By Socrates – Siapa sangka, penduduk Batam pada awal pulau ini dikembangkan hanya sekitar 6.000 jiwa, terus bertambah. Arus migrasi yang sangat deras, cepat atau lambat, akan menjadi masalah bagi kota pulau ini. Mengapa pertumbuhan penduduk Batam begitu luar biasa? Inilah yang saya tulis pada bagian kedua buku Amazing Batam.
Nama Batam sangat populer di mata pencari kerja, dari berbagi daerah. Gampang cari kerja, gaji besar, dekat ke luar negeri dan barang impor murah. Memang, dekade 1980-an, banyak peusahaan tidak saja butuh, tapi juga kekurangan pekerja. ’’Banyak orang yang melintas di Batuampar, dipanggil-panggil ditawari pekerjaan,’’ kata Suparman, yang datang ke Batam tahun 1985 naik kapal kayu.
Cerita ini beredar sampai ke kampung halaman. Inilah faktor penarik (pull factor) urbanisasi ke Batam. Tidak saja dari luar Batam, tapi juga pulau sekitar Batam seperti Bintan, Karimun, Tanjungbatu hingga dari Dabosingkep, setelah timah habis. Derasnya arus pendatag, memang menjadi masalah bagi sebuah kota. Apalagi, nama Batam melambung sedemikian rupa sehingga menjadi daya tarik dan magnet bagi pendatang.
Para pendatang ini, umumnya berusia produktif. Berkisar 20 sampai 34 tahun. Mereka bekerja dan menikah, sehingga pasangan usia subur tumbuh dengan pesat. Jika menggunakan piramida terbalik, usia produktif menempati posisi teratas. Akibatnya, selain kehadiran para pendatang ditambah angka kelahiran, pertambahan penduduk Batam bisa mencapai 100 ribu orang setahun!
Mari kita lihat data penduduk Batam. Tahun 1970 penduduk Batam 6.000 jiwa. Tahun 1980 melonjak menjadi 47.000 jiwa hampir 8 kali lipat. Tahun 1990 penduduk Batam 135.000 jiwa. Tahun 2000 naik lagi menjadi 455.000 jiwa. Tahun 2010 jumlah penduduk Batam 949.000 jiwa. Dan tahun 2020 menjadi sebanyak 1.196.000 jiwa. Dalam tempo 50 tahun, penduduk Batam naik 199 kali lipat!
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, jumlah penduduk Kepulauan Riau sebanyak 2.055.278 jiwa. Mari kita cek sebarannya. Jumlah penduduk Batam 1.169.648 jiwa. Penduduk Karimun 260.438 jiwa. Bintan 185.920 jiwa dan Anambas 42.803 jiwa. Tampak jelas sebaran penduduk timpang dan tidak merata. Malah, penduduk Kelurahan Belian di Batam, jauh lebih banyak dari penduduk Kabupaten Anambas.
Derasnya arus pendatang, menimbulkan banyak masalah sosial. Fakta kehidupan di Batam berbicara lain. Katanya gampang cari kerja ternyata tidak. Katanya gaji tinggi, tapi biaya hidup lebih tinggi lagi.
Sadar atau tidak, mereka terjebak dan tinggal bertahun-tahun di Batam dan merambah sektor informal. Menjadi buruh kasar, tukang ojek, supir taksi, pe-dagang kaki lima, penyapu jalanan, pemulung, pengemis, jaga malam sampai pelacur merupakan pilihan agar bertahan hidup di Batam. Ternyata, para pendatang ini tidak cukup berhasil dan hanya cukup untuk makan. Banyak yang merasa malu pulang kampung. Ukuran keberhasilan, seberapa banyak uang yang bisa dikumpulkan.
Sebagai kota baru di perbatasan yang berkembang pesat, struktur sosial warga Batam masih mencari bentuk. Sebab, proses mencari jati diri dan akulturuasi budaya, memerlukan waktu. Mobilitas sosial yang tinggi, heterogenitas penduduk dan kian derasnya pendatang membuat masalah kependudukan ma-kin kompleks.
Akibat serbuan pendatang ini, meski penduduk Batam diproyeksikan hanya 700.000 jiwa, daya dukung lingkungan mulai melemah. Hutan lindung dirambah, rumah liar terus bertambah. Pemerintah mulai kehilangan akal mengatasi serbuan pendatang ini. Pemerintah lalu membuat Peraturan Daerah Tingkat I Riau tentang persyaratan melakukan kunjungan dan menjadi penduduk di wilayah kerja Otorita Batam dalam wilayah Kotamadia Batam. Perda ini dikenal dengan Perdaduk.
Untuk berkunjung ke Batam, syaratnya antara lain harus memiliki surat atau pas jalan dari daerah asal serta identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP), ada yang menjamin dan alamat tujuan yang jelas, punya biaya tiket pulang pergi ke daerah asal atau tiket perjalanan lanjutan jika hanya transit serta ada yang menjamin biaya hidup sehari-hari selama di Batam.
Untuk menjadi penduduk Batam, diperlukan sepuluh persyaratan. Antara lain, surat keterangan kedatangan atau lapor diri dari ketua RT/RW yang akan mengeluarkan surat keterangan sementara, keterangan menetap di Batam se-lama setahun kecuali yang bekerja, surat keterangan pindah dari tempat asal, keterangan berkelakuan baik dari polisi, paspor bagi yang baru datang dari luar negeri, surat pernyataan akan pindah dari rumah liar setahun sejak terbitnya KTP serta adanya jaminan tertulis dari keluarga jika belum bekerja.
Masalah kependudukan di Batam memang ibarat buah simalakama. Dibatasi susah, tak dibatasi Batam bisa tenggelam. Dalam draft Perda tersebut juga ditentukan tempat pemeriksaan bagi mereka yang berkunjung ke Batam, terutama di pelabuhan laut dan bandar udara. Pemeriksaan dilakukan melalui formulir isian atau kartu kendali yang berisi persyaratan masuk ke Batam.
Pengecualian pengisian kartu kendali ini, diberlakukan bagi anggota TNI, polisi, anggota dewan, wartawan, pengurus parpol dan pegawai negeri. Mereka cukup menunjukkan surat tugasnya. Sedangkan pengusaha swasta, menunjuk-kan surat tugas dari perusahaan. Bagi warga Batam dan tidak tinggal di ruli, diberi pas khusus.
Formulir isian ini dibagikan oleh agen pelayaran pada setiap penumpang ke Batam. Bisa-bisa kapal tersebut ditolak berlabuh jika tidak memenuhi syarat masuk ke Batam. Pendatang yang melanggar ketentuan, jika tidak ada yang menjamin, bisa-bisa menginap di wisma transit. Otorita Batam dan Pemda Batam, akan merazia pendatang liar ini, terutama KTP dan kartu kendalinya.
Perdaduk diterapkan, ketika masalah kependudukan dan arus migrasi sudah berubah menjadi bom waktu yang mengerikan. Namun, seiring perjalanan waktu, pola kependudukan Batam juga berubah. Terutama sejak makin banyaknya perusahaan yang tutup dan hengkang dari Batam.
Asrama atau dormitory di kawasan industri Batamindo yang dulu penuh, kini banyak yang kosong. Pekerja galangan kapal yang dulu ramai, kini sepi. Angka pengangguran tinggi dan betapa sulitnya kini mencari pekerjaan. Meski tidak ada data yang pasti, diperkirakan bagi yang tidak tahan hidup di Batam, balik kampung atau pindah ke kota lain. ***