By Socrates – Tanggal 24 September 2022 Provinsi Kepulauan Riau, genap berusia 20 tahun. Provinsi ke 32 di Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002. Tanjungpinang ditetapkan jadi ibukota propinsi Kepri 1 Juli 2004 dan Dompak sebagai pusat pemerintahan. Apa kabar Dompak setelah provinsi ini berusia 20 tahun?
Awal terbentuknya Provinsi Kepri, kantor pemerintah berpindah-pindah. Mulai dari bekas kantor bupati Kepulauan Riau, hingga menyewa ruko. Ada tiga alternatif lokasi pusat pemerintahan yakni Dompak Darat, Senggarang dan Pulau Dompak. Dipilihnya Pulau Dompak atau yang sering disebut Dompak Laut, sebagai lokasi kantor Gubernur Kepri, karena alasan teknis dan strategis. Lahan yang tersedia cukup luas sehingga bisa dijadikan kawasan terpadu atau kota satelit.
Sejak awal, Dompak adalah proyek prestisius yang ditunggu banyak orang. Harapan agar pulau Dompak menjelma menjadi kota baru, ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Rancangan kawasan terpadu yang direncanakan rampung dalam tempo 2 tahun 6 bulan dan menelan dana triliunan, ternyata meleset jauh.
Pulau Dompak terletak di Kelurahan Tanjungayun Sakti, Kecamatan Bukit Bestari, tepatnya di Selatan Tanjungpinang.Secara geografis, terletak pada 52,30 Lintang Utara dan 104,26 Bujur Timur. Pulau ini jaraknya 4,7 kilo-meter dari Kota Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau.
Begini gambaran dan masterplan Dompak, yang pernah saya saksikan, dalam bentuk desain dan grafis. Rancangan Pulau Dompak memang eksotik dan menawan. Pulau ini bakal disulap jadi kawasan terpadu dan strategis serta menjadi landmark dan simbol provinsi Kepri.
Membayangkannya saja, alangkah hebatnya Dompak nanti. Tentu saja kalau semua rencana pembangunannya berjalan mulus. ‘’Wah, Dompak nanti bakal hebat ya? Jalannya saja lebar,’’ kata Madi, warga Pinang yang berdagang di Jalan Bintan. Ia sering jalan-jalan sore melintasi jalan ke Dompak.
Pulau Dompak luasnya 1.084,8 hektar are. Dua pulau kecil, yakni Pulau Sekatab dan Pulau Basing, berada di depan Pulau Dompak. Lahannya antara lain akan digunakan untuk preservasi yang terdiri dari hutan bakau dan taman, dialokasikan seluas 239,6 hektar. Lahan untuk kantor pemerintahan total 32,5 hektar yang masing-masing untuk kantor gubernur 17 hektar, kantor DPRD 5,3 hektar dan civic centre 10,2 hektar.
Sedangkan alokasi lahan untuk perumahan disediakan seluas 246,1 hektar untuk perumahan gubernuran dan DPRD, apartemen serta hill side hou-sing. Untuk lahan komersial seluas 50 hektar yang diperuntukkan lahan komersial 29,7 hektar dan central business district (CBD) seluas 20,3 hektar.
Dalam masterplannya, di Pulau Dompak juga akan dibangun resort, baik di kawasan perbukitan maupun di pantai, villa terapung, lapangan golf dan perhotelan. Lahan yang disediakan seluas 332,9 hektar dan untuk infrastruktur terutama jalan raya seluas 91,9 hektar.
Selain itu, di Pulau Sekatab akan dibangun Marina Tower dan Marina Island. Sedangkan villa terapung dibangun di dekat Pulau Basing. Sebuah terminal ferry juga akan melengkapi pembangunan Pulau Dompak.
Kantor Gubernur Kepri akan dibangun menjadi landmark pulau tersebut. Lokasinya berada di ketinggian dan di puncak bukit. Di bagian lereng ketinggian tersebut, dibangun lapangan golf, di sisi kiri dibangun sebuah hotel dan di bagian yang landai disediakan villa terapung.
