By Eri Syahrial – Bagaimana respon Pengadilan Agama terhadap tingginya gugatan perceraian? Azizon yang juga hakim mediator ini menjelaskan bahwa Pengadilan Agama berusaha menekan tingginya perceraian, Salah satunya dengan memaksimalkan proses mediasi sehingga tidak semua gugatan yang dimasukkan baik oleh istri maupun oleh suami tersebut berakhir bercerai.
Mediasi dilakukan mediator hakim dan mediator nonhakim. Saat ini tercatat beberapa hakim yang bertindak sebagai mediator dan 6 orang mediator non hakim yang direkrut dari luar pengadilan. Mediator bekerja selama 1 – 2 minggu sebelum masuk ke persidangan.
‘’Mediator berusaha mendamaikan semaksimal mungkin suami-istri yang berpekara. Ada diantaranya yang berhasil didamaikan lewat proses mediasi. Tingkat keberhasilan proses mediasi rata-rata sekitar 10 persen,’’ ungkap Azizon.
Namun tidak semua perkara juga melalui proses mediasi. Proses mediasi harus dilakukan bagi kedua belah pihak, penggugat atau tergugat, sama-sama hadir dalam persidangan. Ada juga salah satu pihak tidak hadir selama proses persidangan berlangsung.
Bila mediasi berhasil, kedua belah pihak menjalankan kesepakatan yang sudah dibuat bersama-sama sebagai acuan kehidupan rumah selanjutnya. Namun dalam perjalanannya, ada juga yang datang kembali ke pengadilan mengajukan gugatan lagi bila merasa salah satu pihak melanggar kesepakatan.
Dampak Perceraian pada Anak
Gagal dalam proses mediasi, hakim masih terus berupaya mendamaikan pasangan dan merukunkan suami-istri dalam persidangan. Perceraian merupakan pilihan terakhir. Berdasarkan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pengadilan Agama menerapkan azaz mempersulit perceraian.
‘’Kalau mau berpisah maka berpisah secara baik-baik, kalau mau tetap bersama maka pegang kuat-kuat. Apalagi punya anak, utamakan kepentingan terbaik bagi anak,’’ kata Azizon
Dampak yang besar terjadi pada anak. Diantaranya munculnya banyak kasus anak, baik anak sebagai korban, anak sebagai pelaku tindak pidana, penelantaran anak, anak yang tidak terpenuhi hak-haknya. Posisi anak menjadi rentan karena kurang perhatian dan dukungan ekonomi bila kedua orangtua sudah bercerai.
Melihat dampak pada anak dari perceraian maka upaya meminimalisir perceraian harus dilakukan di luar pengadilan agama. Kalau hakim pengadilan agama sifatnya menerima, memeriksa dan memutus perceraian, maka di luar pengadilan bisa dilakukan upaya pencegahan, penyuluhan dan program penguatan keluarga.
Di sinilah adalah peran lembaga pemerintah lainnya dan peran serta masyarakat untuk meminimalisir perceraian seperti Kemenag, KUA, BP4, para mubaliq, lembaga perlindungan anak, BKKBN, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan sebagainya.(habis)
[…] Baca : Hanya 10 Persen Damai Lewat Mediasi – Fenomena Meningkatnya Angka Perceraian di Batam (5) […]
[…] Tulisan ini terbit pertama kali di : socratestalk.com […]