- Nama : Afdhalun A Hakim
- Tempat & Tanggal Lahir : Dabosingkep, 24 Mei 1962
- Pekerjaan : Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah
- Jabatan : Direktur Rumah Sakit BP Batam
- Penghargaan : Dokter Teladan 1990, Dokter RSOB Terbaik 2005, Satyalancana Karya Satya 30 Tahun
Deskripsi Tokoh
Ia dokter pertama yang memasang ring di jantung pasien di Batam. Mahasiswa teladan, dokter teladan dan dokter terbaik ini, kini direktur Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam. Inilah profil Dr Afdhalun A Hakim SPJP, FIHA, FAsCC, putra Dabosingkep, Kabupaten Lingga, pulau berbentuk teko dan terletak paling ujung di selatan Provinsi Kepulauan Riau.
Afdhalun A Hakim lahir di Dabosingkep, 24 Mei 1962. Ayahnya pegawai kecamatan Dabosingkep. Ibu dan neneknya orang Melayu Dabosingkep. Afdhalun tamatan SDN 2 dan SMP 1 Dabosingkep. Masa SMA dilaluinya sampai kelas 2 di Dabosingkep. Namun, kelas 3 ia pindah ke SMA Negeri 16 di Jakarta.
‘’Saat itu, guru SMA didatangkan dari Padang. Bulan puasa, guru mudik ke Padang sampai 3 bulan, sehingga pelajaran tertinggal. Saya minta kepada ayah saya pindah sekolah ke Jakarta, agar bisa kuliah,’’ cerita Afdhalun. Mau tak mau, ia berusaha keras menyesuaikan diri dengan pejaran di Jakarta yang jauh lebih tinggi dibanding Dabosingkep.
Afdhalun tidak berani memilih sekolah favorit di Jakarta. Enam bulan ia kewalahan belajar mengejar ketinggalan pelajaran. Perbandingan kualitas pendidikan di Jakarta dengan Dabosingkep, jauh sekali. Bagai bumi dan langit.
Masa Kecil dan Awal Karir
Sejak kecil, Afdhalun senang dan kagum melihat sosok dokter. Apalagi, saat itu di Dabo jarang ada dokter. Yang ada cuma mantri. ‘’Waktu kecil, saya suka main dokter-dokteran. Ayam piaraan ayah sakit, saya suntik eh, malah mati. Saya baru berani bercita-cita jadi dokter setelah sekolah di Jakarta,’’ kata Afdhalun, mengenang masa remajanya.
Tamat SMA Negeri 16 Jakarta Barat tahun 1981, Afdhalun mencoba tes masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). ‘’Saya sempat gagal. Saya ikut bimbingan tes setahun, baru diterima di FKUI,’’ katanya.
Hanya tiga orang dari Riau –saat itu Kepri masih masuk Riau—yang berhasil menembus tes masuk FKUI. Afdhalun dari Dabosingkep, satu dari Tanjungpinang tapi kemudian drop out, dan satunya juga dari Dabo, mahasiswa Biologi UI lalu tes lagi masuk FKUI. Mimpi Afdhalun jadi dokter makin dekat. Apalagi, tahun 1985 ia dinobatkan sebagai mahasiswa teladan FKUI.
Sejak tahun 1987 Afdhalun menjadi dokter umum. Setahun ia menjadi staf dokter di RS Puri Husada, lalu ditempatkan sebagai Kepala Puskesmas di Tembilahan, Riau. Afdhalun menuai prestasi. Ia menjadi dokter teladan Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 1990.
Kenapa Afdhalun memilih jadi dokter spesialis jantung? ‘’Ada empat spesialisasi favorit. Dokter bedah, penyakit dalam, jantung dan dokter anak. Saat tugas di Tembilahan, meski saya dokter umum, saya berani melakukan operasi. Membelah perut orang, amputasi tulang,’’ katanya.
