MASA-MASA sulit, jatuh bangun yang dialami Muljadi dari kecil hingga dewasa dan berumah tangga, mulai menampakkan titik balik dalam kehidupannya. Sejak menikah dan punya anak, awalnya Muljadi hanya mampu mengontrak rumah. Itupun berpindah-pindah sampai tiga kali di rumah kontrakan yang berbeda.
Sementara anak-anaknya semakin besar. Saat itu, anak pertamanya. Alim Muljadi berusia 9 tahun, Merry berusia 7 tahun, Princip 6 tahun, Mariana dan Mariani 4 tahun dan Cortina 2 tahun. Si bungsu Hendry belum lahir.
Muljadi kemudian meminjam uang ke perusahaan sebesar 25.000 Dolar Singapura untuk membeli sebuah rumah. Rumah itu terletak di Jalan Merbau nomor 20, Selatpanjang. Setelah direnovasi, Muljadi memboyong keluarganya pindah ke rumah baru mereka pada bulan November 1977.
‘’Akhirnya, kami tidak lagi menyewa rumah orang lagi. Sekarang punya rumah sendiri. Ada kepuasan tersendiri,’’ tulis Muljadi Bahagia.
Rumah itu memiliki halaman yang luas. Di belakang rumah, ada sebidang tanah kosong, cocok untuk ibu Muljadi menanam sayur mayur dan memelihara ternak seperti ayam dan bebek. Inilah rumah pertama Muljadi yang dibeli dari hasil keringat dan kerja kerasnya. Kebutuhan keluarganya terpenuhi dan rumah itu suasananya nyaman.
‘’Sebelumnya, kami tinggal di rumah kontrakan yang kecil dan sempit. Saat pindah ke rumah yang baru dibeli Papi, terasa sangat besar sekali,’’ cerita Merry,anak keduanya saat pindah ke rumah sendiri mereka di Jalan Merbau Nomor 20 Selatpanjang.
Rumah ini adalah impian Muljadi sejak lama. Rumah permanen dengan tiga kamar tidur. Halaman belakang yang luas, ditanami pohon buah-buahan. Di depan rumah, ada ayunan yang jadi sarana bermain anak-anak
Muljadi dan teman-temannya. Kalau ada salah seorang putri Muljadi berulang tahun, semua teman-teman mereka diundang ke rumah. ’’ Kami semua sekolah di SD Kalam Kudus dan jalan kaki dari rumah ke sekolah,’’ cerita Merry, putri Muljadi.
Pada akhir tahun 1977, perusahaan Muljadi mulai berlaba dan menunjukkan performa yang makin bagus. Begitu juga pada tahun-tahun berikutnya. Laba perusahaan pada tahun 1978 juga sangat bagus. Sampai tahun 1979, perusahaan Muljadi semakin stabil. Dibanding pemegang saham lainnya, Muljadi yang pertama mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Sebab, divisi keuangan berkantor di lokasi proyek.
Pada tahun itu juga, salah satu pemegang saham, memutuskan pindah ke Jakarta. Sedangkan pemegang saham lainnya, pindah ke Singapura. Hanya Muljadi yang masih menetap di Selatpanjang. Ia lebih memilih bolak-balik ke lokasi proyek agar tetap bisa bersama keluarga. Saat itu, anak-anak Muljadi berjumlah tujuh orang. Si bungsu Hendry, lahir di Selatpanjang tahun 1978.
Selanjutnya : Liburan ke Singapura, Memberi Kepercayaan ke Anak | Menjadi Pemegang Saham– MENEROBOS WAKTU’ Sebuah Memoir: My Life Journey – MULJADI, TOKOH PROPERTY BATAM (Bagian 24)