The Socrates TalkThe Socrates Talk
  • Home
  • Journalism
    • Batam Documentary
    • In Depth
    • Amazing Batam
    • Humaniora
    • Flash Back
    • Photography
  • Program
    • On Location
    • Online
    • On Spot!
  • Singapore Corner
  • Pendidikan
  • Lingkungan
  • Politika
  • Profile Stories
Membaca Pulau Babi, Amat Belanda dan Jejak Prostitusi Yang Menghilang
Bagikan
Aa
Aa
The Socrates TalkThe Socrates Talk
  • Program
  • Journalism
  • Flash Back
  • Amazing Batam
  • Profile Stories
  • Humaniora
  • Singapore Corner
  • Photography
  • Categories
    • Journalism
    • Batam Documentary
    • Amazing Batam
    • Photography
    • In Depth
    • Humaniora
    • Flash Back
    • Program
    • Lingkungan
    • Politika
    • Singapore Corner
    • Pendidikan
Ikuti kami
  • About
  • Privacy Policy
© 2022 Socrates Talk. All Rights Reserved.
Humaniora

Pulau Babi, Amat Belanda dan Jejak Prostitusi Yang Menghilang

admin
Diperbarui Terakhir: 2022/09/10 at 4:18 PM
admin 3 tahun lalu 847 Dilihat
Bagikan
Pulau Amat Belanda terlihat dari udara, © bintorosuryo.com
Bagikan

By Bintoro Suryo – Pulau Babi, luasnya tidak lebih dari tiga lapangan sepak bola. Pulau ini masuk wilayah kelurahan Sekanak Raya, kecamatan Belakang Padang, Batam. Secara administratif, namanya Pulau Amat Belanda.

Daftar Isi
Stigma Negatif, Banting Stir ke RengkamJejak Prostitusi Yang Menghilang

Belum diketahui kenapa ada dua nama untuk pulau kecil seluas beberapa lapangan bola itu. Nama Amat Belanda disematkan warga konon berasal dari nama seorang penduduk pulau yang bernama Amat dan mirip orang Belanda pada masa lalu.

Beberapa mengatakan bahwa nama kedua digunakan setelah nama pertama dinilai berkonotasi negatif karena sering dikaitkan dengan lokalisasi yang ada di pulau itu beberapa tahun lalu.

Sementara yang lain mengatakan bahwa dulunya pulau tersebut sempat digunakan untuk ternak babi. Namun secara umum, masyarakat di sekitarnya lebih familiar dengan nama pertama.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Karena luasnya yang tidak seberapa, penduduk di sini juga tidak banyak. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga pulau ini biasanya pergi ke Belakang Padang yang berjarak kurang lebih lima belas menit saja menggunakan perahu pompong.

Sementara anak-anaknya juga menempuh pendidikan di Belakang Padang.

Pulau Babi atau Amat Belanda di kecamatan Belakang Padang, Batam diambil dari udara. © Bintorosuryo.com

Pulau kecil ini dihuni oleh kurang lebih enam puluh kepala keluarga. Rumah-rumah sebagian besar berdinding kayu dan dibangun di atas tonggak-tonggak kayu besar yang menancap di air, tipikal rumah panggung di daerah laut pesisir Kepulauan Riau.

Pada masa jaya-jaya prostitusi di sini, banyak rumah bordil yang didirikan. Seorang warga Pulau Amat Belanda, Ani bercerita, pada 1990-an, lelaki hidung belang berdatangan mengunjungi rumah bordil yang berdiri di atas laut, dengan bilik-bilik kecil.

“Dulu itu ramai betul. Pulau ini ramai,” kata Ani yang tinggal di pulau itu sejak 1993.

Saking banyaknya warga asing yang menghabiskan duit di sana, warga Pulau Amat Belanda lebih banyak memegang mata uang dolar Singapura ketimbang rupiah. Warga di sana membuka beragam usaha seperti berjualan makanan hingga layanan antar-jemput warga dan pelancong yang datang menggunakan kapal-kapal bermesin tempel seperti yang dilakoni suami Ani.

Beberapa rumah mempunyai plat kecil bertuliskan “rumah tangga” yang menempel di dinding bagian depan rumah untuk membedakan diri dengan rumah-rumah lain yang menyediakan kafe, mini bar, dan bilik karaoke untuk menjalankan bisnis prostitusi.

Namun situasi berubah jauh sejak awal 2000-an. Pengunjung berkurang dan jumlahnya terus menurun dari tahun ke tahun.

