SEJAK kepindahan keluarganya ke Jakarta, perjalanan Muljadi ke lokasi proyeknya semakin jauh dan panjang. Perusahaan pengolahan kayu-nya yang kemudian diolah menjadi chip lalu diekspor itu, berlokasi di Pulau Cawan, Tembilahan, Riau.
‘’Biasanya, dua tiga bulan Papi baru pulang ke Selatpanjang. Biasanya, kalau Papi pulang, kami makan-makan dan dapat uang jajan lebih,’’ cerita Merry Muljadi.
Jika Muljadi ingin mengunjungi keluarganya di Jakarta, ia harus naik kapal dari Pulau Cawan ke Bengkalis, lalu ke Pekanbaru dan terbang ke Jakarta. Saat penerbangan komersil Batam – Jakarta sudah mulai diaktifkan pada awal dekade 80-an, Muljadi memutar arah perjalanan dari pulau Cawan ke Selatpanjang, lalu ke Batam dan dari Batam ke Jakarta.
Pada tahun 1982, pemerintah mengeluarkan peraturan, setiap perusahaan penghasil hutan, harus ikut mengolah hasil hutannya. Sehingga, dengan berlakunya keputusan tersebut, Muljadi mulai mencari lokasi baru untuk membangun pabrik pengolahan kayu hasil hutan. Ia diberi tanggungjawab, mulai dari membangun pabrik, memasang mesin hingga membuat mess untuk karyawan.
Sejak saat itu, didirikanlah sebuah pabrik yang berfungsi untuk mencacah atau membuat kayu gelondongan menjadi berbentuk kepingan. Dari semula perusahaannya bernama PT Bina Manda Lestari, kemudian dengan adanya hal tersebut diubah menjadi PT Bina Manda Chips Pratama. Bisnis kali ini yang dilakukan Muljadi berhasil, dan menghasilkan untung yang banyak dengan melakukan ekspor kayu hingga ke Jepang. Kebetulan juga, kedua kakak dan adik rekan bisnisnya juga memiliki relasi yang luas.
Pada akhir tahun 1983, mesin pengolahan kayu yang diimpor dari Jepang, tiba di lokasi pabrik. Perusahaan menugaskan beberapa ahli mesin untuk membantu Muljadi memasang mesin di pabrik baru itu.
‘’Soal mesin, saya tak mengerti sama sekali,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Pembangunan pabrik selesai tahun 1984. Mesin sudah terpasang dengan sempurna. Perusahaan Muljadi kemudian mengundang sekitar 20 orang tamu dari berbagai perusahaan yang berasal dari Jepang, Singapura dan Jakarta untuk merayakan selesainya pembangunan pabrik pengolahan kayu milik mereka. Secara bersama-sama, mereka menyaksikan pemuatan perdana kayu olahan pabrik itu ke kapal.
Operasional perusahaannya makin berjalan lancar. Keuntungan perusahaan makin meningkat pesat. Semua pemegang saham dan karyawan, merasa puas dengan capaian perusahaan saat itu.
Di luar dugaan Muljadi, keuntungan perusahaan sudah jauh meningkat di atas profit sebelumnnya. Ia sempat merenung.
‘’Ketika saya memikirkan semua ini, apakah ini balasan dari jerih payah saya semasa muda?,’’ kenang Muljadi haru.
Dalam perenungannya, ia berpikir dan mengingat kembali perjalanan hidupnya sebelum ini. Seperti mesin waktu yang diputar di depannya. Riak dan gelombang kehidupan sudah dilaluinya dan ia berada di posisinya yang sekarang. Serba berkecukupan bahkan bergelimang harta. Muljadi sejak muda adalah seorang pekerja keras. Gigih dan tidak mudah menyerah.
‘’Kami biasanya selalu bersama Mami karena Papi sangat sibuk bekerja. Jarang sekali Papi bisa datang ke sekolah seperti mengambil raport. Biasanya, berbulan-bulan baru Papi pulang dari pulau, proyek perusahaan kayu,’’ cerita Merry.
Selanjutnya : Membeli Rumah Mewah di Jakarta| Menjadi Pemegang Saham– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 27)