Ada pengalaman dramatis yang dialami Afdhalun di Tembilahan. Warga di sana umumnya berkebun. Seorang pasien, perutnya tertancap tunggul kayu. Darah terus mengucur. Mau dirujuk ke Rengat, tak ada boat pancung yang bisa mengantar ke rumah sakit.
‘’Saya sampaikan ke keluarganya, ini harus dioperasi agar pendarahannya berhenti. Kemungkinannya fifty-fifty. Keluarganya bilang, terserah dokter saja. Pasien saya operasi. Ternyata, kayu itu menembus hati. Lukanya saya jahit, dibersihkan, luka operasi ditutup. Pada keluarga saya bilang, masa kritisnya dua hari. Tapi, eh sorenya dia bangun, sudah makan,’’ cerita Afdhalun.
Ini pengalaman pertama Afdhalun melakukan operasi besar. Melakukan operasi, zaman sekarang tidak bisa dilakukan dokter umum. Afdhalun merasa terpanggil membantu pasien, kapan dan di manapun. ‘’Saya selalu ingat janji saya saat yudisium saat jadi mahasiswa kedokteran,’’ ujarnya.
Afdhalun terkesan dengan seorang Kepala Dinas Kesehatan yang mendorongnya memilih menjadi dokter spesialis jantung. ‘’Dokter jantung adalah ilmu masa depan. Padahal, pengetahuan saya soal jantung saat itu sangat minim. Saya sering menemukan pasien yang meninggal mendadak,’’ katanya.
‘’Abad ke 21 terjadi lompatan di bidang komunikasi, transportasi dan kedokteran. Ilmu yang dibutuhkan dalam dunia kedokteran yang berkaitan dengan penyakit degenerative seperti jantung, rematik, diabetes dan psikiatri, seperti dikatakan futurulog Alfin Toffler,’’ kata Afdhalun, mengutip ucapan kepala dinas di Tembilahan dulu.
Lalu, ia ikut tes kardiologi di rumah sakit jantung Harapan Kita. ‘’Kardiology adalah ilmu masa depan, Saya sering mendapati pasien penyakit jantung di daerah. Saya merasa terpanggil menjadi ahli jantung,’’ itu jawaban Afdhalun, saat diuji lima profesor untuk spesialis jantung. Ia lulus.
Afdhalun menjadi dokter spesialis jantung sejak 1998 dan praktek di Rumah Sakit Thamrin dan RS Marinir Cilandak, Jakarta. Pada bulan Oktober 2000, ia pindah tugas ke Rumah Sakit Otorita Batam (RSOB). Padahal, ia berencana jadi staf pengajar di RS Jantung.
‘’Setelah saya pikir-pikir, lebih baik saya mengabdi di kampung saya di Kepulauan Riau. Apalagi, saat itu dokter jantung belum ada. Awalnya, SK saya ke Pekanbaru, Riau. Waktu saya ke Batam, teman-teman di RSBP mengajak saya di Batam saja,’’ kata Afdhalun. Kebetulan, ada adik kelasnya yang ditempatkan di Batam dan mau tukar tempat ke Pekanbaru.
Bertugas di Batam
Sejak bertugas di Batam, Afdhalun yang mengenalkan dan mengembangkan ilmu kardiology dan jantung ke masyarakat Batam. Melakukan penyuluhan dari rumah ke rumah, di rumah sakit tempatnya praktek, melakukan survei, menulis artikel di Batampos ‘’Saya dokter jantung pertama yang memasang ring di Batam. Awalnya, orang tidak percaya di Batam bisa pasang ring jantung,’’ kata Afdhalun.
Tahun 2001 sampai 2003 Afdhalun dipercaya menjadi Ketua Komite Medik RSOB yang kini ganti nama menjadi RSBP. Setelah itu, Afdhalun didapuk menjadi Wakil Direktur Pelayanan Medik RSOB dari 2003 sampai 2005. Tahun 2008 ia menjadi ketua tim medikolegal, kembali menjadi ketua komite medik RSOB dari 2013 sampai 2016.