Dengan arsitektur bernuansa Melayu modern, luas kantor gubernur diperkirakan 10.000 m2 dan kantor dinas-dinas seluas 20.000 m2. Sebuah mesjid seluas 14.600 m2 yang bisa menampung 3.000 orang yang dilengkapi menara setinggi 99 meter, juga dirancang. Fasilitas di sekitar masjid antara lain, gedung pertemuan, menara kota, sarana pendidikan dan sarana komersial.
Gedung DPRD Kepri juga dirancang tak kalah megah. Diperkirakan luasnya 7.500 m2 yang terdiri dari lobby, ruang sidang utama, ruang sidang komisi, fraksi, ketua dan wakil ketua DPRD, sekretaris dewan, ruang konferensi pers, ruangan VIP, perpustakaan dan ruang servis dan sirkulasi. Komplek perumahan anggota dewan juga dibangun danau dengan keindahan alamnya dan disesuaikan dengan kontur tanah di Pulau Dompak.
Sebuah pasar modern seluas 10.400 m2 direncanakan menjual aneka kebutuhan seperti sembako, peralatan rumah tangga, elektronik dan pujasera. Juga, sebuah lapangan golf bertaraf internasional akan dibangun di pulau itu yang dilengkapi resort untuk tamu-tamu yang datang ke sana. Pembangkit listrik dan air bersih juga direncanakan untuk memenuhi kebutuhan di Pulau Dompak.
Dengan rancangan seperti itu, wajar saja harapan terhadap pembangunan Dompak semakin besar. Masterplan ini mengingatkan kita, masih banyak pekerjaan yang belum sesuai dengan rencana.
Inilah daftar kontraktornya. Pembangunan Dompak ditaksir bakal menyedot total dana hingga Rp1,9 Triliun. Sekitar 20 paket proyek yang ditenderkan, dikerjakan oleh beberapa kontraktor dari Jakarta, Bandung dan Pekanbaru. Pembangunan pusat pemerintahan di Dompak dilakukan secara multiyears atau tahun jamak.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa, kontrak tahun jamak (multiyears) dengan proyek di atas Rp 10 Miliar, harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan Kepala Daerah sesuai ketentuan perundang-undangan.
Mega proyek Dompak, dilaksanakan beberapa kontraktor. Antara lain, PT Nindya Karya, Jakarta yang mengerjakan jembatan I senilai Rp236,637 miliar. PT Duta Graha Indah yang membangun jalan utama senilai Rp187,099 miliar. Proyek pembangunan jalan penghubung Pulau Dompak senilai Rp48,388 miliar oleh PT Tamako Raya Perdana, Pekanbaru, pembangunan jalan lokal di Pulau Dompak sebesar Rp54,706 miliar dikerjakan PT Propelat asal Bandung.
Selanjutnya, proyek pembangunan kantor gubernur, dinas, badan dan kantor di lingkungan Pemprov Kepri dimenangkan oleh PT Jaya Konstruksi Manggala, Jakarta. Nilai proyek ini mencapai Rp258,380 miliar. PT Pembangunan Perumahan (PP), Jakarta kebagian dua proyek, yaitu pembangunan gedung DPRD Provinsi Kepri senilai Rp64,144 miliar dan kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) sebesar Rp45,165 miliar. Proyek pembangunan masjid raya dan Islamic Centre senilai Rp102,030 miliar dimenangkan oleh PT Waskita Karya, Jakarta.
Tiga proyek lainnya yang berada di luar Dompak tapi juga termasuk pembangunan tahun jamak antara lain RSUD Kepri Rp132,938 Miliar oleh PT Duta Graha Indah, Obstacle Bandara Kijang Rp58 Miliar oleh PT Alam Baringin Mas serta finishing Kantor Dispenda Kepri di Batam Rp32,97 Miliar oleh PT Hutama Karya.
Pembangunan pusat pemerintahan Kepri ini dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kepri Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pengikatan Dana, Penetapan Program dan Kegiatan Pembangunan Tahun Jamak Provinsi Kepulauan Riau. Perkiraan biayanya mencapai Rp 1,9 Triliun dengan jangka waktu 2007-2010. Pulau Dompak sendiri membutuhkan dana 1,7 Triliun lebih.
