SEIRING perubahan nama menjadi Badan Usaha Pelabuhan BP Batam pada 2020 dari sebelumnya Badan Pengelola Pelabuhan Batam, institusi di bawah BP Batam itu mulai gencar mengubah diri.
Sebelumnya, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementrian Perhubungan dengan Kepala BP Batam Nomor KP 994 Tahun 2017 dan Nomor 1456/SPJ/KA/11/2017, BP Batam dan KSOP Khusus Batam berpisah sehingga Kantor Pelabuhan Laut berganti nama menjadi Badan Pengelola Pelabuhan Batam.
Sejak tahun 2018, Kegiatan Ship to Ship Floating Storage Unit (STS-FSU) untuk pertama kali juga sudah dilakukan di wilayah Perairan Batu Ampar.
Kami menemui Direktur Badan Usaha Pelabuhan Batam, Dendi Gustinandar untuk melihat perkembangan terkini dari Badan Usaha Pelabuhan yang kini menjadi tanggungjawabnya.
Ia menyebut, proses perubahan terus dilakukan di infrastruktur awal yang dibangun di Batam saat Pertamina/ Otorita Batam mulai membuka kota ini sebagai daerah industri awal dekade 70-an silam.
Dendi yang awalnya bercita-cita jadi rocker itu, mulai masuk Otorita Batam (sekarang BP Batam, pen) sejak 2001.
Ia mulai membenahi pelabuhan Batuampar, pelabuhan terbesar di Batam yang dibangun 1970. Dermaga, fasilitas bongkar muat container crane, rubber tired gantry (RTG)
Mimpinya, agar Batuampar jadi smart port dan green port. Kapasitas bongkar muat jadi 1 juta TeUs. Dan masa tunggu (dwelling time) bisa 1 – 2 hari.
Ada yang menarik, BUP BP Batam ternyata tidak hanya mengelola beberapa pelabuhan saja, tapi hingga 119 pelabuhan.
Ada 5 terminal umum, 2 terminal domestik, 5 terminal internasional dan 107 terminal khusus.
Simak wawancara kami dengan Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam, DENDI GUSTINANDAR
hanya di SOCRATES TALK.