By Socrates- Kata luar biasa, atau istilah orang Batam tentang sesuatu yang hebat, rasanya tidak cukup menggambarkan perkembangan Batam. Lokasinya, pembangunannya, pertambahan penduduk, masalah dan penyakit sosial, kriminalitas, perjudian, pelacuran, gaya hidup dan sebagainya, memang luar biasa, mencengangkan, mengagumkan.
Itulah sebabnya, saya memberi judul buku saya : Amazing Batam, yang terbit terbatas Agustus 2008 silam. Saya menjadi warga Batam sejak tahun 1997 sampai sekarang. Dalam tempo singkat, Batam menjelma jadi kota metropolis di perbatasan.
Meski saya sebelum ke Batam menjadi wartawan tahun 1996 di Padang dan Pekanbaru, saya terkesima menyaksikan Batam. Nama-nama asing seperti Orchid Point, Maritim Square, Nagoya, Orchid Park, Windsor bercampur dengan nama lokal seperti Jodoh, Tanjunguma, dan puluhan nama Bengkong.
Batam seperti magnit. Derasnya arus migrasi ke pulau ini, akhirnya menimbulkan banyak masalah sosial. Batam ibarat pulau harapan untuk mem-per-baiki nasib. Gampang cari kerja dan dapat duit, dekat dengan Singapura dan ba-rang impor murah. Ada yang berhasil, banyak pula yang gagal.
Saya menyaksikan betapa keajaiban Batam menyihir banyak orang. Kota pulau ini mampu menjadi obat penawar penyedia lapangan kerja di sektor industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata yang dikembangkan sekaligus. Namun, para pendatang itu merasa, ini hanya kota transit dalam perjalanan hidupnya.
Batam menjadi pertaruhan antara sukses dan gagal. Bertahan atau pu-lang kampung. Bekerja sebagai wartawan sejak tahun 1997 di Batam serta latar belakang disiplin ilmu sosiologi, mengantarkan saya sedikit memahami berbagai persoalan sosial kemasyarakatan di pulau ini. Batam seperti ’’laboratorium hidup’’ sebuah kota metropolis dengan segala problematika-nya.
Saya tertarik pada banyak hal, yang menambah semangat belajar serta rasa ingin tahu saya. Isi buku ini juga menggambarkan beberapa persoalan itu. Paling tidak, ini menjadi kunci pembuka memahami Batam secara lebih kom-prehensif.
Buku ini saya dedikasikan untuk ibu saya Emmy Warsih, perempuan tangguh yang menjadi pendorong semangat dan daya juang keluar dari kesulitan. Kepada istri saya Yenni dan dua anak saya Axel dan Sonia yang menjadi mata air kebahagiaan. Juga untuk Bapak Rida K Liamsi, yang telah memberi kepercayaan kepada saya, dan menulis pengantar buku ini.
Setelah 14 tahun berlalu, buku ini masih relevan dengan Batam hari ini. Buku ini saya dedikasikan untuk mereka yang perduli dengan Batam. ***