By Socrates & Bintoro Suryo – Selama dua dekade, Rempang dan Galang jadi tanah harapan, ditawarkan kemana-mana. Sejumlah investor, dari dulu berencana masuk. Namun, hanya iming-iming investasi yang tak terealisasi.
Sebelum ramai pembicaraan rencana investasi yang akan dilakukan oleh PT. Makmur Elok Graha (PT MEG) di Rempang saat ini, tercatat ada dua rencana investasi besar lainnya di sana, bertahun-tahun lalu. Tahun 2002, Pemko Batam menyetujui rencana investasi Singapura di Pulau Rempang dan Galang, yang akan dikembangkan menjadi obyek wisata dan sarana penunjang lainnya. Nilai investasinya 991 juta dolar Amerika Serikat. Wali Kota Batam saat itu, Nyat Kadir, memberikan izin prinsip kepada empat investor Singapura itu di lantai IV kantor Wali Kota Batam, tanggal 16 Januari 2002.
Penandatangan persetujuan investasi itu, dihadiri Nyat Kadir, dinas-dinas terkait dan puluhan investor warga Singapura. (Arsip berita Batampos dan kemudian ganti nama Posmetro, 17 Januari 2002).
Saat itu, Nyat Kadir mengatakan, investasi dari Singapura itu tergolong besar. ’’Dengan dikembangkannya Rempang dan Galang, kita harapkan masyarakat setempat jadi terangkat taraf kehidupannya. Selain pemasukan bagi daerah, keempat investor inilah yang terpilih dari sekian banyak yang berminat,’’ kata Nyat Kadir, kepada wartawan saat itu.
Salah satunya adalah perusahaan asal Singapura, Tunas Pte. Ltd.
“Investasi ini merupakan bukti bahwa Batam masih menjadi primadona investasi bagi para investor di luar negeri, tentunya kita masih belum puas, kita coba terus memperbaiki supaya Batam makin menjadi pilihan dengan sarana dan prasarana penunjang seperti keamanan dan sarana pendukung lainnya, seperti jalan yang sudah bagus ke arah ke dua pulau itu”, tambah Nyat Kadir saat itu.
Penandatanganan persetujuan investasi juga dihadiri perwakilan dari Badan Otorita Batam (BP Batam saat ini, pen) Ir. Fathullah.
Kepala Dinas Pariwisata Pemko Batam saat itu, Sulaiman Yusuf menyebut, Rempang akan dikembangkan menjadi daerah pariwisata dengan resort-resort. “Kita prioritaskan kedua pulau itu supaya menjadi kawasan wisata yang berstandar internasional”, kata Sulaiman Yusuf.
Menurut Sulaiman Yusuf, pulau Rempang dan Galang akan segera dikembangkan oleh keempat investor tersebut dalam waktu yang tidak begitu lama. Namun, pria itu menggarisbawahi bahwa kerjasama investasi yang akan dilakukan, berbeda dengan rancangan Kawasan Wisata Terpadu (KWT) yang saat itu sedang dirintis juga di kawasan pulau Rempang.
Pengusaha Tong Djoe dan Tunas Pte. Ltd.
Salah satu investor yang akan menggarap pulau Rempang dan Galang sesuai persetujuan pada 16 Januari 2002 tersebut adalah perusahaan asal Singapura, Tunas Pte. Ltd.
Pengusaha kawakan Tong Djoe berada di balik Tunas Pte. Ltd. Tong Djoe diketahui merupakan seorang pengusaha Indonesia, pemilik Tunas Group Pte. Ltd. yang berkantor di negara jiran Singapura.
Pria kelahiran 26 September 1926 itu, meninggal dunia pada 8 Februari 2021 lalu.
Semasa hidupnya, Tong Djoe dikenal sebagai pengusaha kawakan lintas zaman. Memulai rintisan bisnis di era orde lama, ia berperan dalam menciptakan jalinan usaha dagang antara para pengusaha Indonesia dan Tiongkok di masa lalu.