Stigma Negatif, Banting Stir ke Rengkam

AKTIFITAS prostitusi yang sempat marak di sini, membuat warga pulau Babi atau Amat Belanda sering mendapat stigma negatif. Terutama dari warga di beberapa pulau kecil tetangga mereka.

Anak-anak mereka yang bersekolah di sana sering menjadi korban bullying oleh teman sejawat karena berasal dari “pulau pelacur”.

Perubahan penyebutan sebagai pulau Amat Belanda, juga berharap stigma tersebut bisa hilang. Apalagi saat ini, warga di sana mulai beraktifitas sebagai pembudidaya dan pengolah rumput laut atau rengkam.

Rengkam hasil buruan warga yang kemudian dikeringkan itu, bisa dijual cukup tinggi ke Vietnam. Di sana, rengkam dijadikan pakan ternak.

Saat ini hampir seluruh warga Pulau Amat Belanda merupakan nelayan pengumpul rengkam. Usaha baru warga itu mampu menghidupkan kembali ekonomi yang merosot sejak 2000-an, saat pengunjung lokalisasi berkurang.

Camat Belakangpadang, Yudi Admaji beberapa waktu lalu mengakui, setelah menjadi nelayan rengkam, ekonomi warga Pulau Amat Belanda membaik.

Namun, wilayah pencarian rengkam harus dibatasi, agar tidak mengganggu ekosistem perairan di sana.

“Awalnya hanya boleh di sekitar Pulau Amat Belanda saja, sekarang sudah maju. Tidak apa, tapi jangan sampai ke dekat pulau lain yang banyak kelong dan bubu warga,” katanya.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Kami sempat mengunjungi pulau ini beberapa waktu lalu. Tidak ada lagi kegiatan prostitusi yang terlihat lagi. Kondisi terkini membuat mereka yang sempat berkecimpung di bisnis esek-esek benar-benar banting setir.

Beberapa rumah yang dulu diketahui sebagai rumah bordil dan tempat tinggal beberapa mucikari, mulai dipadati rengkam-rengkam yang sedang dijemur.

Seorang warga pulau Babi atau Amat Belanda membawa rengkam untuk dijemur. © Bintorosuryo.com
Usaha rengkam kini banyak dijalani oleh warga di pulau Babi atau Amat Belanda paska berakhirnya aktifitas prostitusi di pulau kecil itu. © Bintorosuryo.com

Beberapa lainnya, tinggal namanya saja yang tertera. Namun, sudah tidak beraktifitas melayani jasa prostitusi lagi. Rumah-rumah bordil dan bar yang dulu gemerlap, kini menjadi tempat tinggal warga saja.

Jejak Prostitusi Yang Menghilang

PADA masa jayanya, pulau Babi yang kini dikenal sebagai Amat Belanda, jadi salah satu tujuan wisata esek-esek di sekitar perairan Batam .

Para pekerja seks di pulau ini semuanya adalah perantau, dengan mayoritas berasal dari Pulau Jawa. Menurut penuturan mantan Mami di sana yang sempat diwawancara media, para calon pekerja langsung datang ke rumahnya dan meminta untuk dijadikan anak buah. (Sepertinya reputasi Mami sudah menyeberang sampai ke luar pulau.)

Salah satu meja bar yang digunakan untuk aktifitas gemerlap lokalisasi di sini yang kini sudah tidak terpakai lagi. © Bintorosuryo.com

Pada dasarnya, Mami di sini hanya menampung para pekerja yang datang kepadanya. Dalam menggaet pelanggan, Mami tidak menarik komisi kepada para pekerjanya. Penghasilan Mami datang dari usaha kafe dan bilik karaoke yang dioperasikan di rumahnya, yang juga merupakan tempat para pekerjanya menjajakan jasa.

Pelanggan lokalisasi pulau ini dulunya, sebagian besar adalah para awak kapal yang sedang transit. Para lelaki yang menyeberang lautan dan meninggalkan keluarga di Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Selain dari kapal domestik, pelanggan juga datang dari awak kapal negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan bahkan Thailand.

Terdapat kewajiban lapor bagi pekerja dan pelanggan ketika transaksi jual-beli seks sudah sudah disetujui. Pihak pelanggan dan pekerja wajib menyerahkan kartu identitas seperti KTP atau paspor kepada kepolisian di pos keamanan dan membayar sejumlah uang.

