APAPUN yang terjadi, terjadilah. Sebagai manusia, ada hal-hal yang tidak bisa kita hindari dan sudah terjadi. Yang lalu, biarlah berlalu, tidak perlu disesali. Selama 17 tahun menderita stroke, salah satu dari sedikit orang yang tergolong cancer survivor dan mengalami gagal ginjal, namun Muljadi menghadapi dengan ketabahan luar biasa. Saat istrinya juga terkena stroke dan koma hingga harus menjalani bedah otak, jadi pukulan berat baginya lagi.
‘’Saat itu, saya merasa tidak sanggup menghadapinya. Cukup saya yang menanggung penyakit ini, asal jangan istri saya,’’ tulis Muljadi, ungkapan bukti cinta dan kasih sayang seorang suami terhadap istrinya yang tidak terbantahkan.
Dengan tetap bersikap tenang, mengandalkan logika dan pikiran yang kuat, bersikap realistis, Muljadi akhirnya menghadapi penyakitnya dengan kesabaran yang tinggi.
‘’Daripada bersikap melankolis karena apa yang terjadi, lebih baik mencari solusi mengobati penyakit dan menerima penyakit sebagai teman yang mengunjungi kita,’’ tulis Muljadi.
Sebuah ungkapan hati yang penuh makna dari seorang Muljadi. Perjalanan hidup yang ditulisnya, bisa menjadi pelajaran kehidupan bagi anak-anak dan cucu-cucunya ; Kehidupan itu berproses dan penuh dinamika.
‘’Ada masa bahagia, menderita, dan pahit manisnya kehidupan. Mari kita jalani sisa hidup kita dengan tetap semangat,’’tulis Muljadi dalam catatan di hari-hari tuanya.
Anak sulungnya, Alim Muljadi, mengagumi perjuangan sang ayah untuk anak-anak dan keluarganya. Terutama soal pendidikan.
‘’Keputusannya memindahkan kami semua sekolah di Jakarta, itu luar biasa. Pesannya kepada saya, kalau malas bekerja, itu urusan kamu. Saya sudah sekolahkan kamu sampai tamat. Selain itu, beliau minta agar kami semua kakak beradik, hidup rukun dan damai,’’ kata Alim Muljadi dengan mata berkaca-kaca.
Sebelum kepergiannya, Muljadi juga masih sempat mengikuti prosesi pernikahan cucu pertamanya, Asmayadinata Muljadi Putera yang biasa dipanggilnya Daren. Dua hari sebelum Muljadi meninggal, Daren sempat menanyakan nama untuk anaknya. Namun, saat itu Muljadi sudah tidak dapat merespon dengan baik pertanyaan cucu pertamanya itu.
Muljadi adalah orang yang kuat melawan penyakitnya. Dari kanker usus, stroke dan gagal ginjal. Dalam kondisi seperti itu, ia masih sempat pulang dari Singapura, menghadiri pesta pernikahan anak temannya dan menghadiri acara PSTMI.
‘’Papi orang kuat, melawan semua penyakitnya,’’ tutur sang putri, Merry Muljadi.
Tidak mudah menyerah. Semangat untuk sembuh sangat terlihat saat ia harus berjuang melawan penyakit. Ia malah lebih mengkhawatirkan kondisi istri yang sangat dicintai dan disayanginya. Meski menderita stroke, ia juga tidak berhenti memikirkan perkembangan perusahaannya.
‘’Karena saya stroke dan harus dirawat, maka masuklah masa-masa semi pensiun saya. Perusahaan diteruskan oleh anak perempuan saya yang paling besar,’’ demikian tulis Muljadi di catatannya.
Ia terus mengikuti perkembangan perusahaan. Dari laporan sang anak saat menjenguknya di Singapura. Muljadi beberapa kali memberi saran dan berbagi pengalaman. Muljadi menjadi panutan dan penentu arah dalam keluarganya.
‘’ Teman-teman dan semua keluarga kami, menilai Papi orang yang baik dan memperhatikan semua orang,’’ kata Merry Muljadi.
Saat-saat akhir sebelum wafat, Muljadi dan anak-anaknya masih sempat berlibur bersama ke Bali, dari tanggal 11 sampai 15 September 2022. Anak-anaknya senang. Sebab, Muljadi sudah kembali bersemangat, bahagia dan menunjukkan perubahan stamina serta nafsu makan yang bagus. Inilah liburan terakhir Muljadi bersama keluarganya.
Tapi takdir berkata lain. Setelah menjalani cuci darah, kondisi Muljadi menurun drastis. Ketujuh anak-anaknya, membahas kondisi orangtua mereka di chatting group. ‘’Saya syok dan menangis. Saya telepon anak saya dan suami. Saya nangis- nangis, saya mengajak mereka ke Singapura,’’ kata Princip Muljadi, berurai air mata, mengenang saat-saat terakhir Muljadi.
Muljadi meninggal dunia pada 30 September 2022 pukul 14.55 waktu Singapura dalam usia 77 tahun. Ia meninggalkan seorang istri, tujuh orang anak dan 17 orang cucu. Namun, jejak sejarah yang ditorehkan semasa hidup, semangat kerja keras dan pantang menyerah, serta kecintaannya yang tinggi terhadap isteri dan anak-anaknya menjadi peninggalan manis generasi penerusnya.
Kepedulian sosial dan pengabdiannya kepada masyarakat, juga menjadi warisan dan kenangan yang tidak akan lekang dimakan zaman. (Tamat)