Menurut Afdhalun, seorang dokter jantung tidak hanya belajar soal jantung, organ paling vital manusia. Tapi juga harus menguasai ilmu informasi dan teknologi, ‘’Dokter ahli jantung juga menggunakan alat-alat berteknologi tinggi (hi-tech) kalau hanya ilmu medis saja, kita tertinggal,’’ katanya.
Selain pendidikan formal, Afdhlun terus belajar, ikut pelatihan dan berusaha meningkatkan kemampuannya di bidang medis. Ia menjadi peserta PPDS Kardiologi FKUI Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Mengikuti Fellow Intervensi Kardiovaskular di RS Adam Malik, Medan.
Pelatihan lainnya seperti ACLS Provider Training (AHA Certificate), Fellow Intervensi Kardiovaskuler di Thim Tam Duc Hospital, Ho Chi Min City Vietnam serta ACLS Provider Training (AHA Certificate) di Hongkong. Sehingga nama dan gelar lengkapnya adalah : Dr Afdhalun A Hakim SPJP, FIHA, FAsCC.
Afdhalun juga aktif berorganisasi, baik di kampus maupun di rumah sakit. Ia pernah menjadi sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Batam dan Wakil Ketua IDI Kepulauan Riau, Ketua PERKI Cabang Kepri dari tahun 2005 sampai sekarang. Selain itu, pernah jadi Ketua Perhimpunan Dokter Sesialis Kardiovaskuler Indonesia Cabang Batam.
Afdhalun adalah instruktur nasional ACLS dari tahun 2005 sampai sekarang. Sejak tahun 2011 hingga 2016, ia juga dipercaya menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Medis PT Askes dan BPJS Provinsi Kepri. Di almamaternya Fakukltas Kedokteran Universitas Indonesia, Afdhalun Ketua Ikatan Alumni Prodi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI serta ketua ILUNI Universitas Indonesia Cabang Kepri, sampai sekarang.
Kenapa makin banyak orang sakit jantung? ‘’Ini karena gaya hidup. Merokok, hipertensi yang terkontrol, kolesterol, gula darah, jarang olahraga, ini berkaitan dengan life style,’’ papar Afdhalun.
Afdhalun lima bersaudara. Sang ayah, adalah sosok yang paling berperan mendorong Afdhalun belajar dan meniti karir sebagai seorang dokter. ‘’Ayah saya berdarah Minang. Beliau paling concern terhadap pendidikan anak-anaknya,’’ ujarnya.
Keluarga
Meski di keluarganya hanya Afdhalun sendiri yang jadi dokter, hebatnya istri dan ketiga putrinya dokter. Sang istri dr Ratna Istiastuti, SpJK, MKES. Ketiga putrinya adalah dr Nada Putri Pranidya, dr Meutia Putri Aristya dan si bungsu Rifda Putri Destrinita calon dokter. Kini masih kuliah di Falkultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Ini benar-benar keluarga dokter.
‘’Saya dokter, istri saya dokter, anak saya dokter. Namanya jodoh, saya masuk spesialis istri saya masih mahasiswa. Biasanya, anak dokter tidak mau jadi dokter, ha..ha..ha,’’ Afdhalun tergelak. Ketiga putrinya, kuliah di universitas negeri. Afdhalun dan istrinya mengajarkan kepada ketiga putrinya, jadi dokter itu tidak mudah. Mereka mendidik ketiga putrinya agar memiliki kepedulian sosial dan berbagi dengan orang lain.
Tidak banyak yang tahu, Afdhalun suka berolahraga, terutama sepak takraw. Apalagi, postur tubuhnya tinggi. ‘’Saya pemain sepak takraw waktu SMA, tapi ayah saya melarang karena tidak mau sekolah saya terganggu,’’ cerita Afdhalun.