Melihat kemampuan APBD Kepri yang minim, tahun 2008 Perda Nomor 14 Tahun 2007 itu direvisi dan diterbitkanlah Perda Nomor 2 tahun 2008 yang mengatur penambahan masa pembayaran satu tahun lagi menjadi 2007 sampai 2011. Ternyata, Perda baru itu terganjal Permendagri Nomor 32 tahun 2008 yang mengatur anggaran yang lebih dari satu tahun, anggaran dan pelaksanaannya dibatasi maksimum sama dengan sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Dalam Perpres Nomor 54 tahun 2010 pasal 93 diatur soal pemutusan kon-trak secara sepihak, apabila denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan sudah melampaui 5 persen dari nilai kontrak. Atau bisa juga karena penyedia barang dan jasa lalai, cidera janji serta terbukti melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Akibat kelalaian tersebut, kontraktor bisa dikenakan denda dan dimasukkan ke dalam daftar hitam (black list).
Lantas, apa yang terjadi? Tahun-tahun awal pembangunan Dompak, deru mesin alat berat, truk dan escavator terus menggali dan meratakan tanah. Namun, gerakannya terasa melambat. Sebagian jalan sudah diaspal, sisanya masih timbunan tanah liat di rawa dan hutan bakau. Tiang dan kabel listrik mulai terbentang. Kantor gubernur dan kantor DPRD serta masjid mulai kelihatan wujudnya.
Dari udara, lahan Pulau Dompak tampak memerah dan terkelupas di sana-sini. Tiga tahun sebelum keputusan menjadikan Dompak sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kepri, saya berdiri menatap rawa-rawa dan hutan bakau di Dompak Lama.
Tak lama lagi, pulau ini akan menjadi ikon di provinsi yang terdiri dari ribuan pulau-pulau ini, pikir saya saat itu. Secara resmi, Dompak ditetapkan jadi pusat pemerintahan Provinsi Kepri dengan SK Nomor 30 tahun 2007 tanggal 2 Februari 2007.
Saya membayangkan, alangkah hebatnya Pulau Bintan nanti. Menjelang ferry merapat di pelabuhan Sri Bintan Pura, di sebelah kiri tampak kantor Wali Kota Tanjungpinang berdiri megah di Sengarang. Di sebelah kanan, Pulau Dompak terus menggeliat dan sedang dibangun. Dan nanti di tengah pusat pemerintahan Kabupaten Bintan di Bintan Bunyu. Tiga pusat pemerintahan di satu pulau.
‘’Dompak kita harapkan menjadi simpul dan pusat pertumbuhan ekonomi baru Tanjungpinang, setelah Kota Lama, Bintan Centre dan Senggarang,’’ kata Kabag Humas Pemko Tanjungpinang, Surjadi, saat itu.
Sejak ditetapkannya Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi Kepulauan Riau, Pulau Bintan terus menggeliat. Arus keluar masuk orang dan barang meningkat. Baik melalui bandar udara Raja Haji Fisabilillah, pelabuhan Sri Bintan Pura maupun melalui kapal roro via Tanjunguban. Selain pesawat, armada kapal juga terus ber-tambah.
Menurut Budi Irawan, petugas penjual pass pelabuhan Telagapunggur, tiap hari ada 3.000 penumpang yang melewati pelabuhan itu menuju Tanjungpinang. ‘’Pada hari-hari tertentu, bisa lebih banyak lagi,’’ katanya. Pegawai negeri yang pulang pergi Batam-Tanjungpinang, juga menambah peningkatan mobilitas warga ke Pulau Bintan.
Dulu, kalau mau naik pesawat, harus ke bandara Hang Nadim di Batam. Kini sudah ada bandara Raja Haji Fisabilillah di Tanjungpinang. Tanjunguban di Kecamatan Bintan Utara, juga mulai maju. Sejak adanya kapal penyeberangan roll on-roll off (roro) kawasan ini makin dinamis.
Apalagi, kawasan wisata Lagoi, sumber pendapatan terbesar bagi Kabupaten Bintan di sektor pariwisata. Jalan Lintas Barat yang dibangun Pemkab Bintan, memangkas jarak tempuh dari Tanjunguban ke Tanjungpinang sepanjang 40 kilometer. Artinya, Pulau Bintan sedang menuju menjadi pulau masa depan Provinsi Kepri.