Kewajiban melapor ini adalah tindakan untuk menangkal penculikan pekerja yang dulu sering terjadi. Meskipun di tiap rumah bordil sudah disediakan tempat, pelanggan terkadang ingin mencari suasana baru dan mencari tempat lain untuk memadu kasih. Hal buruknya, para pelanggan nakal sering membawa pekerja keluar dari Pulau Babi untuk disekap selama berhari-hari.

Kontras dengan hal di atas, para pekerjanya bisa menjadi simpanan oleh orang-orang Singapura yang berkunjung — jika beruntung.

Sesudah menjadi simpanan, seorang pekerja akan dibelikan rumah dan dibiayai kehidupan sehari-harinya. Ia akan dikunjungi dua sampai lima kali sebulan, selayaknya istri yang menikah dengan suami yang bekerja di negeri orang. Apabila pelanggan benar-benar terpincut, pekerja bahkan bisa dinikahi dan dibawa ke Singapura.

Lokalisasi di pulau ini memasuki masa kejayaan pada tahun 1990-an. Pada masa itu kafe dan mini bar tidak pernah sepi. Ratusan pelanggan, baik domestik maupun mancanegara, datang tiap minggunya.

Bir dipasok tiap harinya, kelap-kelip lampu mengalahkan kelap-kelip bintang, dan alunan musik yang tidak pernah putus mengiringi kebahagiaan transaksional antara pelanggan dan pekerja.

Namun, tidak ada kejayaan seperti itu lagi saat ini. Warga yang mendiami pulau ini, mulai sibuk dengan aktifitas baru ; membudidaya dan mengolah Rengkam atau rumput laut sebagai sumber utama penggerak ekonomi bagi warganya, selain melaut sebagai nelayan.

(*)

Sumber : bintorosuryo.com

- Advertisement -
Ad imageAd image

Penulis : Bintoro Suryo – Ordinary Man. Orang teknik, Mengelola blog, suka sejarah, cerita manusia dan videography.

Photo-photo : Domu © bintorosuryo.com

Artikel/ Konten lainnya

Setiap 40 Detik 1 Orang di Dunia Bunuh Diri, Ini Penyebabnya

Ibu Sakit, Tinggal di Singapura I Menjadi Pemegang Saham – MENEROBOS WAKTU Sebuah Memoir : ”My Life Journey”

Wartawan Tangguh itu Telah Pergi…

“Wahai Caleg, Janganlah Terlalu Gombal Janji”

Kisah Kampung Pereh dan Kampung Sebong

KAITAN: Amat Belanda, batam, Penduduk, Pulau babi, Rengkam, Singapura
admin 10/09/2022
Sebarkan Artikel/ Konten ini
Facebook Twitter Email Print
Artikel/ Konten Sebelumnya “Intuisi Versus Data” – Tiga Pengusaha Batam Generasi Kedua
Artikel/ Konten Selanjutnya Mike Wiluan
Beri Penilaian

Beri Penilaian Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Please select a rating!

- Advertisement -
Ad imageAd image

WhatsNew?

Coding Camp di Orchard Park Diminati Anak dan Remaja
Pendidikan
Jadi Penulis Pemula dan Content Creator
Uncategorized
BPR Syariah Vitka Central Buka Cabang di Botania Batam Centre
Ekonomi
Central Group Gelar Pelatihan Literasi Digital Siswa SMA dan SMK
Pendidikan
Ratusan Mubaligh Batam Ikuti Pelatihan Dakwah Digital
Pendidikan
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image

Hot Talks

- Advertisement -
Ad imageAd image

Artikel/ Konten Lainnya

Setiap 40 Detik 1 Orang di Dunia Bunuh Diri, Ini Penyebabnya

10 bulan lalu

Ibu Sakit, Tinggal di Singapura I Menjadi Pemegang Saham – MENEROBOS WAKTU Sebuah Memoir : ”My Life Journey”

1 tahun lalu

Wartawan Tangguh itu Telah Pergi…

1 tahun lalu

“Wahai Caleg, Janganlah Terlalu Gombal Janji”

1 tahun lalu
about us

Laman The Socrates Talk adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu publik tentang Batam dan Indonesia. Dari sumber informasi terpercaya.

Find Us on Socials

© Socrates Talk 2022 - 2023. All Rights Reserved.

  • About
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksional

Removed from reading list

Undo
Welcome Back!

Sign in to your account

Register Lost your password?