Tong Djoe pernah dianugerahi Bintang Jasa Pratama di era presiden BJ Habibie untuk jasa-jasanya pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia serta peranannya dalam memulihkan hubungan diplomatik Indonesia dengan RRT.
“Saya kira keamanan dan pemerintah di sini, semakin hari semakin baik, mengenai OB (Otorita Batam, pen) dan Pemko (Pemerintah Kota Batam, pen) saya kira tidak masalah karena sudah terlihat kerjasama dan sinergi antara keduanya”, ujar sang pengusaha saat itu (arsip berita Batampos/ Posmetro tanggal 17 Januari 2002).
Sebelum mendirikan Grup Tunas di Tanjong Pagar, Singapura, tahun 1970-an, Tong Djoe adalah salah seorang yang ikut perang pada era kemerdekaan 1945. Ia kemudian mengembangkan bisnis semasa Orde Lama dan Orde Baru. Bersama ketua Kadin Indonesia, Sukamdani Sahid Gitosardjono dan Mensesneg era orde baru, Moerdiono, ia merintis kembali hubungan baik dengan Tiongkok.
Pengusaha Tong Djoe juga disebut akrab dengan Ibnu Sutowo—pimpinan Pertamina— orang yang ditugaskan pertama kali mengembangkan pulau Batam di awal era 1970-an silam.
Ia mulai membuka usaha Grup Tunas di Tanjong Pagar, Singapura, pada awal 1970-an, bertepatan dengan pengembangan massif Batam saat itu.
Melalui mandat dari pemerintah Indonesia di dekade 70-an, Tong Djoe juga pernah mengelola distribusi bahan kebutuhan pokok di wilayah perairan Kepulauan Riau. Ia adalah pengusaha lintas zaman yang erat kaitannya dengan perjalanan pengembangan Batam sebagai pulau industri.
Pengembangan Pulau Rempang dan Galang Tidak Berjalan
Paska penandatanganan persetujuan investasi di lantai 4 Pemko Batam tanggal 16 Januari 2002, pulau Rempang dan Galang ternyata tak kunjung digarap sebagai kawasan wisata. Investasi senilai 991 juta dolar AS yang diharap masuk, tak kunjung terealisasi.
Tahun-tahun berikutnya, pulau Rempang dan Galang, justru santer diberitakan akan dikembangkan oleh Artha Graha Grup dalam proyek bernama “Kawasan Wisata Terpadu“. Sebuah proyek berani yang akan melokalisir aktifitas pariwisata dan perjudian secara terpadu dalam satu kawasan.
Persetujuan investasi itu dilakukan pada 26 Agustus 2004, juga melibatkan pemerintah kota Batam, Badan Otorita Batam dan sejumlah stake holder lain.
Otorita Batam, Pemko Batam dan perusahaan group Artha Graha, meneken perjanjian pengelolaan serta pengembangan Pulau Rempang, Galang dan Setokok. Dari group Artha Graha diwakili pengusaha Tommy Winata.
Menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan, Mahfud MD, saat pro kontra pengembangan pulau Rempang terkini di proyek Ecocity yang dijalankan oleh PT. Makmur Elok Graha (PT. MEG/Unit Usaha Artha Graha Group) menyebut, kawasan Rempang sebenarnya sudah diberikan ke investor sejak tahun 2002.
“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau, pen) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud di Jakarta, Jumat (8/9/2023) lalu.
Namun pada 2004, menurut Mahfud, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain. “Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah,” kata Mahfud lagi.
Sama halnya dengan rencana investasi pada tahun 2002 oleh 4 investor Asing, rancangan pengembangan pulau Rempang pada tahun 2004 dalam proyek KWT, akhirnya juga tidak berlanjut. Kawasan Rempang, Galang dan sekitarnya yang telah terhubung dengan Batam melalui rangkaian jembatan, ditetapkan berstatus quo oleh pemerintah pusat.
(*)
(Bersambung)
[…] Artikel ini terbit pertama kali di : socratestalk.com […]