Menjadi dokter jantung, seolah berpacu dengan waktu. ‘’Ketika saya sedang capek dan lelah, saya harus melakukan tindakan terhadap pasien, karena keahlian saya dibutuhkan, saya tidak bisa menolak. Meski saya lelah, tiba-tiba tengah malam ada panggilan emergency, saya harus datang, baik di RS Awal Bros atau RSBP,’’ kata Afdhalun.
Ia selalu terngiang-ngiang janji dan sumpahnya sebagai dokter. Meski kondisinya tidak fit dan capek, janji itu seolah daya dorong dan tenaga baru, agar ia bergegas ke rumah sakit.
Menjadi Direktur RSBP
dr Afdhalun A Hakim, Sp.JP(K) FIHA, FAsCC dilantik menjadi direktur RSBP tanggal18 September 2020, saat wabah Covid-19 melanda dunia. Di bawah kepemimpinan Dokter Terbaik RSOB 2005 ini, RSBP yang dibangun 1971 itu, bercita-cita menjadi etalase pelayanan kesehatan dan rumah sakit kelas dunia. Mottonya adalah, New RSBP, New Spririt dan New Service.
Saat wabah Covid-19 varian Delta menggila, Afdhalun juga terpapar pada 1 Juli 2021 dan dirawat selama 18 hari di rumah sakit yang dipimpinnya. ‘’Saya meriang, nyeri tenggorokan, badan ngilu dan batuk. Setelah itu, demam tinggi, sesak nafas. Saturasi oksigen turun sampai 90 persen. Saya langsung masuk rumah sakit dan minta dirawat,’’ katanya.
Afdhalun dirawat selama 18 hari. ‘’Saya menghadapi serangan berat Covid-19. Saya pasrah dan memohon pada Allah SWT, beri saya kesempatan menolong orang lain lebih banyak.. Saya beri semangat diri sendiri agar sembuh. Belum ada obat yang pasti untuk Covid-19. Ini pengalaman spiritual yang membuat saya merinding,’’ tutur Afdhalun.
Rumah Sakit BP Batam kini berubah. Baik penampilan, pelayanan dan peralatan medis yang modern dan canggih. Sebanyak 59 orang dokter spesialis dan dokter umum, siap melayani pasien. Untuk memotivasi karyawan, Afdhalun mengadakan pemilihan karyawan terbaik RSBP tahun 2021. Kegiatan seperti ini, terakhir diadakan tahun 2003 atau 18 tahun yang lalu.
RSBP kini juga sedang mempersiapkan diri menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan. BP Batam sedang mencari investor mengembangkan rumah sakit bertaraf internasional, farmasi dan peralatan medis, akomodasi wisata kebugaran, universitas kedokteran terbaik dan sistem manajemen kesehatan terpadu. Sehingga, warga Indonesia tidak perlu lagi berobat ke Singapura dan Malaysia.
Menjadi dokter spesialis jantung sekaligus direktur rumah sakit tentu saja menyita waktu dan pikiran. Bagaimana Afdhalun menjalankan tugasnya? ‘’Kalau saya mengobati dan mengoperasi jantung, saya hanya memperbaiki satu orang. Tapi, kalau saya memperbaiki rumah sakit, semoga bisa memperbaiki satu kota dan daerah,’’ kata Afdhalun, kepada saya.
Meski menjabat sebagai Direktur RSBP, Afdhalun tetap melaksanakan tugas dan profesinya sebagai dokter spesialis jantung. ‘’Saya sampaikan ke pimpinan saya, saya tetap jadi dokter jantung. Jadi direktur ada batas waktu. Banyak orang bisa jadi direktur. Tapi, jadi dokter jantung belum tentu orang lain bisa,’’ tukasnya.
Neil Amstrong, manusia pertama yang berjalan di bulan berkata: Saya percaya, setiap manusia memiliki detak jantung yang terbatas. Saya tidak berniat menyia-nyiakan apa yang saya miliki. ***
Reporter : Socrates