By Socrates– Entah sudah berapa banyak perusahaan yang datang melirik Singkep. Namun, investor itu baru sebatas akan dan akan masuk. Yang benar-benar membuka usaha bisa dihitung jari. Yang sering terjadi, survei, presentasi, lalu pergi. Ada juga yang berkedok investasi, ternyata mengincar kekayaan alam.
Potensi Pulau Singkep disebut-sebut bukan hanya tambang, tapi juga pertanian, perkebunan, peternakan dan tentu saja perikanan. Selain kekayan sumber daya mineral seperti timah dan bauksit, Pulau Singkep memiliki kekayaan laut dan perikanan yang luar biasa. Apalagi, Kabupaten Lingga seluas 45.508,66 km2 ini, sebanyak 95 persen lebih adalah lautan.
Angin surga dan harapan palsu, sangat sering sampai ke telinga warga Singkep, soal adanya investor yang bakal masuk. Ada yang mengaku sebagai investor perkebunan sawit, karet dan sagu serta sektor perikanan dan pariwisata.
Begitu juga sektor perikanan. Salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan ekor kuning yang bisa diekspor ke Singapura, baik dalam keadaan hidup maupun dagingnya. Namun, perdagangan ikan ini dikuasai para toke yang menekan harga pembelian terhadap nelayan.
Berulang kali, investor batal masuk ke Kabupaten Lingga. Misalnya, pabrik pengolahan sagu di Daik Lingga. Padahal, Kabupaten Lingga adalah daerah penghasil sagu terbesar di Kepulauan Riau. Tahun 2007, Sampoerna Agro berencana menanamkan modal untuk perkebunan sagu di lahan seluas 10.000 hektar.
Namun, entah mengapa, PT Sampoerna Agro pindah ke Selatpanjang, Kabupaten Meranti, Riau. Proyek pertama Sampoerna Agro adalah garapan lahan seluas 22.000 hektar di Selat Panjang, Riau yang telah ditanami sagu seluas 10.000 Ha.
Tak sedikit pula, yang masuk adalah investor abal-abal dan ternyata hanya broker mengincar lahan. ‘’Ada juga dua insinyur yang membuat kolam ikan. Tapi hanya hanya tujuh bulan, perusahaan itu pergi entah kemana dan meninggalkan kolam ikan kosong di Dabo, ‘’ kata Adenan, warga Lanjut, kecewa.
Celakanya, ada pengusaha yang berencana membangun resort dan membangun vila di pantai Tajur Biru, di desa Temiang, Senayang Kabupaten Lingga. Izin dari bupati dan rekomendasi DPRD sudah dikantongi. Nah, saat melakukan cut and fill di lokasi tersebut, ternyata ia menemukan bebatuan yang mengandung biji besi. Diperkirakan jumlahnya 40.000 ton lebih biji besi dan kadarnya 52 persen.
Berlindung di balik aturan hukum, ia boleh memanfaatkan biji besi tersebut. Kepada media, pengusaha tersebut mengatakan, ia tidak mau dianggap hanya memanfaatkan batuan mengandung biji besi itu. ‘’Kalau saya tidak bangun resort, orang bisa menilai, nah itu kan? Ternyata, itu cuma akal-akalan. Setelah biji besi diambil, lalu lahan itu ditinggalkan,’’ katanya.
Nyatanya, itu memang akal-akalan pengusaha tersebut. Sampai saat ini, villa itu tidak jadi dibangun. Sedangkan puluhan ribu ton biji besi di lahan itu sudah digali dan dijual ke luar negeri. Izin pembangunan resort dan sekaligus izin penambangan biji besi, diajukan perusahaan tersebut Januari 2010.
Bupati Lingga melayangkan surat teguran karena villa belum juga dibangun. Anehnya, bupati belakangan menerbitkan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Pengang-kutan dan Penjualan Sementara kepada perusahaan tersebut. Sampai saat ini, pembangunan resort tersebut mandeg. Tinggallah lubang yang menganga bekas galian di tepi pantai. Pengusaha dan beberapa pejabat terkait, sempat diperiksa polisi. Namun, sampai saat ini tidak satupun yang ditetapkan sebagai tersangka dan kasus tersebut mengendap begitu saja.
Ada lagi kasus investor yang berencana membuka perkebunan kelapa sawit, namun kenyataan di lapangan, begitu mengantongi izin menggarap lahan 10.000 hektar, perusahaan itu malah menebangi hutan dan kayunya dijual ke perusahaan bubur kertas di Riau. Rencana perkebunan sawit hanya kedok belaka. Saat baru masuk ke Lingga, penampilan perusahaan tersebut cukup meyakinkan. Mereka sempat mempresentasikan usaha kebun sawit tersebut ke pejabat Pemkab Lingga dan masyarakat setempat. Kasus berkedok perkebunan sawit dan illegal logging ini, sempat diselidiki Polda Kepri. Namun, setelah itu senyap.
