LOKASI pulau Batam sangat strategis. Terletak di jalur perdagangan internasional. Berjarak hanya 12,5 mil dari Singapura. Pulau Batam adalah pulau terbesar dari rangkaian 329 pulau-pulau seluas 415 km2. Pada periode pembangunan prasarana dan penanaman modal, Presiden Soeharto menunjuk BJ Habibie menjadi Ketua Otorita Batam periode 1978-1988.
Habibie membentuk sebuah badan bernama BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Pemerintah Pusat memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sebagai kewenangan Otorita Batam untuk mengelola lahan di Batam melalui Keppres 41 tahun 1973. Sejumlah kawasan industri besar mulai dibangun di Batam, seperti Batamindo dan kawasan industri lainnya.
Sejak tahun 1980-an, pertumbuhan penduduk di kota pulau ini makin meningkat sebagai akibat lajunya pelaksanaan pengembangan daerah industri Pulau Batam. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983, pemerintah kemudian membentuk Kotamadya Batam. Tahun 1984 Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja antara Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.
Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada Otorita Batam untuk mengelola lahan atau Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Pulau Batam melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 agar perencanaan, peruntukkan dan penggunaanya dapat disesuaikan dengan pelaksanaan tugas Otorita Batam dalam membangun pulau Batam.
Bagi Muljadi, Batam tidak asing lagi, walau sekedar disinggahi. Sejak awal dekade 80-an, ia sudah sering mengunjungi Batam sebagai lokasi transit dari Tembilahan menuju Jakarta, begitu juga sebaliknya. Makin tahun, pulau yang dulunya sepi ini kian berbenah menuju gemerlap. Batam terus dikembangkan serius sebagai daerah industri, pariwisata dan alih kapal oleh pemerintah pusat.
Intuisi Berbisnis Properti
MENJELANG akhir tahun 1989, Muljadi sedang berada di Singapura, setelah merawat ibunya yang terkena stroke. Seorang teman baik Muljadi, datang dari Batam ke Singapura menemuinya.
‘’Teman saya itu memberi informasi, Batam memiliki potensi yang sangat bagus untuk berinvestasi,’’ katanya di dalam catatan harian yang ditulisnya.
Kebetulan, sebelum mendapat informasi itu, Muljadi pernah membantu seorang teman lama, membeli sebidang tanah di Batam. Lahan itu, bisa digunakan untuk membangun sebanyak 39 unit rumah. Tujuannya membantu
sang teman mendapatkan lahan adalah agar ia memiliki aktifitas usaha dan pekerjaan tetap.
Pucuk dicinta ulam tiba. Setelah menolong rekannya itu, ada teman Muljadi lainnya yang menawarkan lahan. Kata sang teman, lahan itu cocok untuk membangun rumah toko (ruko). Di lahan tersebut, diperkirakan bisa dibangun 67 unit ruko. Rencananya akan dijual oleh si pemilik lahan. Muljadi setuju untuk membelinya. Ia datang ke Batam untuk melakukan survei lokasi. Ternyata, lokasi tersebut dinilai oleh pria yang memiliki intuisi bisnis tinggi ini sebagai sangat strategis. Muljadi bersedia membeli lahan tersebut dengan harga 125.000 Dollar Singapura.
Awalnya, penjual lahan tersebut meminta agar tranksaksi pembelian lahan dibayar dalam tempo tiga hari. Muljadi meminta agar transaksi mereka dilakukan di depan notaris Batam. Ia menyediakan uang muka pembelian sebanyak 100.000 Dollar Singapura. Namun, setelah ditunggu-tunggu, penjual lahan tersebut tidak kunjung datang ke kantor notaris.
Muljadi sempat menitipkan uang mukanya kepada notaris. Sampai batas waktu yang ditentukan, penjual seharusnya menandatangani akte jual beli lahan tersebut. Namun, ternyata urung dilakukan dan transkasi akhirnya batal. Belakangan, Muljadi baru tahu. Sang penjual lahan sengaja tidak datang ke notaris karena menunggu pihak ketiga membeli dengan harga lebih tinggj.
‘’Saya juga baru tahu, ternyata penjual lahan ini memang terkenal sulit diatur dalam dunia bisnis,’’ tulis Muljadi, dalam catatannya.
Namun, Muljadi tidak menulis siapa nama pengusaha tersebut. Ia belum jadi berinvestasi dan mengembangkan usaha di Batam. Namun, ia sepertinya yakin bahwa rintisan bisnis yang harus dilakukan di kota pulau yang sedang berkembang ini adalah di bidang properti.
Ia ingat, pada bulan November 1989, Presiden Republik Indonesia, Soeharto dan Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew bertemu saat menghadiri acara Sultan Brunei. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto membicarakan tentang rencana pembangunan Pulau Batam dengan Lee Kwan Yew. Batam akan dibangun menjadi kawasan industri, alih kapal dan pariwisata. Informasi itu ia peroleh dari pemberitaan surat kabar. Ia menilai bahwa Batam memang sebuah kota yang bagus untuk berinvestasi. Keyakinannya pun bertambah untuk memulai bisnisnya yang baru di sini.
Ia kemudian mereview beberapa aturan tentang properti di pulau Batam untuk menambah wawasannya sebelum benar-benar memutuskan terjun ke bisnis ini. Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, warga negara asing (WNA) dilarang memiliki properti dan berbisnis.
Namun, Ketua Otorita Batam saat itu BJ Habibie, melakukan beberapa kebijakan dan penyesuaian khusus untuk Pulau Batam. Orang asing boleh memiliki properti di Batam. Sehingga saat itu banyak orang Singapura yang datang dan membeli properti di kota pulau ini.
‘’Rumah dan ruko yang saya bangun, dalam waktu singkat ludes terjual, Saya semakin yakin peluang bisnis properti di Batam dan terus mengucurkan modal,’’ lanjut Muljadi dalam catatannya.
Meskipun pemerintah kota Batam yang baru terbentuk sudah merencanakan membangun pusat bisnis, namun karena kurangnya perusahaan properti yang ingin berinvestasi, pengembangan kota belum berjalan sesuai yang direncanakan. Muljadi sudah memiliki perusahaan properti saat itu. Seorang manajer Muljadi melaporkan kondisi tersebut kepada Muljadi, agar mereka mencoba membangun lokasi yang sudah diatur pemerintah tersebut. Muljadi melalui perusahaannya, mengirim surat pengajuan lahan.
‘’Surat pengajuan lahan kami kirimkan pada tanggal 23 Desember 1989. Pemerintah Batam (Otorita Batam, pen) baru menyetujui permohonan saya pada bulan Februari 1990 dengan luas lahan 20 hektar,’’ tulisnya.
Selanjutnya : Membangun Hotel Nagoya Plaza I Merintis Bisnis Properti di Batam– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 30)