Pembangunan Pulau Dompak yang semula diyakini bakal menjadi katalisator pembangunan Kepri secara keseluruhan, belakangan mulai tersendat. Tidak hanya kontraktornya yang didatangkan dari luar, para pekerjanya pun didrop dari daerah lain. Harapan warga Kepri yang sempat melambung bakal punya pusat pemerintahan yang megah, pelan-pelan menyusut, seperti air laut yang sedang surut.
Terbetik kabar, pembangunan Dompak harus ditender ulang dan sedang dalam proses audit. Padahal, mega proyek itu direncanakan selesai dalam tempo 2 tahun enam bulan dan pembiayaannya dilakukan dalam empat tahun anggaran, dari tahun 2007 hingga 2010.
Nota kesepakatan antara Gubernur Kepri saat itu, Ismeth Abdullah dengan Ketua DPRD Provinsi Kepri Nur Syafriadi dan Wakil Ketua I DPRD Jumaga Nadeak, di teken 6 Januari 2007 di Tanjungpinang. Namun, Dompak masih jauh dari harapan.
Mari kita lihat rencana kegiatan pembangunannya. Terdiri dari tiga tahap, yakni manajemen konstruksi pembangunan gedung negara di pulau, pembangunan perkantoran Pemprov Kepri serta aksesibilitas berupa jalan dan jembatan. Perkantoran tersebut membangun kantor gubernur, kantor DPRD Kepri, Masjid Raya dan Islamic Centre serta pematangan lahan.
Begitu pula pembangunan jalan dan jembatan, seperti timbunan dan jembatan I, jembatan II yang menghubungkan Dompak Laut dengan Pulau Dompak serta jembatan III yang menghubungkan Dompak Lama dengan Dompak Laut. Jalan-jalan yang dibangun antara lain jalan utama, jalan penghubung dan jalan lokal.
Sarana utilitas kota yang dirancang antara lain, jaringan listrik, telepon dan air bersih, jaringan sanitasi, dermaga dan pelabuhan ferry, landscaping, pedestrian, street furniture dan plaza, sport center, asrama atlet, areal parkir serta gedung Lembaga Adat & Kesenian.
Jembatan II dan jembatan III sudah selesai dan bisa dilewati. Namun, jembatan I yang menghubungkan Pulau Dompak dengan Tanjungpinang, cukup lama terkatung-katung.
Gubernur Kepri pertama Ismeth Abdullah, memutuskan membangun jembatan dari Dompak ke Pantai Impian awal 2006. Raungan sirine yang ditekan pada hari Rabu tanggal 19 November 2007 pukul 16.35 itu, menandai pemancangan pertama pondasi jembatan di Pantai Impian
Jembatan yang dikerjakan PT Nindya Karya itu targetnya selesai Desember 2010. Karena target tak tercapai, Pemrov Kepri memutuskan kontrak.
PT Nindya Karya menggugat Pemprov Kepri Juli 2012 dan menuntut denda Rp92,3 Miliar. Pemprov Kepri didenda Rp41,9 Miliar sehingga pembangunan jembatan mangkrak tiga tahun. Pembangunan jembatan dilanjutkan HM Sani tahun 2014 yang dilanjutkan PT Wijaya Karya dengan nilai kontrak Rp312 Miliar. Targetnya, selesai akhir 2015.
Namun, jembatan itu ambruk. Padahal, masih ada 280 meter lagi jembatan yang belum tersambung. Pada November 2016 jembatan ini dibuka untuk umum dan diresmikan Presiden Joko Widodo tahun 2017. Perlu waktu sepuluh tahun, baru jembatan ini selesai.
Dilanggarnya tenggat waktu penyelesaian pembangunan Dompak dinilai tidak bisa dikategorikan sebagai keadaan kahar, yakni suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak pemerintah dan kontraktor sebagai para pihak dalam kontrak tersebut. Keadaan Kahar dalam kontrak pengadaan barang dan jasa meliputi, bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran atau gangguan industri lainnya.
Dari sebuah pulau yang yang nyaris kosong, Pulau Dompak direncanakan akan menjelma menjadi pusat pemerintahan sekaligus kawasan terpadu yang bergengsi. Namun, rencana tersebut tidak berjalan mulus. Apa kendalanya?
Inilah beberapa rencana pembangunan yang masih belum selesai. Yakni, pembangunan Rumah Jabatan Pemprov Kepri, Rumah Dinas Anggota DPRD Kepri, Medical Center, Landscaping, Pedestrian, Street Furniture dan Plaza, Sport Center, asrama atlet, serta jalan dan parkir.