Beberapa tahun lalu, kabarnya ada perusahaan asing yang mengeksplorasi tambang di Dabo Singkep. Namun, hanya dua tahun perusahaan itu berhenti beroperasi. Diduga, perusahaan itu hanya kedok karena mereka mengincar harta karun di Pulau Singkep. Sikap apatis dan frustrasi sosial yang melanda warga Singkep, membuat mereka juga bersikap ambigu. Di satu sisi, mereka berharap ada investor yang masuk sehingga membuka lapangan kerja baru. Namun, di sisi lain, mereka tak rela investor mengobrak-abrik dan mengincar isi perut bumi di pulau Singkep.
Meski Lingga sudah menjadi kabupaten, tidak mudah membangun kawasan dengan jumlah pulau 531 buah pulau besar dan kecil, serta 447 buah pulau di antaranya belum berpenghuni ini. Saat ini, sarana transportasi ke Lingga relatif lebih mudah. Ada kapal ferry tiap hari dari Batam dan Tanjungpinang. Juga kapal roro sekali seminggu dan pesawat perintis Susi Air yang terbang sekali seminggu dari Tanjungpinang dan tiga kali seminggu dari Jambi.
Dengan wilayah yang cukup luas, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Lingga hanya sebesar 0,82 persen dan terendah di Provinsi Kepri. Di Singkep sendiri, warganya lebih banyak orang tua dan anak-anak usia sekolah. Para pemuda lulusan universitas, enggan kembali ke Dabo dan memilih bekerja di Pulau Jawa atau di Batam dan Tanjungpinang.
Mengapa investor enggan dan berpikir dua kali menanamkan modal di Pulau Singkep? Secara geografis, Pulau Singkep terletak paling Selatan di Kepulauan Riau sehingga agak terpencil. Jalan ke Singkep ini seperti jalan buntu, pintu masuk dan pintu keluarnya hanya satu, yakni melalui pelabuhan Jagoh.
Apabila akses ke Pulau Singkep dibuka, khususnya bagian Barat seperti Marok Tua dan Marok Kecil sehingga langsung ke pesisir timur Pulau Sumatera. Sehingga, jalur transportasi dari Singkep bisa langsung ke Nipah Panjang, Jambi atau ke Tembilahan Riau, melalui Selat Berhala.
Tahun 2013 atas gagasan Dahlan Iskan dengan konsep sosiopreneur demi Indonesiam dibuka perkebunan Kaliandra Merah (Calliandra Calothyrsus) tumbuhan polong-polongan, berkeping dua dan berbunga. Apa kelebihan si Kaliandra Merah ini? Pertama, Kaliandra adalah tanaman energi, ramah lingkungan dan efisien. Energi yang dihasilkan hingga 4.700 Kkal/kg dan arangnya jika dibakar dapat menghasilkan energi hingga 7.200 Kkal/kg. Energi tersebut sudah sama dengan batu bara, yakni sekitar 3.700-5.000 Kkal/kg.
Kedua, gampang tumbuh di berbagai kondisi tanah, tahan sampai pH 4,5 kecuali di rawa-rawa. Kaliandra bisa tumbuh sampai ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut . Sekali tanam, bisa panen hingga 20 tahun dan tidak harus menebang pohon yang sudah ada karena bisa ditanam disela-sela pohon lainnya.
Ketiga, umur setahun sudah bisa ditebang dan tidak perlu tanam baru. Setelah itu, tiap tahun bisa ditebang dan dipanen lagi. Jarak tanam yang hanya 1×1 m hingga 1×2 m, sehingga sangat efisien lahan.
Keempat, bunga Kaliandra Merah sangat disukai lebah sehingga masyarakat bisa beternak lebah. Kebutuhan madu secara nasional tahjun 2015, baik untuk konsumsi maupun industri mencapai 14.604 ton/tahun. Kaliandra yang selalu berbunga sangat mendukung peternakan lebah. Khasiat madu kaliandra sangat baik. Di Batam, madu Kaliandra dijual Rp120 ribu per botol.
Kelima, akar kaliandra yang berbintil-bintil mengandung nitrogen sehingga menyuburkan tanah dan merehabilitasi lahan kritis. Kaliandra bisa menjadi tanaman konservasi. Daunnya, selain untuk makanan ternak, yang gugur cepat menyatu dengan tanah sehingga hutan Kaliandra tidak mudah terbakar.
Keenam, bisa menjadi lapangan usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Bunganya untuk beternak lebah, daunnya untuk makanan ternak kambing dan sapi dan kayunya mempunyai nilai ekonomis, apalagi kalau sudah diolah menjadi pellet.
Kayu Kaliandra diolah menjadi pellet kayu (wood pellet) dan merupakan bahan bakar listrik berbasis biomassa yang lebih ramah lingkungan dibanding batubara. Bisa juga untuk bahan bakar kompor, pengganti gas dan minyak tanah. Bahan bakar ini lebih murah dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang menggunakan solar.
