- Nama : Nuryanto, SH. MH.
- Nama Populer : Cak Nur
- Tempat Tanggal Lahir : Kudus, 18 April 1973
- Jabatan : Ketua DPRD Batam
- Penghargaan : Anugrah Batam Madani
Deskripsi Tokoh
Lahir dari keluarga petani, masa kecil dan remaja dilaluinya di kampung-nya, Kudus, Jawa Tengah. Saat paman dari pihak bapaknya bertanya, kalau besar cita-cita apa? Nuryanto spontan menjawab,’’ Jadi centeng!,’’ katanya, tertawa mengingat masa lalu.
Hidup di desa, Nuryanto sering mendengar kisah para pendekar. Kebetulan, salah seorang pamannya bekerja sebagai centeng. Istilah centeng muncul sejak abad ke 16 di perkebunan (onderdeming) milik tauke Cina. Berasal dari kata qing ding dan di lidah orang Betawi menjadi centeng yang artinya penjaga.
Pada tahun 1992, saat berusia 19 tahun, Nuryanto diajak temannya merantau ke Jakarta. Tak betah di Jakarta, ia diajak teman mencoba mengadu nasib ke pulau Sumatera. ‘’Saya sempat ke Jambi, lalu ke Tanjungpinang. Saat itu, tidak ada arah dan tujuan. Tak punya identitas. Hidup mengalir saja. Saya waktu itu belum tahu apapun tentang Batam,’’ ujarnya, memulai kisah hidupnya.
Di Tanjungpinang, ia dibantu dan ditolong seseorang bernama Zulkarnain. ‘’Saya ditampung di rumahnya dua hari dua malam, setelah itu diantar ke Batam,’’ kata Nuryanto. Sejak itulah ia jadi warga Batam. Kerja serabutan. Pertama kali di Batam, ia bekerja di pusat jajanan serba ada atau Pujasera Mukakuning, bekerja di catering dan lalu menjaga toko. ‘’Saat itu, saya tidak berpikir dapat gaji berapa. Yang penting, saya bisa makan,’’ katanya.
Setelah itu, Nuryanto mulai dipercaya menjaga berbagai tempat hiburan dan diskotik di kawasan Jodoh dan Nagoya. Sejak kecil, Nuryanto belajar seni bela diri pencak silat. Setelah menetap di Batam, ia tertarik dan menekuni bela diri Tarung Derajat atau yang lebih dikenal dengan boxer. ‘’Saya bertemu dengan mahaguru Tarung Derajat tahun 2000 dan jadi pengurus sampai sekarang,’’ katanya.
Dari Preman ke Ketua Dewan
Nama Nuryanto yang belakangan lebih dikenal dan disapa Caknur, malang melintang di Batam sebagai preman yang ditakuti dan disegani. Ia mengaku, tidak suka berkelahi. ‘’Saya selalu jadi korban. Sering dikeroyok orang. Tidak hanya dengan tangan kosong, juga pakai alat sehingga saya banyak luka. Karena dikoroyok berkali-kali, akhirnya saya melawan dan mental jadi kuat,’’ tuturnya.
Cak Nur mengaku tidak tahu definisi preman itu seperti apa. Namun, ia sering mendapat pengaduan dari teman-temannya pedagang kaki lima di kawasan Jodoh dan Nagoya. Dengan alasan menolong orang lain, tidak jarang ia bentrok dengan orang lain. ‘’Dan hal-hal seperti itu terus berkelanjutan. Dalam satu minggu, bisa dua sampai tiga kali berkelahi,’’ katanya.
Tahun 1998 saat awal reformasi, Caknur mulai aktif di dunia politik. Ia memulai dari bawah sebagai Satuan Tugas (Satgas) Wirapati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). ‘’Saat awal reformasi, satgas itu kan keamanan juga. Saya masih muda dan senang saja bergabung sebagai Satgas,’’ katamnya.
Setelah itu, Caknur dipercaya menjadi Ketua Anak Ranting Pasar Angkasa dan Wakil Ketua Anak Ranting Jodoh. Disitulah ia berkenalan dengan Soerya Respationo yang saat itu Ketua Balitbang PDIP. Setelah bergabung dengan partai, ia mengaku mendapat pengalaman berorganisasi. ‘’Satgas adalah kumpulan orang pemberani dari lintas suku. Saya tambah banyak kawan.’’
Nuryanto atau Cak Nur, mulai diperhitungkan di partai berlambang banteng sejak tahun 2009. Ia mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Modal hubungan yang baik dalam berorganisasi dan kemasyarakatan memuluskannya menjadi anggota DPRD Batam.
‘’Tentu saja saya berbahagia dan tidak menyangka sama sekali. Saat jadi satgas wirapati, tak pernah terpikir. Setelah saya disumpah menjadi wakil rakyat, saya menyadari,. Ternyata saya bukan milik kelompok dan golongan. Sejak itu, pola pikir saya berubah,’’ kata Caknur. Ia dilantik menjadi anggota DPRD Batam periode 2009 – 2014.