Jumaga Nadeak, mengakui, molornya pembangunan pusat pemerintahan provinsi Kepri itu disebabkan beberapa hal. ‘’Saat menang tender, kontrak-tor tidak bisa bekerja dan memasukkan material lantaran tersangkut masalah lahan yang belum diganti rugi, sehingga proyek tersebut terlambat,’’ katanya.
Faktor non teknis yang kurang diperhitungkan antara lain kondisi alam Pulau Dompak yang rawa-rawa dan hutan bakau sehingga menjadi sarang nyamuk aides agypty alias nyamuk malaria. ‘’Banyak tukang-tukang yang didatangkan dari luar daerah terpaksa dipulangkan lantaran terkena malaria,’’ ujar Nadeak.
Kendati Nadeak bilang begitu, sudah dua kali Pemprov Kepri mengajukan penambahan dana. Penambahan pertama dilaksanakan pada saat APBD Perubahan 2010, sebab proyek-proyek yang seharusnya sudah selesai di akhir masa jabatan Kepala Dae-rah ternyata masih molor. Dana awal yang dianggarkan semula Rp1,052 Triliun menjadi Rp1,3 Triliun, atau bertambah sekitar Rp248 Miliar.
Pada saat itu, para kontraktor melontarkan janji kepada Gubernur Kepri HM Sani di Gedung Graha Kepri, bahwa seluruh proyek tersebut akan selesai sebelum tahun 2010. Kecuali jembatan I yang menghubungkan Pulau Dompak dengan Tanjung-pinang di Pantai Impian.
Saya menyewa boat pancung untuk melihat dari dekat proses pemba-ngunan jembatan yang menghubungkan pantai Impian hingga ke Kampung Tanjung Duku di sebelah Utara Pulau Dompak. Saat itu, tiang-tiang jem-batan yang dipancang di dasar laut, masih belum seluruhnya terpasang.
Tahun berganti. Namun, mega proyek tersebut belum juga rampung dan nyaris terbengkalai. DPRD Provinsi Kepri belum menyetujui penambahan dana proyek yang sudah menyedot dana Rp1,3 Triliun itu. Pemprov Kepri sudah mengajukan penambahan anggaran usai pengesahan APBD 2011 sekitar Rp181 Miliar lagi untuk dibahas di APBD Perubahan 2011. Namun, dewan baru sebatas menerima usulan dan belum memberikan kepastian.
Dana Rp181 miliar itu akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan jembatan I sekitar Rp101 miliar dan sekitar Rp80 miliar untuk kelanjutan pembangunan Gedung DPRD Kepri, kantor Gubernur kepri, gedung lembaga adat dan perguruan tinggi.
Permintaan tersebut bisa disetujui dengan catatan, seluruh pertanggungjawaban kegiatan proyek multiyears itu diaudit total oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tujuannya, agar dibelakang hari tidak menimbulkan persoalan hukum, yang dapat menjerat mereka.
Ketika target pembangunan Dompak molor, warga Kepri pun tersentak. Beberapa tokoh masyarakat pun berteriak. Ada yang bicara soal audit, anggaran multi years alias tahun jamak, hingga berbagai dugaan menyangkut proyek triliunan ini.
Jika suatu proyek ditetapkan menjadi multiyears, Pemprov Kepri harus memastikan ada alokasi anggaran pada setiap tahunnya hingga proyek itu selesai, misalnya jika proyeknya selesai dalam tiga tahun, anggaran harus disediakan dalam tiga tahun.
Menteri Keuangan juga mengeluarkan Permenkeu tentang tata cara pengajuan persetujuan kontrak tahun jamak (multiyears) dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah, yang mulai berlaku sejak 2 Maret 2010 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pembangunan Pulau Dompak sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kepri sungguh panjang dan berliku. Ansar Ahmad adalah gubernur Kepri yang ke lima. Meneruskan cita-cita dan gagasan para gubenur sebelumnya, bukan mengecilkan perannya sebagai kepala daerah. Inilah yang disebut pembangunan berkelanjutan. Dirgahayu Provinsi Kepulauan Riau ke 20. ***