Socratestalk.com, BATAM – Ratusan siswa-siswi SMKN 4 Batam mendapatkan penjelasan yang utuh tentang bullying atau perundungan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam, Selasa (3/6/2024). Belasan murid pun bertanya lebih mendalam tentang perundungan hingga pembekalan di aula SMKN 4 Batam yang berlangsung selama 3 jam diikuti dengan antusias.
Hingga saat ini, bullying masih sering terjadi dalam pergaulan sehari-hari anak . Terjadi mulai dari lingkungan rumah, sekolah, masyarakat hingga media sosial. Banyak anak sulit lepas dari korban bullying, bahkan menjadi pelaku bullying.
Pelajar terbiasa dan terpaksa hidup dalam lingkungan yang rentan terjadi kekerasan, diskriminasi dan intolerasi. Padahal dampaknya lebih serius bagi anak, sekolah dan dunia pendidikan. Kondisi inilah yang menjadi perhatian Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMKN 4 Batam.
Dua orang narasumber yang mengupas tuntas prilaku bullying ini disampaikan oleh Ketua LPA Batam Setyasih Priherlina dan Sekretaris LPA Batam Eri Syahrial. Mulai dari faktor penyebab dan faktor pendorong terjadinya bullying, jenis-jenis, dampaknya pada korban,pelaku dan lingkungan. Bagaimana cara pencegahan dan penanganannya sesuai dengan Permendikbud Dikti No 46 tahun 2023 tentang penceghan dan penanganan kekerasan di sekolah.

Pertemuan digelar dua sesi, pagi dan siang untuk dua rombongan peserta yang merupakan representatif perwakilan seluruh siswa. Usai mendapatkan penjelasan dan pembekalan dari narasumber diharapkan bisa menjadi duta anti bullying di lingkungan SMKN 4 Batam. Menjadi roll model bagi siswa-siswi lainnya dalam bersikap dan bergaul di lingkungan sekolah.
‘’Yang hadir ini jangan sampai menjadi korban dan pelaku bullying, namun diharapkan bisa mencegah dan membantu penyelesaikan kekerasan karena bagian dari tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di sekolah kita,’’ ujar Reny Trisusanti, S.Pd, Wakil Kepala sekaligus Ketua TPPK SMAN 4 Batam saat membuka kegiatan.
Diberi tugas dan kepercayaan oleh guru agar berperan aktif dalam mencegah kekerasan di sekolah disambut dengan baik oleh siswa-siswi tersebut. Diantara siswa-siswi ini mengaku menjadi korban bullying di rumah, ada yang di sekolah dan lingkungan masyarakat. Di rumah dengan pelaku anggota keluarga, di sekolah dan media sosial oleh kebanyakan teman sebaya.
Jenis bullying yang sering dialami pelajar di Kepulauan Riau adalah verbal bullying dan cyber bullying karena anak banyak berkomunikasi dengan media sosial. Sudah ada beberapa pelajar di Kepri tersangkut hukum karena menjadi pelaku perundungan.
Dalam pemaparannya , Eri Syahrial memperluasan cakupan bullying hingga ke arah tindak pidana. Bullying merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum bahkan tidak pidana yang sering tidak dipahami oleh anak karena belum cakap secara hukum. Pelaku dan korbannya bisa masuk dalam sistem peradilan pidana anak sehingga akan menganggu aktivitas anak dalam belajar.
‘’Sudah banyak contoh kasus kekerasan di sekolah berujung laporan ke polisi dan pelakunya diproses. Terutama sekali kalau berbentuk kekerasan fisik yang mudah sekali dibuktikan dengan visum. Kekerasan psikis yang berulang-ulang sehingga korban mengalami trauma pidana yang bisa dibuktikan,’’ papar Eri.
Termasuk saat ini yang perlu dicegah mulai muncul kasus cyber crime yang melibatkan anak-anak sekolah sebagai korban dan pelaku cyber bullying. Bisanya dalam bentuk pembuatan atau postingan konten video, foto dan tulisan.
Namun Eri mengharapkan kasus bullying di sekolah bisa diselesaikan di tingkat sekolah lewat mekanisme yang ada oleh TPPK masing-masing sekolah dengan melibatkan pihak terkait. Salah satunya lewat proses mediasi, pemberian saksi yang mendidik dan ada efek jera bagi pelaku sehingga tidak mengulanginya dan adanya perlindungan bagi korban sehingga korban tidak mengalami viktimisasi.(*)