Saat menjadi anggota DPRD, Cak Nur dipercaya sebagai Ketua Komisi I DPRD Batam selama 2,5 tahun. Cak Nur juga menjadi pilihan masyarakat dengan menjadi peraih suara terbanyak kedua pada pemilu untuk kursi DPRD Batam.
Dalam kegiatan sosial politiknya, Nuryanto banyak belajar dari rakyat kecil dan komunitasnya seperti toleransi, tolong menolong dan kerendahan hati. Pelajaran lain seperti ketulusan dan menghargai orang lain sangat dijunjung dalam sikap kesehariannya.
Ia mengaku, lebih mengedepankan kelembagaan DPRD Batam daripada secara personal. Antara lain, memfungsikan semua alat kelengkapan dewan sehingga setiap kebijakan menjadi tanggungjawab semua anggota dewan. Apalagi, pimpinan dewan bersifat kolektif kolegial.
Dalam perjalanannya sebagai wakil rakyat, Nuryanto malah tak percaya, bisa menjadi Ketua DPRD Batam. ‘’Saya hanya bercita-cita jadi centeng. Saat keluarga saya beritahu, tidak ada yang percaya,’’ katanya.
Nuryanto dilantik menjadi Ketua DPRD Batam tanggal 8 Oktober 2014 untuk periode 2014 -2019 dalam rapat paripurna istimewa di ruang rapat DPRD Batam. Tiga Wakil Ketua DPRD Batam yang ikut dilantik adalah Zainal Abidin sebagai Wakil Ketua I, Iman Sutiawan sebagai Wakil Ketua II dan Tengku Hamzah Husein sebagai Wakil Ketua III.
“Terima kasih atas kerjasamanya, semoga lima tahun ke depan, DPRD Batam lebih baik dan selalu bisa bertanggung jawab terhadap permasalahan yang ada di masyarakat, dan kami akan lebih bisa menjadi wakil rakyat yang merakyat, ” kata Nuryanto.
Selama menjadi Ketua DPRD Batam, Cak Nur mengaku tidak pernah marah. Namun, pernah sekali ia terpancing emosi lantaran ada tudingan kepadanya dalam rapat paripiurna membahas Perda. ‘’Saya bertanya, setuju atau tidak setuju. Salah seorang anggota mempertanyakan komitmen dan kejujuran saya. Ini menyangkut integritas saya. Saya tidak pernah membohongi anggota saya,’’ tuturnya.
Tidak hanya berperan dalam kancah politik, Cak Nur juga berusaha memperbaiki kualitas dirinya melalui pendidikan. ‘’Orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan saya, baik di politik maupun pendidikan adalah Romo Soeryo. Saya memilih kuliah di fakultas hukum, karena latar belakang saya sebelumnya banyak berurusan dengan hukum,’’ katanya.
‘’Saat saya belajar dan kuliah di fakultas hukum, saya terkejut-kejut. Sebab, selama ini saya termasuk orang yang sering melanggar hukum. Waktu belum tahu hukum, takutnya nggak ada. Saya saat itu ketua komisi I yang membidangi hukum sehingga apa yang saya pelajari langsung lengket,’’ papar Nuryanto, tersenyum.
Ketika Nuryanto suatu ketika pulang kampung, ia memberikan kartu nama. Tertulis : Nuryanto, SH, MH. Ketua DPRD Batam. ‘’Tidak satupun keluarga dan tetangga-tetangga saya yang percaya melihat kartu nama saya. Ini asli atau palsu? Masak anak yang dulunya nakal, bisa seperti ini,’’ cerita Nuryanto, terbahak.
Perkenalannya dengan Soerya Respationo yang saat itu menjadi pengacara, merubah jalan hidup Nuryanto 180 derajat. ‘’Pelan tapi pasti, beliau yang merubah prilaku saya. Termasuk perannya yang sangat luar biasa, mendorong saya sekolah,’’ kata Caknur, tentang sosok Soerya Respationo.
“Satu hal yang selalu saya pegang sejak dulu adalah kejujuran. Sebagai seorang wakil rakyat yang diberikan amanah oleh rakyat kejujuran itu amat penting,’’ ujarnya. Ia juga memegang teguh filosofi Jawa dalam hidupnya byang diwariskan oleh sunan Kalijaga ‘Urip Iku Urup.’ Hidup itu harus menerangi bagaikan lentera, hidup itu harus bermanfaat bagi keluarga dan orang lain.
Untuk kedua kalinya, Nuryanto kembali pimpin badan legislatif Kota Batam untuk periode lima tahun ke depan. Pengukuhan politisi PDI Perjuangan ini sebagai Ketua DPRD Batam 2019-2024 dilaksanakan dalam rapat paripurna pengucapan sumpah pimpinan di ruang sidang utama gedung DPRD Kota Batam.
Tak banyak yang berubah dari seorang Nuryanto yang akrab disapa Cak Nur. Ramah, supel dan memahami kehidupan kelas bawah di Batam. Seperti kata orang bijak. Jangan mengangap enteng orang lain. Siapapun bisa menjadi apapun. ***