Apakah Kaliandra hanya sebatas rencana dan mimpi belaka? Buktinya sudah ada. Lihatlah masyarakat Kecamatan Geger, Bangkalan Madura. Kini Kaliandra Merah menjadi pundi-pundi uang. Ratusan petani di desa Kombangan, Geger dan Togubang menanam kaliandra merah di hutan rakyat Gerbang Lestari, yang luasnya mencapai 214 hektar dan disebut kebun energi.
Pabrik pelet kayu dibangun. Permintaan dari dalam dan luar negeri berdatangan secara fantastis. Pabrik di tengah hutan rakyat dengan kapasitas 9 ton perhari itupun kewalahan. Anda bisa melihat di internet Bangkalan Model Project di www.greenmadura.or.id
Lalu, mengapa Kaliandra Merah penting untuk Singkep di Kabupaten Lingga? Pertama, untuk menghijaukan Singkep yang selama bertahun-tahun mengalami kerusakan lingkungan yang hebat. Menanam Kaliandra, setidaknya bisa menjadi pemanfaatan area paska tambang (post mining utilization project), terutama di kolong-kolong timah dan pasir yang ditinggalkan.
Di berbagai penelitian, Kaliandra dikenal sebagai tanaman yang sangat mudah beradaptasi dan mampu merehabilitasi tanah yang tercemar. Di Kalimantan, Kaliandra dipakai untuk merehabilitasi tanah bekas tambang batu bara. Kaliandra mampu mengikat unsur hara dan memulihkan kesuburan tanah dan menguraikan zat pencemar seperti sisa hasil tambang.
Kedua, Kaliandra Merah mulai dari daun, bunga, batang hingga akarnya bermanfaat. Dari peternakan sapi dan kambing, Singkep bisa mensuplai kebutuhan Pulau Batam yang selama ini memasok sapi dari Jambi dan Lampung. Peternakan lebah juga bisa memenuhi kebutuhan Kepulauan Riau, Singapura dan Malaysia. Madu yang dipasarkan di Batam malah didatangkan dari Yaman dan Arab Saudi.
Ketiga, produksi wood pellet akan membantu menyediakan bahan bakar untuk masyarakat Singkep dan menyediakan bahan baku untuk pembangkit listrik di masa depan. Saat ini, Singkep masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Setajam Dabosingkep yang memiliki kapasitas 4,1 MW belum mampu melistriki Kecamatan Singkep Selatan seperti Laboh, Marok Kecil, dan Resang. Butuh dana Rp14 miliar untuk instalasi sepanjang 40 kilometer.
Secara nasional, sekitar 30 persen rakyat Indonesia masih belum menikmati listrik alias gelap yang tiada habisnya. Rasio elektrifikasi, yakni berapa persen rumah tangga yang dapat dilayani listrik hanya 79 persen. Artinya, 21 persen lagi belum menikmati listrik.
Nah, menyangkut soal listrik inilah, terutama untuk daerah-daerah terpencil dan terisolir, Dahlan Iskan terpesona dengan Kaliandra Merah. ‘’ Saya akan fokus pada kerja sosial, yakni melistriki daerah-daerah terpencil, pulau terpencil dan pedalaman terpencil yang sepuluh tahun lagi belum akan dapat menikmati listrik,’’ kata Dahlan Iskan, mantan Dirut PLN dan Menteri BUMN ini.
Cita-cita Dahlan Iskan itu, diwujudkan melalui gerakan sosiopreneur. Gerakan bisnis dan sosial sekaligus. Khususnya dengan membangun pembangkit listrik berbasis biomassa. Mengingat begitu banyaknya daerah pelosok yang miskin dan belum terjamah listrik.
Melalui Sosiopreneur Demi Indonesia, duet Dahlan Iskan meski bukan lagi Dirut PLN dan Menteri BUMN bersama Rida K Liamsi—putra Singkep itu– berusaha mewujudkan mimpinya : Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pelosok sekaligus mengakhiri kegelapan mereka selama ini: hidup tanpa listrik.
Tahap awal, sebanyak 30 daerah dipilih untuk mengembangkan Kaliandra sebagai sumber energi alternatif. Gerakan Sosiopreneur Demi Indonesia, secara serentak akan dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2015.
Namun, hanya bertahan tiga tahun, penamanam Kaliandra itu berhenti karena kehabisan dana. Padahal, sudah ratusan juta uang digelontorkan disana. Mulai dari pembelian bibit, land clearing seluas 8 hektar, pembibitan, penanaman dan perawatan. Yang jelas, pohon Kaliandra itu tumbuh subur di pinggiran kolong bekas galian timah.
Belakangan, proyek penamanan padi dan pembuatan sawah di Lingga, juga tidak terdengar lagi kabar beitanya. Padahal, mantan Gubernur Kepri Nurdin Basyirun, sempat bergaya, saat panen perdana. Entah sampai kapan Singkep kembali makmur dan sejahtera seperti dulu.. ***