam beberapa waktu lalu terjadi perkelahian antar siswa. Kejadian tersebut sudah ditangani dengan baik oleh guru. Korban yang luka dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Permasalahannya sudah damai dan selesai, serta sudah dilaporkan ke Dinas Pendidikan Batam.
‘’Saya berharap kasus kekerasan tidak terjadi di sekolah ini. Cukup ini yang terakhir. Apalagi kita sudah deklarasi anti perundungan di sekolah kita ini,’’ ujar Kepsek peserta sosialisasi dan deklarasi anti perundungan yang hadir.
Eri Syahrial dalam paparan sosialisasinya mengungkapkan bahwa kasus anak yang paling banyak terjadi di Indonesia saat ini, termasuk di Kota Batam, adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis dan pencabulan atau kejahatan seksual pada anak. Kalau di sekolah, ketiga kasus ini masuk kategori perundungan (bullying).
Sementara dimana tempat terjadi kasus kekerasan dan perundungan pada anak adalah berturut-turut di dalam rumah tangga, lingkugan sekolah dan dunia maya (cyber bullying) dan lingkungan masyarakat. Bahkan dari pengaruh dunia maya saat ini, tidak sekadar cyber bullying, namun kasus lain seperti grooming, pelecehan seksual, ekploitasi seksual, pengancaman dan lainnya.
‘’Persoalan anak sekolah, sebagian besar hulunya atasal asalnya dari persoalan anak dalam keluarga. Sehingga anak menjadi rentan sebagai korban dan sebagai pelaku kekerasan. Broken home, KDRT, penelantaran, pengabaian, pola asuh yang salah membuat anak jadi rentan,’’ ujar Komisoner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri periode 2010-2021 ini.
Hal ini membuat tugas guru semakin berat, tidak sekadar mengajar, tapi juga mendidik, menyiapkan kondisi peserta didik siap untuk belajar. Untuk itu, Eri meminta orangtua dan keluarga di rumah, agar melakukan kekerasan pada anak, memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak serta pengawasan pergaulan anak sehari-hari.
Turut juga Pengawas Sekolah Hendri naldi memberikan arahan bagaimana deklarasi anti perundungan bisa dijalankan dengan baik di SMPN 47 Batam. Salah satunya adanya kerjasama yang baik antara sekolah dengan orangtua dalam mencegah kasus kekerasan pada anak, mulai dari lingkugan keluarga dan hingga lingkungan sekolah.
Hendri berharap para orangtua memahami psikologis guru yang mengajar di sekolah dimana satu kelas ada 46 siswa ada di dalamnya. Kelas yang padat tersebut tidak ideal untuk belajar secara kondusif untuk 5 jam lebih satu hari di dalam kelas.
‘’Coba ingat lagi bagaimana susahnya bapak ibu ikut mengajari 1-2 anak selama waktu covid. Sementara guru sehari menghadapi 46 anak secara bersamaan,’’ kata Hendri Naldi yang ikut diiyakan para peserta sambil mengangguk. (eri)