By Sulton Yohana – Banyak orang, yang datang ke Singapura, dan tidak memperhitungkan biaya makan. Juga biaya transportasi. Mereka cuma melihat dan memperhitungkan biaya-biaya berangka besar seperti hotel atau tiket pesawat. Padahal, makan dan transportasi, tanpa sadar, justru akan menguras uang tabungan Anda! Dengan kejamnya.
Di Singapura, harga seporsi makan siang, bisa sama dengan harga kaos oblong merek Adidas (asli) yang lagi didiskon di Sport Station Megamall, Batam.
Angka satuan dolar, secara psikologis, di anggapan masyarakat Indonesia, menjadikan apa saja “terlihat” murah. Semisal Anda pergi ke food-court di mall-mall. Jika anggota keluarga Anda empat orang, dan semuanya memilih ayam penyet di Penyet King, Anda akan mengeluarkan biaya tak kurang dari 35 dolar. Plus air minumnya. Angka 35 dolar memang terlihat murah, tapi coba Anda rupiahkan! Hasilnya, terasa sesak di dada.
Itu untuk sekali makan. Bayangkan jika tiga kali makan dalam sehari. Tiga kali sehari dalam dua hari? Habis berapa? Angka yang Anda dapatkan, bahkan mungkin akan jauh lebih mahal ketimbang ongkos menginap Anda. Untuk itu, perlu disiasati cara makan selama di Singapura.
Bagaimana?
Pertama, cari tempat makan alternatif. Tempat alternatif ini, biasanya tidak di pusat-pusat keramaian atau pusat wisata. Jika misalnya Anda menginap di hotel dekat Bugis atau Lavender (favorit orang Indonesia), carilah tempat makan di sekitar hotel. Di tempat di mana orang Singapura biasa makan.
Harganya biasanya dua kali lebih murah ketimbang di mall-mall. Seporsi nasi ayam di food-courd yang dijual di mall biasanya dihargai Rp6 dolar. Di hawker-centre (tempat makan dekat pemukiman), bisa dapat cuma 3 dolar. Kenyangkan perut Anda, sebelum jalan-jalan ke tempat wisata tujuan Anda.
Kedua, jangan membeli seporsi penuh untuk satu orang. Orang Indonesia punya budaya makan yang unik. Yakni lauk yang tak harus banyak. Cara makan orang Indonesia, adalah keseimbangan antara nasi, lauk, dan sayur. Sementara cara makan orang Singapura, justru sebaliknya. Nasi bukan prioritas. Lauk lah yang kemudian diperbesar/diperbanyak. Lauk ayam atau dagingnya gedhe-gedhe.
Saya pribadi, jika makan sendiri, biasanya selalu meminta porsi dikurangi. Karena tidak pernah bisa habis jika makan dengan porsi model Singapura. Jika makan bersama istri, saya selalu memesan satu lauk, plus dua nasi. Cara makan ini, selain sangat hemat (cuma nambah 50 sen atau 1 dolar untuk nasi), juga sangat mengenyangkan kok. Khususnya bagi orang Indonesia yang “nasi banget”. Kalau masih kurang, bisa pesan nasi lagi. Hehehe. Ndak perlu malu.
Begitu juga dengan transportasi. Kemalasan serta keengganan mencari tantangan dengan naik transportasi umum selama di Singapura, membuat kantong Anda jebol. Taksi di Singapura, tidak hanya mahal, namun juga sangat sulit mencarinya. Anda harus menyetop di tempat khusus, yang itupun kadang harus antri panjang untuk mendapatkannya. Terutama di jam-jam sibuk. Terkadang, naik bus kota atau kereta, jauh lebih cepat ketimbang harus antri di pemberhentian taksi.
.
….
(*)
Penulis : Sulton Yohana, Citizen Indonesia berdomisili di Singapura. Menulis di berbagai platform, mengelola blog – ‘Rasa Singapura’
Mau menikmati Singapura dengan cara orang Singapura?
Whatsapp: 081270502899
instagram: rasasingapurakita
(Personal guide yang sekaligus akan menjadi tukang foto personal Anda).
Photo-photo: Lau Pa Sat Hawker Centre.